Keesokan harinya Aruna berusaha berangkat kerja lebih awal, sesuai dengan peraturan TRF yang mengharuskan Karyawan CS datang paling lambat dua puluh menit sebelum karyawan lain berdatangan. Mereka harus membersihkan setiap sudut ruangan tanpa terkecuali.
Bahkan Jaka pun kali ini datang lebih awal. Dia tidak ingin terkena semprotan omelan Bu Diana untuk kedua kalinya.
Dengan semangat empat lima Aruna mengerjakan tugasnya mulai dari menyapu lantai, mengepel, membersihkan kaca jendela, membuang sampah, bahkan sampai membersihkan toilet.
Meskipun pekerjaan seperti ini sering dinilai rendah oleh orang lain, namun tidak sedikitpun Aruna merasa malu. Bagi Aruna semua pekerjaan sama saja. Yang terpenting adalah kita mengerjakan pekerjaan itu dengan sepenuh hati.
Waktu kecil Aruna gemar menggambar. Yang paling digemarinya adalah menggambar seorang putri cantik dengan gaun yang indah. Dia bahkan suka menggambar berbagai model pakaian. Mulai beranjak remaja diapun akhirnya bercita cita ingin menjadi seorang desainer. Namun sayang dia harus mengubur dalam - dalam impiannya itu semenjak kepergian orangtuanya.
Sebuah keberuntungan dia bekerja di TRF, sebuah perusahaan fashion ternama di kotanya. Namun sayang, pekerjaan yang dia dapatkan hanya sebagai Cleaning Service.
Tak berapa lama terlihat karyawan lainpun mulai berdatangan, termasuk si Teddy bear, julukan yang diberikan Alika kala sedang kesal dengan kakak sepupunya itu.
Diantara para karyawan itu ada sesosok pria dengan tampilan yang terlihat berbeda. Sangat rapi dan menawan, ditambah lagi dengan kacamata hitam yang membingkai wajahnya.
Dicko Adiguna.
Pria tampan itu. Dia berjalan dengan santai menuju ruang direktur. Sesekali dia terlihat menganggukkan kepalanya pelan, membalas sapaan karyawannya. Tetapi, tanpa senyuman sedikitpun.
*****
Di pantry kantor itu ...
Seperti biasanya Aruna melihat Jaka tengah sibuk menyiapkan kopi pesanan para karyawan. Sedangkan Shanti sedang membantu Jaka menyiapkan cangkir sesuai jumlah pesanan. Shanti telah menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat hingga dia pun sempat membantu Jaka meski hanya menyiapkan beberapa cangkir.
''Kamu mau kopi apa teh Run?" Tanya Shanti saat melihat sahabatnya datang ke pantry.
''Tidak usah, aku air putih saja." Jawab Aruna sembari mengambil gelas dan menuangkan air kedalam gelas itu dan meneguknya sampai habis.
''Jaka, kopi satu, diantar keruang direktur ya?'' Bu Diana datang dengan tiba - tiba mengagetkan mereka.
''Waduh, maaf Bu. Saya sedang menyiapkan kopi pesanan karyawan lain Bu. Kalau saya lama nanti saya dimarahi lagi Bu." Jaka mencoba menolak dengan sopan.
''Saya saja Bu. Saya bisa." Sela Shanti cepat dengan wajah kegirangan.
Namun Bu Diana malah menatap Shanti dengan tatapan mencurigakan. Dia tahu Shanti sering mencuri pandang kearah Dicko saat membawakan kopi pak Danu kemarin. Dan kali ini, pasti dia ingin melihat Dicko.
''Tidak. Kamu ikut saya, dan kamu Aruna bawakan kopi keruangan Pak Dicko." Titah Bu Diana tanpa bisa dibantah lagi.
Shanti pun cemberut. Bibirnya komat kamit tak karuan. Aruna dan Jaka hanya tersenyum melihat tingkah lucunya itu.
****
Tok tok tok ...
Aruna mengetuk pintunya.
''Masuk."
Terdengar sahutan dari dalam. Aruna pun mulai memutar handel pintu dan mendorongnya perlahan.
"Permisi Pak, saya membawakan kopi pesanan bapak.'' Kata Aruna begitu memasuki ruangan itu dan mendapati atasannya sedang memunggunginya.
''Taruh saja dimeja." Titah Dicko dengan posisi duduk masih membelakangi Aruna.
Aruna kemudian lantas menaruh kopi itu di meja kerja Dicko. Dan bermaksud meninggalkan ruangan itu.
''Saya permisi dulu pak." Pamit Aruna sopan.
''Silahkan." Masih dengan posisi duduk membelakangi Aruna.
Aruna lalu bergegas meninggalkan ruangan itu. Bertepatan saat Aruna hendak keluar, Dicko pun kemudian berbalik. Dan sekilas dia melihat punggung Aruna dan rambut panjangnya yang dikuncir. Sampai gadis itu menghilang dari pandangannya.
Dicko pun mulai menyeruput kopinya, menyesapnya perlahan. Namun tiba tiba saja ...
Byurrrrr ...
Dicko malah menyemburkan kopi itu. Seketika raut wajahnya pun berubah drastis karena rasa yang tidak biasa dari kopi itu.
''Kenapa kopinya pahit? Bukannya tadi aku minta kopinya pakai gula?" Gumam Dicko heran dengan dahi mengkerut.
Segera dia bangun dari tempat duduknya dan bermaksud memanggil Aruna kembali. Siapa tahu saja gadis itu belum jauh dari ruangannya.
Dan benar saja, Aruna masih berada tak jauh dari ruangannya. Meski hanya sekilas namun Dicko masih ingat betul dengan kunciran rambutnya itu.
''Hei, tunggu." Panggil Dicko sembari melangkahkan kakinya mengikuti Aruna. Ditangannya ada secangkir kopi yang dibuatkan Aruna tadi.
Mendengar ada yang memanggilnya berkali - kali, Aruna pun menghentikan langkahnya. Kemudian memutar tubuhnya. Tetapi tiba-tiba saja, kunciran rambutnya itu mengayun dan mengenai wajah Dicko. Hingga mengganggu pandangannya dan akhirnya kopi ditangannya pun tumpah. Dan sedikit mengenai kemeja yang dikenakannya saat itu.
Seketika raut wajah Dicko pun berubah. Wajahnya memerah bak kepiting rebus karena amarahnya yang tak tertahan lagi.
''Heh, kamu kalau kerja yang benar. Lihat, baju saya jadi kotor. Mau kamu saya pecat? Dan ini, apa ini?" Sembari memperlihatkan cangkir di tangannya itu.
"Saya tidak minta kopi pahit. Kamu sengaja mau mengerjai saya?'' Hardik Dicko dengan nada meninggi.
Dengan tangan gemetarnya Aruna pun bermaksud membersihkan kemeja Dicko. Tangannya mulai terulur hendak menyentuh kemeja Dicko. Namun belum sempat tangannya menyentuh kemeja itu, kata-kata pedas telah lebih dulu meluncur bebas dari mulut Dicko.
''Jangan sentuh saya dengan tangan kamu itu." Larang Dicko sembari melirik tangan Aruna yang sudah terulur hendak membersihkan kemejanya. Aruna pun menarik kembali tangannya yang terulur.
''Maafkan saya pak, saya tidak sengaja." Aruna meminta maaf sambil menundukkan wajahnya dalam dalam. Dia nampak ketakutan. Bahkan karyawan lain yang melihatnya pun merasa takut. Baru kali ini Dicko semarah itu.
Melihat Dicko yang tengah naik pitam saat ini, Jaka yang kebetulan berada di sekitar pun segera membalikkan tubuhnya dan bergegas kembali ke pantry. Seolah dia tak ingin menyaksikan kejadian itu.
''Lain kali saya tidak mau hal seperti ini terjadi lagi. Kalau sampai kamu melakukan kesalahan lagi, saya tidak segan-segan akan memecat kamu secara tidak hormat dari perusahaan ini." Amarah Dicko belum juga mereda.
"Bagaimana bisa gadis aneh dan ceroboh seperti kamu bisa bekerja di kantor ini." Tambahnya lagi.
Aruna hanya tertunduk malu. Dia merasa sangat bersalah pada Dicko. Matanya pun mulai berkaca - kaca. Entah kenapa dadanya terasa begitu sesak . Dimarahi atasan didepan umum seperti ini sungguh membuatnya sangat malu, rasanya dia ingin menghilang saat itu juga.
Perlahan Aruna pun mengangkat wajahnya dan memberanikan diri menatap Dicko.
Deg ...
Tatapan mereka pun bertemu. Jantung Dicko seketika seakan berhenti berdetak. Bagaimana tidak, Aruna menatapnya sendu. Matanya berkaca - kaca, hingga setitik air mata pun mulai mengalir dari sudut mata indahnya kini. Segalak - galaknya Dicko, dia tidak akan bisa jika melihat ada wanita yang menangis didepannya.
''Sekali lagi maafkan saya. Saya tidak ada niat sedikitpun mengerjai bapak. Saya hanya melakukan tugas saya, dan saya sudah berusaha dengan sebaik mungkin. Tapi kalau bapak ingin memecat saya, silahkan. Saya terima dengan senang hati.''
Dicko pun terdiam mendengar jawaban Aruna. Mendadak jantungnya berdegup kencang. Dia tak tahu harus berkata apa saat ini. Jawaban Aruna dan tatapan Aruna seakan membuatnya membeku seketika.
Tatapan sendu Aruna membuat perasaannya tak karuan kini. Baru kali ini ada wanita yang membuat perasaannya sekacau ini. Amarah yang tadinya semakin memuncak itu, tiba tiba saja mereda hanya karena tatapan mata indah Aruna. Air Mata Aruna seakan telah meluluhkan hatinya.
''Ma__maaf, saya tidak bermaksud__'' Ucap Dicko tergagap.
''Tidak apa-apa. Orang seperti saya memang pantas diperlakukan seperti itu. Saya hanya bawahan, kelas rendahan. Sedangkan bapak adalah atasan saya. Memang sudah seharusnya bapak bersikap seperti itu." Sela Aruna sebelum Dicko menyelesaikan kalimatnya.
Sambil menghela nafas panjang Aruna kembali meminta maaf kemudian segera beranjak meninggalkan tempat itu. Meninggalkan Dicko yang masih berdiri mematung dan terus memperhatikan punggung Aruna sampai wanita itu menghilang dari pandangannya.
Dicko pun menyadari kalau para karyawan memperhatikannya. Bahkan si Teddy Bear yang sedari tadi berada di tempat itu mencoba menghampirinya.
''Boss tidak apa apa? Mau saya antar ke ruangan boss?'' kata Teddy menawarkan. Kalau untuk urusan cari muka,Teddy ahlinya.
''Tidak apa-apa," jawab Dicko datar.
''Maafkan Aruna ya Boss, dia memang seperti itu. Terkadang kata - katanya halus tapi menyakitkan.''
''Namanya Aruna? Kamu kenal dia?''
''Dia saudara sepupu saya Boss. Sekali lagi saya minta maaf atas nama Aruna. Boss jangan marah ya?''
''Tidak apa-apa.''
Dicko menatap Teddy datar kemudian kembali ke ruangannya dengan perasaan aneh yang mulai menghinggapi relung hatinya.
...----------------...
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Jong Nyuk Tjen
s jaka kyny s bram deh , anak kandung dr bos besar. Dicko hati2 nih bakal bucin kamu ke aruna /Grin/
2024-09-05
0
Hiskia Midah
penasaran sama Jaka Tarub Thor🤣🤣
2021-06-24
0
Hiatus
Semangat kakak
2021-05-10
1