Lobi kantor
Sebuah mobil putih tiba dan berhenti tepat didepan pintu masuk. Dengan cepat seorang security yang sedang berjaga saat itu, membukakan pintu mobil. Sedangkan sang sopir terburu - buru mengambil kursi roda dari bagasi.
Seorang pria paruh baya turun dari mobil itu sambil di bantu sang sopir duduk di kursi rodanya. Dialah Danu Anggara, direktur utama TRF.
Tak berapa lama mobil lain pun tiba. Seorang pria muda dengan potongan rapi, berpostur tinggi dan tampan turun dari mobil itu. Kemudian menghampiri Pak Danu dan membantu mendorong kursi rodanya untuk memasuki gedung bertingkat itu.
Bu Diana pun datang dengan tergesa-gesa untuk menyambut kedatangan atasannya itu.
''Selamat datang kembali Pak. Bagaimana keadaan Bapak? Bapak kan belum pulih benar kenapa datang ke kantor? Bapak kan bisa menghubungi saya kalau Bapak ingin bertanya tentang keadaan di kantor.'' Kata Bu Diana mencemaskan keadaan Pak Danu
Pak Danu terlihat mengulum senyum.
Hampir 20 tahun lamanya Bu Diana bekerja di TRF. Untuk itu hubungannya dengan pak Danu sudah seperti keluarga, bukan atasan dan bawahan lagi.
''Saya tidak apa apa, kamu tidak perlu cemas. Tolong kamu ikut keruangan saya, ada yang perlu saya bicarakan.''
''Iya, baik Pak."
Merekapun bersama sama beranjak keruangan pak Danu.
****
Sementara itu di pantry kantor ...
"Oh ya ... Soal yang tadi itu, tolong jangan diambil hati ya? Dia orangnya memang Begitu." Kata Aruna pada Jaka. Seolah dia sudah mengenal Teddy si pria sok tahu itu.
''Tidak apa apa, itu hal yang biasa. Siapapun pasti marah, apalagi kalau sampai bajunya kena tumpahan kopi." Kata Jaka sembari menyiapkan secangkir kopi tanpa gula yang diminta Bu Diana.
Aruna tersenyum manis, hatinya kini merasa lega. Ternyata Jaka pemuda yang baik. Meskipun namanya udik tapi dia cukup manis apalagi kalau rambutnya sedikit berantakan.
''Kamu kenal orang itu?" Tanya Jaka kemudian.
"Sayangnya iya, aku kenal dia.''
''Oh ... pantas saja." Jaka pun tidak bertanya lagi. Dia tidak ingin tau lebih banyak lagi tentang si sok tau itu.
''Sedang apa kalian? Apa pekerjaan kalian sudah selesai?'' Tanya Shanti yang datang tiba tiba dengan kain lap dan kemoceng ditangannya.
''Lagi bikin kopi buat siapa sih?'' Tanya Shanti kepo saat pandangannya bergulir dan melihat Jaka tengah menyeduh secangkir kopi.
''Waaahh sepertinya kopinya enak nih." Shanti menelan salivanya dalam-dalam. Sambil pandangannya fokus pada secangkir kopi itu.
''Kamu juga mau?'' Tanya Jaka sembari tersenyum.
''Boleh, boleh." Dasar Shanti. Tidak akan menolak yang namanya gratisan.
''Tunggu sebentar ya."
Segera Jaka menyeduh secangkir kopi pahit lagi. Lalu menyodorkannya pada Shanti.
''Ini kopinya, silahkan dicicipi." Jaka tersenyum tipis sembari memperhatikan Shanti yang terlihat senang saat menerima kopi itu.
Aruna pun hanya bisa tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu. Shanti tidak tahu kalau kopi itu sebenarnya pahit. Aruna pun iseng, sengaja membiarkan sahabatnya itu mencicipi kopinya.
Perlahan Shanti pun mulai menyesapnya. Namun tiba-tiba saja dia menyemburkan kopi itu bak dukun yang tengah beraksi.
Byurrrrr
''Wueekk! Pahit ... Pahit ..." Shanti memuntahkan kembali kopi yang sudah terlanjur tertelan itu. Sementara Aruna dan Jaka hanya tertawa - tawa melihat tingkah Shanti yang lucu itu. Lagian Shanti gak cek and ricek dulu.
''Ya ampun Jaka, kamu sengaja mau mengerjai aku ya?" Sungut Shanti.
''Kamu sendiri yang minta.''
"Kenapa tidak bilang dari tadi kalau kopinya itu pahit" Shanti pun mulai cemberut. Dia kesal dengan ulah Jaka yang sengaja memberinya kopi pahit itu.
''Makanya kasih tahu kalau kamu mau kopinya pake gula.''
''Ikh ... aku jadi kesal deh. Oh ya, tapi itu kopi buat siapa sih?"
Ya ampun, hampir saja Jaka lupa. Sejak tadi Bu Diana memesan kopi itu. Tamatlah riwayatnya kini. Ibu - ibu gendut itu sebentar lagi akan menjelma menjadi seekor singa lapar. Sudah pasti. Siapa dulu dong. Ratunya ngomel.
''Oh iya, tadi aku lihat Pak Danu baru saja datang. Dia datang bersama dengan seorang pangeran. Dan pangerannya itu cakep banget loh Run. Aku jadi penasaran, kira-kira dia itu siapa ya? Dia itu benar-benar tipe idealku Run. Aku jadi ingin tau siapa namanya."
Shanti pun mulai genit. Kebetulan tadi dia sedang bersih bersih di lobby saat Pak Danu datang bersama pangeran yang dia maksud. Matanya hampir tak berkedip melihat pria tampan yang datang bersama pak Danu saat itu.
''Dasar genit kamu ... Kalau dia itu pangeran, terus kamu ini siapa? Jangan terlalu ketinggian deh Shan. Jatuh dari ketinggian itu rasanya sakit. Kita itu ya, ibarat langit dan bumi. Dia di atas, kita di bawah. Jangan pernah mimpi bisa mendapatkan seorang pangeran." Celetuk Aruna mengingatkan Shanti tentang posisi dan status mereka saat ini. Lagipula mana ada pangeran yang mau dengan upik abu seperti mereka ini.
Dan Shanti malah memasang kembali wajah cemberutnya. Tapi, apa yang di katakan Aruna itu ada benarnya juga.
****
Sementara itu di ruang direktur. Situasi tampak sedikit menegang.
''Jadi dia belum datang?'' Pak Danu terkaget saat mendengar seseorang yang dimintanya datang ke kantor hari ini malah mengabaikan perintahnya. Tampak ada kecemasan yang sangat dari raut wajahnya saat ini.
''Iya Pak. Dari tadi saya sedang menunggu kedatangannya. Tapi dia belum juga datang. Saya pikir dia akan datang bersama Pak Danu." Jawab Bu Diana.
''Bram ... Kamu kemana?'' Gumam Pak Danu lirih. Memanggil putranya.
Raut wajah pak Danu pun seketika berubah. Ada kesedihan yang nampak dari raut wajah pria paruh baya itu. Putra tercintanya sudah dua tahun pergi dari rumah semenjak kepergian ibundanya tercinta untuk selama lamanya.
Sejak saat itu Bram tidak pernah lagi pulang ke rumah meski hanya untuk menjenguk ayahnya. Baru beberapa hari yang lalu Pak Danu mengetahui kabarnya dari Dicko dan memintanya untuk datang menemuinya di kantor. Dan dari Dicko pula dia tahu kalau Bram sudah menyelesaikan kuliahnya saat ini.
Bahkan dia sama sekali tidak tahu bagaimana Bram membiayai hidupnya sendiri. Karena Bram mengembalikan semua fasilitas darinya. Bram bahkan memutuskan pindah kuliah dan tidak memberitahu ayahnya kemana dia pindah. Mereka benar benar telah kehilangan komunikasi. Selama dua tahun ini pak Danu terus mencari keberadaan Bram hingga membuatnya jatuh sakit.
Dicko Adiguna, pria tampan yang datang bersama pak Danu. Dicko adalah pria yang dingin, dan sulit di tebak. Bermuka datar karena jarang di wajah tampannya itu terukir sebuah senyuman. Sejak kecil dia sudah tinggal dengan pak Danu karena sejak kecil dia sudah menjadi yatim piatu. Orang orang mengenalnya sebagai saudara sepupunya Bram.
''Tidak usah khawatir Om, aku yakin dia pasti datang. Kalau Om mau aku bisa bawa dia menemui om. Yang terpenting sekarang adalah kesehatan Om dulu. Masalah Bram, biar aku saja yang urus." Kata Dicko menimpali. Dia khawatir dengan kondisi kesehatan Pak Danu yang belum pulih betul saat ini.
''Iya benar itu pak. Yang paling penting sekarang itu adalah kesehatan bapak. Kan ada Pak Dicko,untuk sementara gimana kalau Pak Dicko saja dulu yang menggantikan bapak. Pak Dicko ini kan sudah berpengalaman dan sudah dua tahun bekerja dengan kita," kata Bu Diana menambahkan.
''Ya sudah... Dicko, untuk sementara tolong kamu gantikan Om. Soal Bram, nanti kalau kamu ada waktu tolong kamu temui dia. Kasih tau kalau Om lagi sakit dan Om ingin sekali bertemu dengannya.''
Tok tok tok
Terdengar suara ketukan pintu.
''Masuk." Seru Pak Danu mempersilahkan.
Seseorang membuka pintunya dengan perlahan. Saat pintu terbuka, tampak Shanti datang dengan nampan berisi secangkir kopi yang di minta Bu Diana. Wajahnya pun tampak sumringah dan jadi salah tingkah saat tatapannya tanpa sengaja bertemu dengan tatapan Dicko.
''Permisi pak, saya membawakan kopi pesanan Bapak." Kata Shanti malu - malu sembari berjalan menghampiri dan meletakkan kopi itu di meja setelah dipersilahkan. Sesekali dia terlihat mencuri pandang kearah Dicko.
''Terima kasih'' kata pak Danu.
''Kenapa malah kamu yang bawa, kan tadi saya minta Jaka yang bawa. Mana Jaka, kenapa bukan dia yang bikin kopinya.''
Sesuai perkiraan Jaka tentunya, ibu ibu gendut ini sudah pasti akan menjelma menjadi seekor singa lapar. Seperti yang tampak sekarang ini. Dia mulai mengeluarkan omelan pamungkasnya.
''Emm ... Anu Bu, itu, tiba tiba saja perutnya Jaka sakit Bu. Jadi dia meminta saya yang membawakan kopinya. Tapi kopi itu jaka yang bikin kok, Bu." Jawab Shanti tergagap.
Untung saja Jaka mendadak sakit perut. Akhirnya Shanti jadi punya kesempatan untuk melihat Dicko dari dekat. Sang pangeran impiannya.
''Ya sudah, cepat keluar dan kembali bekerja." Bu Diana tegas.
''Baik bu. Saya permisi dulu." Detik itu juga Shanti mendadak lesu dan tak bertenaga.
Shanti pun segera meninggalkan ruangan itu dengan wajah cemberut. Pupus sudah harapannya ingin melihat Dicko sedikit lebih lama. Akh, ibu-ibu gendut itu begitu tega. Padahal dia hanya ingin melihatnya saja dari jauh. Pangeran impiannya itu.
...----------------...
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
ARSY ALFAZZA
mantap
2021-11-21
0
Fira Ummu Arfi
lanjutttttt
2021-09-22
0
Fira Ummu Arfi
semangatttt
tinggalin jejak jg di Novelku yaa ASIYAH AKHIR ZAMAN 🥰
2021-09-22
0