"Jimmy, kan?" tebak Hyuji sedikit ragu, takut salah orang. Akan tetapi insting tersebut muncul begitu saja karena presensi didepannya kali ini masihlah membekas didalam ingatan Hyuji dengan erat. Mengingat dulu, pemuda ini mampu memikat secuil perasaan yang Hyuji punya.
"I-iya! Noona— dari mana tau kalau aku...?"
Sedikit aneh memang, saat Jimmy bilang jika dia ingin melamar kerja ditempatnya, padahal Jimmy merupakan putra tunggal salah seorang pebisnis yang berpengaruh dikota yang mereka tinggali saat ini.
"Jangan panggil aku Noona! Kita seumuran! Kau benar-benar lupa padaku?"
Jimmy mengerut dahi, mencoba mengingat kembali sosok cantik yang berdiri dihadapannya. Akan tetapi itu sama sekali tidak berhasil.
"Aku teman sekelasmu saat SMA dulu!"
Oh benarkah? Jimmy kembali mengerut dahi. Kali ini menelisik, menautkan maniknya pada gadis yang sedang menggerakkan tubuhnya sedikit antusias.
Jimmy memang terkenal saat sekolah dulu, bayak gadis yang mendekati atau bahkan berusaha menyatakan perasaan mereka. Akan tetapi, Jimmy termasuk pemuda dingin dan pendiam, membuat para gadis itu mengungkapkan isi hati mereka secara diam-diam. Baik itu berupa surat dikolong meja, ataupun kado bertumpuk diatas meja, hingga membuat Jimmy muak.
"Benarkah? Sepertinya aku tidak pernah..." tiba-tiba sekelebat ingatan mereyap, membuatnya mengingat sesuatu. "Ah~! Kau teman GiNa ya?"
Hyuji agak kecewa saat Jimmy lebih mengingat GiNa. Tapi setidaknya, Jimmy tau tentang presensi dirinya dari sosok GiNa.
"Kau benar!" jawab Hyuji antusias sekali.
Ketika suasana mulai mencair, Hyuji hampir saja memperpanjang percakapan jika saja lonceng pintu toko bunganya tidak kembali berdenting. Wajah yang juga tidak asing, kali ini Hyuji sedikit lupa, tapi ia yakin pernah melihatnya.
"Ah, selamat pagi! Selamat datang di D'flor!" Sapa Hyuji ramah pada seseorang yang baru saja masuk kedalam toko bunganya.
Dilihat nya pemuda itu melepas kertas yang tertempel didinding kaca bagian depan toko, kemudian berjalan sambil membungkuk sekilas memberi hormat, Hyuji membalas tanpa ragu.
Ah, entah mengapa hari ini mata Hyuji seperti sedang mendapatkan berkah saja. Bagaimana tidak, dua pemuda tampan kini ada didepan mata.
"Saya... mau melamar kerja disini! Bisakah saya bertemu pemilik toko ini?"
Suara madu itu mampu menarik perhatian dua orang sekaligus. Hyuji yang terperangah dengan ekspresi dinginnya, dan Jimmy yang perlahan menoleh pada sumber suara.
Pemuda yang baru datang memberikan senyuman sarkas diujung bibir, sedangkan Jimmy, menyempurnakan pandangannya dengan membalik seluruh badan menghadap sosok tersebut.
"Ternyata kau seorang pengangguran ya? Aku kira kau putra konglomerat?" kelakar Jimmy sambil menatap tajam pada sosok pemuda tinggi dihadapannya. Sedangkan yang ditatap, membalas dengan manik jengah bukan kepalang.
"Kau diam saja. " jawab John santai. dia bahkan tak peduli jika dirinya disebut pengangguran atau gelandangan sekalipun, John sudah kebal dengan sebutan itu.
"Aku yang datang lebih dulu!"
Apa?
John bahkan terkekeh saat mendengar joke yang tidak lucu dari bibir Jimmy. John mengangkat kertas ditangannya.
"Tapi kau melupakan ini! Bukankah aku yang lebih berhak mendapatkan pekerjaan ini! Lagi pula—" John menjeda demi menautkan pandangan dan mengubah rautnya untuk membuat Jimmy terintimidasi. "—seharusnya kau nikmati saja uang ayahmu dirumah?!"
Apa ini?
Hyuji pikir, toko bunganya sekarang menjadi medan perang untuk dua orang yang mungkin saja mempunyai dendam kesumat. Bahkan dalam bayangan imajinasi Hyuji, tatapan mereka berdua seolah mengeluarkan sengatan listrik dan bisa membuat siapa saja yang ingin memisah keduanya akan turut hangus terbakar.
"Stop! Hentikan! Aku tidak tau kalian memiliki dendam apa! Tapi aku mohon hentikan semua sekarang juga!" pinta Hyuji dengan nada suara dingin.
John melirik pada sosok Hyuji dengan manik rusanya yang sungguh dapat memikat siapapun. Sedangkan Jimmy, menatap Hyuji dengan mata sipitnya yang menggoda. Kini, Hyuji seolah berubah seketika menjadi sebuah bola pingpong yang dilempar kesana kemari.
"Jim, tolong—"
"Jadi siapa yang berhak mendapatkan pekerjaan ini?" sarkas Jimmy, kembali melihat kearah John.
"Aku—" suara Hyuji kembali tercekat saat John tak mau kalah, dia turut menimpali perkataan Jimmy dengan jawaban yang lebih masuk akal.
"Bukankah, peraturannya—siapa yang memegang brosur pengumuman itu adalah orang yang berhak atas pekerjaan tersebut?"
Hyuji mengatup bibirnya rapat. Dia bahkan tak tau harus menjatuhkan pilihan kepada siapa, karena menurut Hyuji keduanya akan sangat menguntungkan jika diterima bekerja disini.
Manik Hyuji menilai keduanya, bahkan dia mengacak surai pendek itu hingga sedikit berantakan.
"K-kau yang lebih berhak!" tunjuk Hyuji pada salah satu pemuda itu sambil memejam sekilas.
John bersorak dalam wujud tawa diujung bibir, sinis sekali. Kemudian menggerakkan-gerakkan kertas itu sekilas didepan Jimmy sambil berjalan mendekat pada sosok Hyuji.
"Jadi aku diterima bekerja disini bukan? Baiklah, silahkan sebutkan peraturan dan pekerjaan yang harus aku lakukan!"
Hyuji menatap tak enak pada sosok Jimmy yang masih berdiri terpaku di tempatnya.
"Jim, aku—"
"Tidak apa-apa!" Sahut Jimmy cepat sembari menyematkan senyuman paling ramah yang ia punya kepada Hyuji. "Aku akan sering mampir kesini sebagai pelanggan! Dan tolong beritau aku jika dia belum datang saja! Karena aku malas melihat pria sejenis dia!"
"O-eoh... "
Tetap tak mau kalah, John kini kembali maju beberapa langkah dengan tatapan menantang, seakan mereka memang dilahirkan untuk menjadi sepasang rival. "Kalau begitu, akau akan sampai ditempat kerjaku, tiga puluh menit sebelum jam kerja dimulai!" tutur John dengan penekanan pada kata tiga puluh sambil mengangkat telapaknya dan mengacungkan tiga jari didepan wajah Jimmy.
Hyuji? Dia hanya melihat. Tak mau ikut campur. Hingga Jimmy berpamitan dan hilang dibalik pintu toko yang begemerincing, dan ia dapat merangkum dengan jelas bagaimana John melambai tangan dengan tawa senang.
Sedikit kesal juga sih, saat Hyuji hampir menangkap sosok yang ia kagumi dulu. Namun semua kembali menjadi angan karena pria dihadapannya.
"Haaah, baiklah! Katakan padaku pekerjaan apa yang harus aku lakukan dihari pertamaku ini madam?!"
"Madam? Kau pikir aku ibu-ibu yang suka menghadiri acara sosialita?"
"Lalu aku panggil apa? Noona? Atau ibu pimpinan? Atau nama saja?"
Wah, Hyuji sudah mengambil keputusan yang salah. Dia akan berurusan dengan pemuda menyebalkan seperti dia.
"Berikan daftar riwayat hidup dan juga identitasmu terlebih dahulu!"
"Eoh, aku hampir lupa! Anda tidak akan menyesal memperkerjakan saya madam! Disamping pintar, saya juga tampan! Pasti akan banyak pelanggan yang datang untuk membeli karena terpikat dengan wajah saya!"
Cih, dia punya rasa percaya diri yang cukup besar dan juga sangat pandai berbicara. Meskipun yang dikatakannya itu —ya...memang benar. Dia memang tampan. Bahkan di tempat gelap sekalipun dia akan tetap terlihat—
tunggu,
Hyuji mengingat sesuatu.
"Kau mengikutiku?" tanya Hyuji mengejutkan John. Pemuda itu membolakan kedua manik rusanya dengan ekspresi terkejut yang menggemaskan.
"Di atap gedung!" lanjut Hyuji.
Padahal, sebenarnya,John sama sekali tidak mengingat. Saat itu John hanya berupaya untuk membuat gadis itu luluh dan turun dari tepian pagar pembatas gedung. Tapi sepertinya takdir berkata lain, mereka benar-benar kembali bertemu dan John masih ingat betul apa yang pernah ia katakan pada wanita yang hampir mengakhiri hidupnya malam itu.
"Kalau begitu,"John menjeda kalimatnya sejenak, memangkas jarak, dan menatap seduktif pada sosok Hyuji. "—haruskah kita menjadi sepasang kekasih?"[]
•
•
John disini karakternya tengil-tengil nyebelin, tapi juga bisa serius atau bahkan romantis. Berbeda dengan karakter dia di cerita Vienna dan another Winter yang dewasa dan dingin.
Semoga Vi's bisa membawa karakter tersebut dengan konsisten dan tidak ada kendala.
Tap-tap Like dan komentarnya jika tidak keberatan.
Dan juga, terima kasih atas apresiasinya.
Salam Hati Warna Ungu,
💜💜💜
Vizca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments