Didalam kamar, sepasang suami istri terlibat pembicaraan serius setelah ritual olahraga malam mereka.
"Bang." Panggil Rani yang masih memeluk Andi suaminya.
Saat berdua dikamar, mereka akan saling memanggil dengan panggilan sewaktu mereka pacaran dulu, dengan alasan ingin selalu mesra dan muda.
"Hmmm...kenapa? Mau lagi?"
"Ihhh...abang ini, udah tua juga."
"Hehehehe...tapi masih kuat kan?"
"Udah, adk mau bicara serius nih, dengerin dulu."
"Iya, nih abang dengar, mau bicara apa memangnya?".
"Adk kurang setuju Andra pacaran sama orang lain."
"Terus maunya Andra pacaran sama siapa?"
"Hmmmm...abang jangan kaget ya? Sebenarnya adk pengen Andra jadi menantu kita."
"Yang benar aja, dia udah jadi anak kita, masa sekarang jadi menantu kita."
"Kan gak pa-pa, mereka gak ada ikatan darah, sesusuan juga bukan, jadi bisa dong kalo kita nikahin mereka."
"Jangan memaksakan kehendak pada anak-anak, biar mereka yang memilih pasangan mereka sendiri, kita hanya mengarahkan dan membimbing selebihnya mereka yang menentukan."
"Ihhh...abang ini, mereka anak kita, masak iya kita lepas gitu aja, sebagai orang tua tentu kita akan memilih yang terbaik, dan insting seorang ibu itu kuat bang, sama seperti insting istri kepada suaminya."
"Terus insting adk buat abang apa?" Tanya Andi yang mulai kembali mencium istrinya.
"Insting adk sekarang, abang mau..." Belum selesai Rani menjawab, mulutnya sudah terkunci oleh bibir suaminya.
Pagi yang cerah dengan matahari bersinar indah. Seorang istri kembali tertidur nyenyak setelah shalat subuh tadi.
"Mama mana pa? Kok bikin sarapan sendiri?" Tanya Andra yang baru keluar dari kamar.
"Mamamu habis shalat tidur lagi, bentar lagi juga bangun, adek kamu mana?" Tanya Andi.
"Eh, belum bangun juga dia, kebiasaan, bentar Andra bangunin."
"Tunggu! Kamu sarapan aja, biar papa yang panggil." Ucap Andi.
"Kenapa pa? Biasanya juga Andra."
Andi menghela nafasnya sambil menatap Andra.
"Kalian tumbuh bersama sebagai saudara, tapi satu hal yang harus kalian ingat, bagaimanapun kalian bukan mahram, jika kalian menikahpun tidak akan berdosa. Sekarang kamu sudah dewasa, kamu pasti mengerti yang papa maksud."
"Andra ngerti maksud papa." Ucap Andra lesu.
Andra sangat mengerti karena dari dulu dia juga tau jika Andi dan Rani adalah orang tua angkat dan sahabat dari almarhumah bundanya. Tidak mudah menerima kenyataan sekarang ini, disaat dia dan Lala sudah sering bersama, tiba-tiba karena mereka bukan sedarah mereka harus membiasakan diri untuk tidak terlalu dekat secara fisik.
Masih jelas diingatan Andra, bagaimana adiknya dulu sering tidur dipangkuannya, memeluknya. Disaat Andra tengah termenung, dia dikagetkan dengan seseorang yang mencium pipinya.
"Morning kakak." Ucap Lala.
Andi yang melihat kejadian tersebut bersikap seolah biasa saja karena dulu memang seperti itu, tapi sekarang pikirannya berkecamuk dengan pemandangan yang dilihat saat ini.
Andra melirik kearah papanya, namun Andi malah mengarahkan pandangan kearah putrinya.
"Mama mana pa?" Tanya Lala yang sudah duduk disamping Andra.
"Bentar lagi keluar, kenapa?" Tanya Andi pada putrinya.
"Mmm...adek mau ijin ke kampus bentar."
"Hari ini gak kuliah memangnya? Kenapa cuma bentar?" Andi memulai introgasinya.
"Hari ini kosong pa, oh iya, kakak gak ada kerjaan kan? Temanin adek ya, pulangnya kita makan di warung mie langganan kita dulu, ingat gak kak?"
Andra kembali melirik papa angkatnya, seakan dia sedang meminta izin pada orang tua pacarnya.
"Lala, ada yang mau papa bicarakan dengan kalian berdua." Ucap Andi serius.
Lala sangat tau, jika papanya sudah memanggil namanya menandakan pembicaraan ini pasti serius. Maka dia akan duduk dengan tenang seperti menghadap dosen dikampusnya.
"Kamu tau Andra bukan kakak kandung kamu kan?" Tanya Andi.
"Tau pa."
"Kalian sudah dewasa, kalian bukan mahram, papa harap mulai sekarang jaga sikap dan pakaian kamu didepan Andra. Kamu tau kan maksud papa?"
"Kenapa dengan sikap dan pakain adek pa? Selama ini papa sama mama gak pernah komentar."
"Berhentilah mencium Andra seperti tadi, atau seperti selama ini kamu memeluknya, manja dengannya, serta pakailah pakaian sopan dan pakai jilbab jika ada Andra di rumah, kalian bukan mahram, kalian bisa menikah jika kalian mau, tidak akan berdosa karena kalian tidak sedarah dan tidak sesusuan." Andi memberi penjelasan pada kedua anaknya.
Lala dan Andra diam menunduk, mereka tidak tau harus mengatakan apa karena semua yang dikatakan itu kenyataan.
"Udah pada makan ya? Kok gak ada yang bangunin mama?" Tanya Rani yang baru datang.
Rani yang duduk disebalah Andi, menyadari ada aura lain dimeja makan.
"Lala, kenapa kamu tidak bertanya pada mamamu, kenapa mamamu tidak pernah mencium Andra lagi sejak SMA, kenapa mamamu selalu memakai jilbab kalo kakakmu ada di rumah?" Tanya Andi kembali pada Lala sementara Lala hanya bisa menggelengkan kepalanya masih terus menunduk.
"Mama tau, Andra bukan mahramnya, makanya sebisa mungkin mama menjaga batas-batasnya." Ucap Andi.
"Kecuali kalian menikah, mama dengan sendirinya akan menjadi mahram untuk kakak, dan kakak akan menjadi anak kami secara resmi dalam agama." Ucap Rani tersenyum melihat anak-anaknya.
"Udah, jangan terlalu kaku, kalian seperti sepasang kekasih yang lagi minta restu menikah, tapi kalo benar, detik ini juga mama dan papa restuin. Lanjutin makannya! Jangan dilihatin aja." Ucap Rani berusaha memecahkan kekakuan di meja makan.
Setelah drama sarapan pagi tadi, Andra yang saat ini tengah menikmati hidangan mie kesukaannya dengan Lala dari SMP tampak tidak berselera kali ini.
"Kakak kenapa sih? Dari tadi adek perhatikan kayak lagi banyak pikiran, bagi-bagi sama adek, jangan disimpan sendiri." Ucap Lala.
"Apa kakak mikirin omongan mama sama papa tadi? Santai kak, gak usah terlalu dipikirin, kita itu saudara walaupun tidak sedarah." Lala kembali meyakinkan Andra.
Perkataan orang tuanya seperti tidak terlalu berpengaruh terhadap Lala, dia terlihat biasa saja, lain halnya dengan Andra.
Perkataan orang tua angkatnya tadi cukup menyita pikirannya, dia juga melihat adiknya Lala sekarang layaknya pandangan seorang laki-laki terhadap perempuan, tampa sadar Andra terus menggelengkan kepalanya.
"Kakak kenapa? Dari tadi diam, sekarang malah geleng-geleng kepala, serem ih." Lala merasa serem membayangkan kakaknya kesurupan.
"Jangan mikir yang aneh-aneh, kakak gak kesambet!" Ucap Andra.
"Nah, gitu dong! Adek jadi lega sekarang." Jawab Lala sambil tersenyum ke arah Andra.
Bagi Lala apa yang dibilang oleh orang tua mereka sama sekali tidak berpengaruh, tapi bagi Andra, perkataan papa Andi dan mama Rani menandakan perintah yang harus dipatuhi.
Andra menatap adiknya Lala yang terlihat sibuk berbalas pesan dengan pacarnya. Andra mencari kepastian dalam hatinya saat ini. Kepastian yang akan menjadi keputusan untuk hidupnya kelak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Cut Nyak Dien
Btul papa andi
2021-11-16
0
fisika MAS Canduang
lanjut Thor.....suka sama cerita nya
2021-06-15
1
CebReT SeMeDi
jodoh didepan mata jgn jauh2 bang an
2021-03-30
1