Charlotte duduk gusar di kursi mobilnya. Sudah beberapa kali ia melihat jam di pergelangan tangannya. Dan ia sadar kalau sudah dua puluh menit lamanya ia menunggu kedatangan Xander. Namun belum ada tanda-tanda kedatangan dari kakaknya itu.
Sekali lagi Charlotte melihat jam tangannya kemudian berdesáh tak sabar. "Kemana sih si bodóh ini sebenarnya."
Akhirnya Charlotte meraih ponsel di kursi sebelahnya hendak menghubungi kakanya lagi. Namun tiba-tiba saja terdengar suara ketukan pada kaca mobil di sebelahnya.
Tok! Tok! Tok!
Charlotte yang mendengar suara ketukan itu pun segera menoleh ke asal suara dan mendapati Xander yang saat ini sudah berdiri di dekat pintu mobil dengan kacamata hitamnya.
Dengan cepat Charlotte menurunkan kaca jendela mobilnya. "Kenapa lama banget sih?"
"Bisa aku masuk dulu? Lihat, kulitku terbakar matahari dan terkena debu." ujar Xander menunjukkan kulitnya yang sebenarnya dalam kondisi baik-baik saja.
Charlotte berdecak kesal dan melengos pada kakak laki-lakinya itu. "Ya sudah, cepat masuk!"
Dengan cepat Charlotte membuka pintu mobil bagian kursi pengemudi, turun, lantas pindah ke kursi bagian penumpang yang berada di bagian belakang.
Xander hanya diam memperhatikan tingkah laku dari adiknya yang menurutnya aneh itu dengan alis terangkat. 'Dia kan tidak perlu pindah ke belakang begitu. Memangnya aku ini punya virus atau apa sehingga dia harus duduk jauh-jauh begitu. Di sebelah kursi pengemudi kan masih kosong.' pikir Xander sebal.
"Sejak kapan kau jadi lamban begini?" gerutu Charlotte lagi sebelum ia masuk ke dalam mobil. Setalah masuk, Charlotte lalu menutup pintu mobil di sebelahnya dengan bantingan kasar.
Xander hanya memutar bola matanya malas. Omelan seperti ini adalah hal yang biasa Charlotte lakukan tapi entah kenapa tetap terasa menyebalkan.
A
'Apa-apaan sih gadis ini. Kenapa dia harus mengomel begitu, sih. Masih untung aku mau datang untuk menjemputnya. Menyebalkan!' batin Xander lagi.
Melihat sang kakak yang tidak kunjung masuk dan malah melamun di luar mobil, Charlotte lalu menurunkan kaca mobil di sebelahnya dan menyembulkan kepalanya keluar jendela.
"Apa kau tak mau masuk?" seru Charlotte dari dalam mobil.
"Masuk, tentu saja."
"Lalu kenapa masih di situ? Buruan masuk!"
Tidak menjawab, Xander hanya melirik Charlotte sekilas sebelum akhirnya ia membuka pintu bagian kemudi. Ia bergegas masuk dan mengacuhkan Charlotte yang masih saja terus mengomel di kursi belakang.
"Darimana aja sih, kenapa lama banget?" seru Charlotte kesal.
"Apartment."
"Yakin dari apartment?" Charlotte menatap Xander dengan tatapan menyelidik, ia tak percaya. "Kalau hanya tidur, kenapa bisa lama sekali?"
Xander memilih untuk tak menjawab dan membuat Charlotte mulai merasa kesal.
"Ah, kalau di lihat-lihat, aku tau kalau kau itu pasti memang sengaja mengulur waktu." tuduh Charlotte asal.
Xander menolehkan kepalanya ke kursi belakang, menaikkan sebelah alisnya. "Kau lagi menuduhku sekarang?"
"Ya, semacam itu. Aku tahu semua niat busuk yang ada di kepalamu itu, Xander. Aku tau kalau kau memang sengaja ingin membuatku mengering di sini karena menunggumu, ya kan?" ujar Charlotte sinis.
"Hah?"
"Mengaku saja. Kau pasti mau membuatku tersiksa, kan? Niat utamamu pasti ingin membuatku merasa bosan di sini, jujur saja!" tuduh Charlotte terus-terusan.
"Ck, tuduhan konyol macam apa itu?"
"Sudahlah, mengaku saja. Aku sudah tau semua niat terselubungmu itu!" sembur Charlotte yang masih belum berhenti bicara bahkan masih terus mengomel sambil melotot galak pada Xander.
Xander mengusak kepalanya frustasi. "Berhentilah bicara. Kau ini lupa atau bagaimana, sih? Sudah kubilang aku sedang tidur. Aku harus bersiap dulu. Setelah itu aku kan harus menunggu taksi pesananku datang lebih dulu barulah aku bisa sampai ke sini."
"Menunggu taksi?" tanya Charlotte menaikkan sebelah alisnya, menatap Xander heran. "Taksi apa yang kau maksud?"
"Taksi untuk aku tumpangi kesini, tentu saja. Apalagi memangnya. Aku kan harus pesan taksi online dulu! Menunggu sampai taksinya datang, barulah aku bisa pergi ke sini untuk menjemputmu." Xander berujar sebal sambil fokus memasang sabuk pengaman di tubuhnya.
Xander merasa heran kenapa adiknya ini terus saja bertanya hal konyol. Charlotte kan bukan orang bodoh. Hal kecil seperti itu tidak mungkin Charlotte tak tahu.
"Lagipula kenapa harus naik taksi sih. Memangnya mobilmu kemana?" tanya Charlotte lagi heran.
Xander memutar bola matanya bosan. Ia menoleh sekilas pada gadis cantik yang duduk di belakangnya itu. Gadis cantik, tapi bodoh.
"Lebih baik pikir dulu sebelum bertanya. Kalau aku datang kemari naik mobilku sendiri, lalu siapa yang akan membawa mobilmu ini? Hantu? Bukannya kau sendiri yang tadi menelepon agar aku datang karena kau tak ingin menyetir sendiri." Xander bicara dengan nada sinis.
"Oh, benar juga." Charlotte menganggukkan-anggukkan kepalanya. "Kau benar, Xander."
Xander tersenyum sinis. "Lagipula tidak mungkin aku harus jalan kaki ke sini."
"Tapi aku tidak peduli dengan alasanmu itu!" tandas Charlotte lagi. "Karena yang jelas saat ini kau sudah datang terlambat!" timpalnya.
"Charlotte-"
"Dan masalah mobil, kan bisa saja di parkir di sini dulu, nanti baru kau ambil lagi. Banyak sekali sih kau membuat alasan. Kalau telat, ya telat saja!"
"Tidak mau! Kenapa juga aku harus repot-repot menyimpen mobilku di sini." tolak Xander cepat.
Charlotte hanya mengibaskan tangannya acuh. "Ya sudah cepat. Ayo jalan! Aku harus sampai di apartemen dengan cepat untuk istirahat karena sore ini akan ada pemotretan jadi aku tak mau kecapean!"
"Bawel banget sih." ujar Xander menggaruk pipinya jengah. "Beginilah contoh kalau orang yang tak pernah kenal yang namanya sabar!"
"Siapa yang kau sebut tak tahu sabar?" Charlotte menatap galak membuat lelaki itu seketika terlonjak.
"Tidak ada yang menyebutmu begitu. Kau hanya salah dengar."
Charlotte menatap Xander beberapa detik sebelum mengibaskan tangannya acuh, tidak terlalu ambil pusing.
"Terserah saja." ujar cuek. "Tapi kenapa kita masih di sini. Kenapa tak bergegas sejak tadi, mau menunggu apa lagi?"
"Daritadi aku kan hanya meladeni kau mengoceh, bagaimana kita mau jalan?!" gerutu Xander.
"Oke, aku akan diam sekarang, jadi cepatlah jalan!" seru Charlotte kesal.
Xander menatap Charlotte kesal dan mulai menyalakan mesin mobilnya lalu melajukan mobil Charlotte menuju ke arah gedung apartment milik gadis itu.
Satu fakta, Charlotte memang lebih memilih untuk tinggal di apartment miliknya di tengah kota dibanding harus tinggal di mansion utama milik keluarga mereka. Bukan tanpa alasan, dahulu, menurut Charlotte mansion mewah itu adalah tempat yang selalu membuatnya teringat pada mendiang orang tuanya.
Bertahun-tahun lamanya tinggal di mansion mewah itu membuat Charlotte terus merasakan kesedihan yang mendalam. Hingga pada suatu hari Charlotte meminta langsung pada sang kakek untuk pindah dan lebih memilih untuk tinggal di apartment saja.
Selain itu, apartment itu juga berguna untuk pekerjaan Charlotte sebagai model karena jarak apartemen dan kantor agensinya tidak terlalu jauh.
Sang kakek yang diketahui memang sangat suka memanjakan Charlotte, tanpa berpikir dua kali langsung saja memberikan cucunya itu sebuah apartment mewah yang berada di tengah kota.
Tuan Romanov bahkan menyediakan satu apartemen lain, di gedung yang sama khusus untuk Xander, cucu sulungnya agar pemuda itu bisa hidup dalam satu lingkungan dengan Charlotte dan juga bisa menemani gadis itu kemanapun.
Charlotte memiringkan kepalanya, melirik ke kursi depan, ke arah Xander yang masih saja fokus menyetir tanpa sedikitpun mengajaknya bicara.
Apa kakak lelakinya itu masih marah padanya?
Gadis itu lalu menggeleng. Itu jelas tidak mungkin karena sekesal apapun Xander padanya, pemuda itu tidak pernah benar-benar mengabaikannya. Kalau pun Xander marah, nanti juga akan baikkan lagi.
Charlotte menghela nafasnya kasar.
Sebenarnya dia sendiri merasa sangat bosan dengan segala keheningan ini. Tapi mengingat harga dirinya yang memang terlalu tinggi, benar-benar membuatnya merasa ogah untuk mengajak pemuda itu bicara santai seperti biasanya.
Di tengah keheningan itu ponsel Charlotte tiba-tiba bergetar, tanda sebuah notifikasi pesan masuk. Charlotte meraih ponsel itu dan membuka layar kunci pada ponselnya kemudian membaca isi pesan itu.
Ia tersenyum lebar saat mengetahui siapa pengirim pesan lalu bergegas membalas pesan itu. Charlotte kembali menolehkan kepalanya pada Xander.
"Xander, putar balik!" perintah Charlotte tiba-tiba.
Pemuda itu mengernyit bingung. "Hah?"
"Aku bilang putar balik!" Charlotte mengulangi kata-katanya. "Aku tak jadi pulang ke apartment!"
"Tidak jadi?" pekik Xander.
"Ya! Lebih baik sekarang kau antar saja aku ke hotel Clinton."
Xander menaikkan sebelah alisnya. "Ke Hotel Clinton. Hotel milik kakek maksudmu?"
"Ya, aku ingin kesana sebentar."
Xander menurunkan sedikit kacamata hitamnya, lalu melirik sekilas pada adik angkatnya itu dari kaca spion di depannya. "Aneh, tidak biasanya kau mau kesana. Memangnya mau apa ke hotel kakek?"
"Kencan."
"Kencan?" Xander membulat. "Kencan lagi?
***
✔ Note :
▪Author tidak akan mengubah kesalahan ejaan, typo dan hal lainnya karena faktor KEMALASAN TINGKAT AKUT. Dan sesungguhnya kemalasan adalah kerajinan yang tertunda.
▪Author peduli dengan kesehatan mata kalian, jadi, kalau kalian kurang suka sama ceritanya, Author sarankan kalian untuk mencari cerita yang lain saja, karena cerita ini bisa menyebabkan sakit mata akut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments