Di ruangannya Dicko sedang duduk termenung. Pandangannya tak sedikitpun beranjak dari cangkir kopi yang ada didepannya saat ini.
Kejadian tadi kian mengusik pikirannya. Entah kenapa perkataan Aruna itu semakin membuatnya merasa bersalah. Bayangan wajah Aruna bahkan masih menari - nari indah dibenaknya. Mungkin memang, dia sudah sangat keterlaluan pada gadis itu.
Sementara di tempat berbeda, di bangku kecil di luar gedung itu, Aruna pun sedang duduk termenung. Kejadian tadi masih mengusik pikirannya. Tidak seharusnya dia berkata seperti itu dan meninggalkan Dicko begitu saja. Wajar jika Dicko marah. Apalagi Dicko adalah atasannya.
Melihat Aruna sedang duduk sendirian, Jaka pun datang menghampirinya dan bermaksud menghiburnya. Ditangannya ada sebotol air minum kemasan. Lalu menyodorkan air minum itu pada Aruna.
Aruna pun meraih sebotol air minum itu dari tangan Jaka sambil tersenyum manis.
''Makasih,'' kata Aruna sembari membuka tutup botol itu lalu mulai meneguk air mineral itu.
''Maaf ya? Gara-gara aku kamu jadi kena marah.''
Jaka merasa bersalah pada Aruna karena seharusnya dialah yang membuatkan kopi untuk Dicko.
Aruna tersenyum sambil memandangi Jaka. Cowok manis dengan rambut sedikit berantakan. Mungkin nama ''Jack'' lebih cocok dengan tampangnya.
''Kenapa kamu minta maaf, ini bukan salah kamu kok. Tadi itu hanya kecelakaan kecil saja. Siapapun pasti marah kalau bajunya kena tumpahan kopi. Apalagi dia itu kan atasan. Yaah wajarlah kalau dia marah.''
''Kamu itu terlalu baik ya, kalau saja tadi aku yang kena marah, pasti wajah tampannya itu sudah babak belur." Hibur Jaka.
Aruna hanya tertawa mendengarnya.
''Kalau seperti itu jadinya, aku benar-benar akan di pecat dong. Gajian saja belum."
Jaka Pun tertawa mendengar jawaban Aruna.
Setidaknya Aruna merasa sedikit lega karena ada Jaka yang selalu menghiburnya. Tidak disangka ternyata Jaka orangnya baik dan mudah membaur. Meskipun mereka baru saling kenal tapi mereka sudah akrab seperti mereka sudah saling mengenal sebelumnya.
Dari kejauhan, Dicko yang saat itu hendak pergi keluar karena urusan mendadak, tanpa sengaja melihat keakraban mereka.
Sepertinya Aruna sudah melupakan kejadian tadi. Hal itu jelas terlihat di wajah Aruna. Sedangkan pria yang sedang bersamanya, Dicko hanya bisa melihat punggungnya saja.
''Syukurlah." Gumam Dicko lega. Kemudian bergegas ke tempat parkir. Sejurus kemudian Dicko memacu mobilnya dengan kecepatan sedang meninggalkan area parkir itu.
Dalam perjalanan, entah kenapa bayangan wajah Aruna masih saja terus mengganggunya. Dicko hampir tidak bisa berkosentrasi dengan jalanan yang saat itu ramai oleh kendaraan.
Kemudian Dicko memilih menghentikan mobilnya didepan sebuah toko pakaian. Dengan langkah terburu buru Dicko berjalan memasuki toko itu.
Setelah mengganti pakaian dengan pakaian yang baru saja dibelinya di toko pakaian itu, Dicko pun kemudian pergi ke suatu tempat. Mobilnya tampak berhenti disebuah tempat kost.
Seseorang keluar dari tempat kost itu setelah berkali - kali Dicko memberikan salam.
''Maaf cari siapa ya?'' tanya seorang wanita paruh baya. Dia adalah pemilik tempat kost itu.
''Bram ada Bu? Saya saudaranya, bisa tolong panggilkan dia sebentar?" Pinta Dicko.
''Bram? Waah maaf dek, dia sudah pindah dua hari yang lalu.''
''Pindah? Kemana?''
''Mana saya tahu."
Kecemasan pun tampak di raut wajah Dicko. Kemana lagi dia harus mencari Bram. Dengan susah payah dia mendapatkan alamat ini.
Entah apa yang membuat Bram begitu marah hingga dia memutuskan pergi dari rumah. Sudah dua tahun berlalu. Tapi tak sekalipun dia memberi kabar atau hanya sekedar menanyakan kabar Om Danu, ayahnya.
Hanya Dicko satu satunya orang yang memperhatikan Om Danu sejak istrinya meninggal dan sejak kepergian Bram dari rumah.
Om Danu dan istrinya yang sudah merawat Dicko sejak kecil. Dia sudah menganggap Om Danu seperti ayahnya sendiri.
Kenangan masa kecilnya bersama Bram masih melekat di memori Dicko. Kedekatan mereka bak saudara yang lahir dari rahim yang sama.
Apapun keinginan Bram, Dicko akan memenuhinya. Apa yang Dicko suka, Bram juga suka. Terkadang mereka suka berebut mainan,karena jarak usia diantara mereka hanya berselang tiga tahun saja. Agar mereka tidak bertengkar, Dicko lebih memilih untuk mengalah.
****
Hari sudah malam ketika Dicko pulang ke rumah. Dia melihat om Danu sedang duduk sendirian di ruang tengah. Tangannya memegang sebuah album foto yang sedang terbuka di pangkuannya. Album foto itu adalah album foto masa kecil Bram.
Perlahan Dicko pun berjalan menghampirinya.
Melihat Dicko tengah menghampirinya, Om Danu pun segera menutup kembali album itu dan menaruhnya di meja tepat didepannya.
Kemudian Dicko mengambil tempat duduk disamping Om Danu.
''Jam segini kamu baru pulang? Bagaimana pekerjaan kamu di kantor? Semua baik baik saja kan?'' Tanya Om Danu sembari tangannya mengusap lembut pundak Dicko.
Seperti itulah Om Danu. Baik hati, penyayang, dan tidak pernah memaksakan kehendaknya.
''Om sangat merindukan Bram kan?'' Dicko balik bertanya. Sembari mengamati raut wajah Om Danu.
''Tadi aku pergi mencari Bram. Ternyata dia sudah pindah dua hari yang lalu. Bahkan dia juga sudah mengganti nomor ponselnya. Maafkan aku Om. Sampai sekarang aku belum bisa membawa Bram pulang.''
Dicko melihat, Om Danu tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Kesalahpahaman yang terjadi diantara mereka belum juga menemukan titik terangnya hingga detik ini.
''Tidak apa-apa," sambil menepuk nepuk lembut pundak Dicko, ''Kamu sudah makan?''
''Aku belum lapar Om "
''Ya sudah, istirahat saja di kamarmu. Kamu pasti capek kan? ''
Dicko pun segera beranjak dari tempat duduknya dan berjalan masuk ke kamarnya yang tidak jauh dari tempat duduk mereka saat ini.
****
Seperti biasa, dimalam hari adalah giliran Aruna yang menjaga warung tantenya yang ada diseberang jalan dan tak jauh dari rumah.
Malam ini kelihatannya sepi, hingga belum ada satupun pelanggan yang mampir di warungnya. Aruna memandang keluar dan mengamati keadaan jalan disekitar. Dari kejauhan tampak sesosok pria berjalan mendekati warungnya. Meski jalanan sedikit gelap malam itu, tapi Aruna masih bisa mengenali sosok itu.
''Jaka?'' panggil Aruna.
Jaka pun tersenyum lebar sembari melangkahkan kakinya menghampiri Aruna.
"Ada perlu apa kamu kesini?'' Tanya Aruna.
''Aku mau beli sesuatu lah. Kamu sendiri sedang apa disini?"
''Menjaga warung. Ini warungnya Tante Novi, tanteku. Kok kamu bisa ada disini? Apa kamu mengikutiku?" Goda Aruna. Jaka pun tertawa kecil mendengarnya. Ternyata Aruna juga suka bercanda.
''Kebetulan aku tinggal disekitaran sini. Aku mau beli sesuatu dan kebetulan cuma warung ini yang paling dekat.''
''Oohh ... begitu ya? Aku pikir kamu mengikutiku. Kamu baru pindahan ya? Soalnya baru kali ini aku melihat kamu," Aruna meninggikan alisnya, mencoba memastikan dugaannya. Selama Aruna menunggui warung Tante Novi, ini pertama kalinya dia melihat Jaka di daerah sekitar tempat tinggalnya.
''Loh ... setiap hari kan kita ketemu?" Seloroh Jaka.
''Bukan. Bukan begitu. Maksudku, baru kali ini aku melihat kamu di daerah sini. Biasanya orang yang mampir kemari kebanyakan tetangga. Dan baru kali ini kamu mampir ke warung ini. Jadi aku pikir kamu orang baru di daerah sini.''
Jaka hanya tertawa. Sambil menggaruk - garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal itu. Sebenarnya saat ini dia sedang gugup. Gugup karena seorang gadis manis di hadapannya saat ini.
''Hellooo ... Eh, ada si Jaka tingkir. Ngapain si Jaka Tingkir disini Run?" Tanya Shanti yang tiba tiba saja muncul entah dari mana asalnya.
Serentak Aruna dan Jaka pun berpaling, menoleh ke arah Shanti.
Terkadang, disaat bosan dirumahnya, Shanti suka menemani Aruna menjaga warung. Hitung - hitung biar dapat camilan gratis ceritanya. Kan lumayan buat mengisi perut.
''Jaka, sedang kamu disini? Tau dari mana alamat kita? Atau jangan-jangan kamu ngikutin kita ya?'' sambungnya lagi menggoda Jaka.
Jaka pun sukses melotot menatap Shanti. Hingga Shanti jadi salah tingkah, "Aku salah ya? Maaf, becanda kali Jaka. Jangan serem begitu mukanya."
''Dia tinggal di sekitar sini," sela Aruna.
''Waaah ... Jadi kita tetangga dong. Trus kita bisa berangkat kerja bareng. Asiiiik."
Tampak Jaka mengulum senyum manisnya, semanis wajahnya. Entah perasaan apa yang kini dia rasakan. Gadis manis itu selalu membuatnya rindu. Rindu ingin bertemu. Walau hanya sekedar saling menyapa.
...----------------...
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Yukity
mampir disini ..👍🏼😍
2021-12-26
0
SyaSyi
hai k aku mampir di karyamu membawa like
salam dari aku dan mantan kekasih suamiku
aku tunggu feedbacknya
2021-06-09
1
Rinjani Anjni
pasti jaka itu bram
2021-05-20
1