Jam 04.30 sore Aruna baru pulang kerumahnya. Hari pertama kerja cukup melelahkan baginya. Berbeda dari pekerjaannya di cafe sebagai waiters, pekerjaannya kali ini cukup menguras tenaganya. Untung saja dia sudah terbiasa melakukan pekerjaan seperti ini dirumahnya.
Sejak kedua orang tuanya meninggal, Aruna dan Alika adiknya, tinggal di rumah pamannya. Rumah peninggalan orangtuanya terpaksa dijual untuk melunasi hutang orangtuanya yang menumpuk semasa mereka masih hidup.
Sejak saat itu Aruna terpaksa berhenti kuliah dan memilih mencari pekerjaan demi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan untuk membiayai sekolah adiknya. Untung saja pamannya berbaik hati mau menampung mereka dirumahnya.
''Kenapa jam segini baru pulang?'' seru seseorang saat Aruna hendak masuk ke kamarnya.
Teddy, si pria sok tahu. Dia adalah saudara sepupu Aruna. Dari dialah Aruna tahu kalau TRF membuka lowongan pekerjaan. Teddy orangnya cukup baik, itupun kalau lagi ada maunya. Tentu saja dia membantu Aruna mendapatkan pekerjaan di TRF tidak dengan cuma cuma, itu ada imbalannya. Dia meminta Aruna membelikannya jam tangan bermerek .
''Masih ingat dengan perjanjian kita kan?'' Tanya Teddy. Seakan perjanjian di antara mereka itu sangat penting.
''Iya, masih ingat kok." Jawab Aruna datar.
''Atau sepatu yang kamu simpan itu buat aku saja Run. Yaaa ... Daripada nanti gaji kamu tidak akan cukup untuk kebutuhan kamu. Kan lumayan, uangnya nanti bisa kamu tabung.''
''Kita lihat aja nanti Kak Teddy." Kemudian bergegas masuk ke kamarnya.
****
Sepasang sepatu putih yang sudah dua tahun lamanya menghiasi rak sepatu Aruna itu entah siapa pemiliknya. Meski sampai saat ini Aruna tidak tahu siapa pemiliknya tapi dia masih menyimpannya dengan rapi dan sering membersihkannya agar sepatu itu tidak rusak sampai dia bisa mengembalikan sepatu itu pada pemiliknya nanti.
Sepatu seperti itu mungkin banyak dijual dipasaran. Tapi sepatu itu terlihat berbeda, karena ada inisial nama pemiliknya. ''A'' adalah inisial nama yang tertera di sepatu itu. Mungkin sepatu itu dipesan khusus oleh seseorang yang spesial.
''Dijual saja Kak sepatunya. Mungkin pemiliknya sudah tidak butuh lagi,'' ucap Alika saat melihat Aruna tengah memperhatikan sepatu itu.
Kedatangan Alika seketika membuyarkan lamunannya. Aruna pun langsung mengalihkan pandangannya pada Alika.
Alika menghempaskan tubuhnya di ranjang dan menghela nafas panjang. Dia tampak lelah. Setiap pulang sekolah Alika menggantikan tante Novi menjaga warung sembakonya. Malamnya adalah giliran Aruna yang menjaga warung. Begitu setiap hari. Seakan mereka tidak diberi kesempatan untuk istirahat.
''Siapa yang jagain warung? Nanti Tante Novi marah loh." Cemas Aruna.
''Ada om Heru kok. Om Heru sendiri yang suruh aku pulang." Ucap Alika kemudian membaringkan tubuhnya di atas kasur.
Aruna kini mengalihkan pandangannya kembali pada sepatu itu.
''Dijual saja Kak, lagipula sudah dua tahun loh Kak. Tidak mungkin kan pemiliknya tiba-tiba saja datang dan minta sepatunya dikembalikan. Lebih baik dijual saja, toh sepatunya juga tidak muat di kaki Kak Runa." Kata Alika menyarankan.
Entah siapa pula pemilik sepatu itu. Dia hanya heran pada kakaknya. Sudah dua tahun berlalu, tapi dia masih saja berharap menemukan sang Cinderella Prince yang meninggalkan sepasang sepatunya itu.
''Yah siapa tahu. Suatu hari kakak akan bertemu dengannya."
Aruna berharap bisa mengembalikan sepatu itu pada pemiliknya nanti. Dia bahkan belum sempat mengucapkan kata terima kasih atas bantuan pemilik sepatu itu. Terkadang rasanya konyol berharap bertemu dengan orang yang bahkan tidak dikenalnya sama sekali.
Flashback on
Dua tahun sebelumnya.
Malam itu Aruna baru pulang dari rumah temannya setelah menyelesaikan tugas kelompok. Dia hendak membersihkan tubuhnya dari keringat yang terasa lengket malam itu saat tiba-tiba telfonnya berdering.
''Halo?'' sapa Aruna dengan perasaan yang mendadak gelisah, seolah akan terjadi sesuatu.
''Apa?'' Pekik Aruna seketika dengan air mata yang mulai bercucuran membasahi wajahnya.
Bagai disambar petir malam itu, seketika perasaan Aruna pun hancur. Isak tangisnya pecah saat itu juga. Semakin lama semakin meraung - raung. Hingga terdengar pilu dan menyayat hati.
Pihak rumah sakit menelfon nya malam itu dan mengabarkan kalau orang tuanya mengalami kecelakaan mobil dan keadaannya sedang kritis saat itu. Mendengar kabar itu Aruna pun bergegas ke rumah sakit.
Dengan perasaan yang hancur dan air mata yang terus mengalir, Aruna berlari sekuat tenaganya. Dia tak tahu harus berbuat apa. Aruna hanya bisa menangis tersedu sedu. Kenapa begitu cepat ayah dan ibunya pergi. Bagaimana dia akan menjalani hidupnya nanti.
Aruna kini menghentikan langkahnya. Nafasnya terengah-engah. Perlahan dia pun kembali melanjutkan langkahnya dengan tertatih - tatih. Kakinya begitu sakit karena dia berlari tanpa menggunakan alas kaki. Saking terkejutnya mendengar kabar itu, hingga dia pun lupa mengenakan alas kaki. Bahkan saat itu dia tidak punya uang sepeserpun.
Karena merasa lelah, Aruna memutuskan beristirahat sebentar sembari duduk di trotoar jalan sambil memijat kakinya yang terasa pegal.
Tiba - tiba saja seseorang yang tak dikenal datang menghampirinya. Seseorang itu terlihat sedang mengeluarkan sesuatu dari ranselnya.
Orang itu mengambil sepasang sepatu putih dari kotak kardus yang dia keluarkan dari ranselnya. Dengan sopan dia memakaikan sendiri sepatu itu di kaki Aruna tanpa meminta ijin Aruna terlebih dahulu. Indera penciuman Aruna saja bisa menebak kalau sepatu itu masih baru.
''Maaf, kamu siapa?'' tanya Aruna canggung sambil mencoba mengintip wajah orang itu dibalik topi hitamnya.
''Kamu mau kemana?'' tanya orang itu sembari memakaikan sepatu yang sebelahnya lagi.
''Rumah sakit.''
Tanpa bertanya apa - apa lagi, dengan sopan orang itu membatu Aruna berdiri dan berjalan kearah taksi yang sedang menunggu. Aruna Pun langsung masuk kedalam taksi itu tanpa berpikir panjang lagi.
Saat itu yang terpenting baginya adalah kondisi orangtuanya yang tengah dalam keadaan kritis. Kekhawatirannya membuatnya tidak bisa berpikir apa - apa lagi. Tidak tahu apa yang harus Aruna perbuat saat itu. Jika terjadi sesuatu pada orangtuanya, bagaimana nasibnya dan Alika nanti.
''Antar dia ke rumah sakit ya pak,'' ujar orang itu sambil menyodorkan selembar uang seratus ribuan pada sopir, lalu menutup kembali pintu taksi itu kemudian.
Aruna terkejut melihat orang itu tidak ikut naik taksi bersamanya. Padahal taksi itu adalah taksi yang ditumpanginya tadi. Aruna bahkan tidak mengenal orang itu. Tapi satu hal yang pasti, orang itu adalah orang yang baik.
.
Sesampainya di rumah sakit Aruna langsung melangkahkan kakinya cepat menuju IGD. Dia melihat Alika sedang ditemani Shanti. Adiknya itu tengah menangis tersedu - sedu dalam dekapan Shanti.
''Alika." Panggil Aruna sembari berjalan menghampiri.
Melihat Aruna datang, Alika pun langsung menghambur ke dalam pelukan kakaknya dengan erat sambil terus menangis.
''Ayah dan Ibu Kak, kata dokter mereka harus segera dioperasi." Kata Alika di sela isak tangisnya.
''Yang kuat ya Run, sabar." Shanti mencoba menguatkan sahabatnya itu. Yang baru saja di landa musibah.
Mereka bertiga berpelukan saling menguatkan. Tak lama kemudian dokter yang menangani pun keluar dari ruangan itu.
''Bagaimana keadaan orang tua saya dok?'' tanya Aruna cemas.
''Mereka harus segera dioperasi." Sahut dokter itu singkat.
''Tolong lakukan yang terbaik untuk orang tua saya dok.''
''Saya akan berusaha semampu saya. Tapi tolong kalian selesaikan dulu administrasinya.''
*****
"Apa?"
Aruna sangat terkejut begitu tahu berapa banyak biaya yang harus dia keluarkan untuk operasi orangtuanya saat itu yang begitu besar. Darimana dia akan mendapatkan uang sebanyak itu.
''Maaf dek, tapi biaya operasinya sudah dilunasi. Baru saja dilunasi begitu adek kemari." Kata resepsionis yang bertugas malam itu.
''Sudah dilunasi? Tapi, siapa yang melunasinya Sus?'' Siapa gerangan orang yang telah berbaik hati mau melunasi biaya operasi orangtuanya yang begitu besar.
''Orang itu, katanya dia kerabat kamu." Suster itu menunjuk kearah seorang laki-laki yang berjalan tergesa-gesa meninggalkan rumah sakit. Seorang laki-laki dengan topi hitam dan ransel di punggungnya.
Laki-laki itu adalah orang yang telah membantu Aruna di jalan tadi. Pemilik sepasang sepatu putih itu.
''Tunggu." Panggil Aruna kencang sambil berlari mengejarnya. Namun begitu cepat laki-laki itu menghilang dari pandangannya. Sampai akhirnya Aruna hanya melihat bayangan orang itu dari balik jendela mobil yang melintas didepannya saat itu.
Flashback off
*
*
*
Bersambung...........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
ARSY ALFAZZA
❤️
2021-11-21
0
Leea Ada Rantesalu
episode 50
2021-06-20
0
Othor Santai Maksimal❤🖤
like
2021-05-08
2