"Tia..." Ibu memanggilku. "
"Ya bu." aku menghampiri ibuku.
"Ibu udah gak punya uang buat belanja, kamu pergilah ke warung bu eni minta diutangin sayuran, ya. Bilang nanti kalo gajian dibayar."
"Iya bu." Kata tia. Dan ibuku pun mendikte belanjaan apa saja yang akan dihutang.
Aku menulisnya pada selembar kertas. Aku pun pergi ke warung bu eni. "Bu, ini daftar belanjaannya, kata ibu nanti dibayar kalo udah gajian."
"Baiklah," kata bu eni. Dan bu eni pun membungkus satu persatu pesanan yg tertera di kertas.
Ibu-ibu yg berbelanja di warung bu eni berbisik. "Liat tuh ditinggal ayah nya, ga mampu belanja sayur." Kata ibu yg satu dan disahuti ibu yang lain.
Aku permisi pada bu eni dan bilang terima kasih. Aku hanya menunduk mendengar rumpian ibu-ibu itu dan cepat-ibu berlalu. Entah apalagi yg mereka bicarakan. Aku gak mau tau dan gak mau dengar, karena akan menambah kesedihan saja.
Sampai dirumah aku langsung ke dapur, ibuku sedang masak nasi. "Dapat sayur nya nak?" tanya ibu.
"Dapat bu, nih." kata tia menyerahkan bungkusan belanjaannya pada ibu.
"Apa kata bu eni?" tanya ibuku lagi.
"Ya gak apa bu." jawabku. Aku tak cerita yang dirumpiin ibu-ibu. "Biarlah ibu ga usah tau." batinku.
Hari berganti, dan hampir tiap hari aku ke warung bu eni untuk utang sayuran, dan banyak sekali omongan tidak enak yg kudengar dari ibu-ibu.
Suatu Hari
"Eh bu eni, jangan ngutangin bu nia, kemarin saya liat, tia belanja di warung bu ira." kata salah satu ibu-ibu rumpi itu.
Bu eni menegur ku. "Eh tia! Kalo ada duit jangan belanja ditempat lain dong!! Ngutang disini, punya duit belanja ditempat lain." Hardik bu eni.
"Ga bu, ga seperti itu." Tia mencoba menjelaskan tapi ibu yg satu lagi terus saja mengompori bu eni. Akhir nya aku hanya bisa diam menunduk tanpa ada kata penjelasan yang mau didengar oleh bu eni. Aku pun berlalu sambil menenteng belanjaanku.
Di jalan tia hampir saja menangis mendengar penghinaan ibu2 itu. Mereka gak tau, kalo tia ke warung bu ira karena bu ali yang menyuruhnya belanja ( Bu Ali salah satu tetanggaku yg baik hati, dia sering membantu keluarga kami, dan beliau juga salah satu langganan menjahit dengan ibuku)
Oh ya, aku belum jelaskan, Ayah ku seorang tentara angkatan darat yg hanya berpangkat Sersan Mayor. Ayahku meninggal di usia 46 tahun. Ibu ku seorang ibu rumah tangga yang punya keahlian menjahit pakaian, tapi langkah ibuku hanya menjahit baju ibu-ibu yang tinggal di komplek kami, karena ayahku yang begitu pecemburu yang membatasi langkah ibuku. Ibuku berusia 36 tahun. Dan kami hidup mengandalkan gaji pensiun dari ayah yang hanya setengah karena ayah meninggal masih dalam dinas, dan tambahan dari penghasilan jaitan ibuku kalo ada yg menjahit, itupun kalau langsung dibayar, terkadang ada juga yg ngutang dan pas ditagih pasti marah-marah dan semua nya ditimpakan pada diriku, karena memang cuma aku yang selalu disuruh ibuku, karena fitri sudah gak mau nagih uang ke langganan jahit ibu karena pernah dimarahin juga saat menagih.
Sepupuku ka mia, baru saja diterima kerja di salah satu counter jam terkenal di salah satu mall di jakarta, Abangku, bang tiar kadang kalo pagi pergi ke pasar untuk jadi kuli panggul atau menjual kantong plastik, karena siang dia harus sekolah. Sedangkan aku kadang membantu ibuku merapikan baju yg sudah selesai dijahit ibuku, seperti mengesum kiliman baju atau memasang kancing baju. Terkadang kalo ibu sedang tidak ada jahitan, beliau membuat kue bakpau kacang tanah, dan aku yg mengantarkan kue-kue itu ke warung untuk dititip jual.
Alhamdulillah kami tidak harus bayar sewa rumah, karena kami menempati salah satu rumah dinas di komplek.
Walau hidup kami pas-pasan terkadang malah kurang, tapi kami gak mau mengandalkan belas kasih dari orang lain, karena itu akan membuat kami jadi pemalas dan tak mau berusaha.
"Tiaaa.." Panggil ibu.
"Iya bu." sahut tia seraya menghampiri ibu nya yang sedang melipat sebuah baju.
"Tolongin ibu ya nak. Anterin nih baju ke rumah bu tisna. Uang nya tungguin, kemarin dia janji akan langsung bayar. Nanti kamu langsung beliin beras ya di toko Pak Haji." Ibu memberi penjelasan.
"Baik bu." kata tia. Tia pun berlalu dan segera mengantarkan baju jahitan itu ke rumah bu tisna.
"Assalamu alaikum." Salam tia di depan rumah bu tisna.
"Waalaikumsalam." Sahut seseorang dari dalam. "Eh tia, sini masuk." Ajak bu tisna.
Tia pun masuk kedalam rumah bu tisna. "Baju ibu udah jadi ya? Mana sini dicobain dulu." Tia pun menyerahkan bungkusan baju itu.
Tak lama bu tisna keluar dengan baju baru nya. "Bagus ga tia? Enak nih dipake nya."
"Bagus bu. Pas." kata tia.
"Bilang sama ibu kamu, uang nya besok aja ya. Udah malam pamali ngeluarin duit malam-malam." Kata bu tisna.
"Maaf bu. Tadi kata ibu uang nya sekarang aja, soalnya buat beli beras. Kata tia memohon.
"Sudahlah bu, bayar saja uangnya. Orang baju nya udah siap, bayar nya ditunda-tunda. Lagian besok kita berangkatnya abis subuh." Kata pak tisna yang tiba-tiba keluar dari kamar.
Dengan berat hati bu tisna pergi ke kamar mengambil uang jahitannya. "Nih tia uang nya. Udah lunas ya." Ketusnya.
"Makasih ya bu, pak. Tia pamit, assalamualaikum." Kata tia.
"Eehhhmmm..." Kata bu tisna.
Tia langsung keluar dan menutup pintu gerbang rumah bu tisna.
Tia pun bergegas ke Toko Pak Haji. "Assalamu alaikum pak haji." salam tia.
"Wa alaikumussalaam. Eh tia." kata pak haji. "Tia mo belanja apa?" tanya pak haji.
"Tia disuruh ibu beli beras 10 liter pak haji." kata tia.
"Yang biasa ya tia?" tanya pak haji.
"Ya pak haji." tia mengangguk.
Pak Haji pun menyiapkan pesanan tia. Tak lama kemudian. "Ujaang! Ujaang!" Pak haji berteriak memanggil salah seorang karyawannya.
"Ya pak haji." Sahut ujang yg tergopoh-gopoh menghampiri pak haji.
"Tolong anterin nih pesanan beras ibu nya tia. Kasian tia ga akan kuat bawa nya." Perintah pak haji.
Tia yang mendengar jadi bingung. "Pak Haji, tia bisa koq bawa sendiri beras nya. Ga usah dianterin mang ujang." kata tia.
Pak Haji tersenyum. "Kamu yakin bisa bawa itu semua?" kata pak haji menunjuk ke arah karung beras dan dus sembako untuk tia.
"Tapi pak haji, tia kan cuma beli beras 10 liter aja, kenapa jadi banyak begitu?" kata tia tambah bingung.
"Tidak apa tia, ini rejeki buat kamu dan adik-adikmu. Salam sama ibu mu ya. Bilang ini bukan dari pak haji tapi ada yang titip ke pak haji." Jelas pak haji.
"Alhamdulillaah.." kata tia. "Pak Haji ini uang nya." Tia menyerahkan uang beras nya pada pak haji.
Pak haji menggeleng. "Bawa aja uang nya tia, buat keperluan yang lain." kata pak haji.
Tia mengangguk tak enak. "Baiklah."
Tia pun pulang diantar mang ujang sampe rumahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 213 Episodes
Comments
Fathia Fatya
semangat thor
2021-02-20
1
Rissalia
Bagus kak cerita nya. Seru dan bikin penasaran
Oh ya mampir juga ya kak ke karya aku yang berjudul
"Queen Of The Ruler" dan "Pernikahan Dadakan"
Terimakasih..
2021-02-10
2
Rissalia
Bagus kak cerita nya. Seru dan bikin penasaran
Oh ya mampir juga ya kak ke karya aku
"Queen Of The Ruler" Novel bergenre Fantasi, Time-travel dan pertualangan.
Terimakasih..
2021-02-10
0