"Assalamualaikum..." Salam bang tiar.
"Wa alaikumussalaam..." Disahuti dari dalam serempak.
"Nah tuh, bang tiar pulang." Kata fitri.
Nindi dan feri langsung berhamburan keluar menghampiri bang tiar yang baru saja masuk kedalam rumah. "Bang Tiar bawa apa?" tanya feri yang melihat abang nya menenteng sesuatu.
"Nih, bawa kedalam. Jangan berebut." kata bang tiar memberikan bungkusan pada feri.
Tiar mencium tangan ibu nya. "Ibu sudah makan?" tanya tiar. Ibu mengangguk.
Tiar mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. "Bu, ini hasil jualan plastik tiar hari ini." Tiar menyerahkan pada ibu nya.
"Kamu simpan saja nak, buat keperluan sekolah kamu." pinta ibu. Tiar pun mengangguk.
______________________
Aku baru saja tiba dirumah jam 5 sore dari sekolah, memang jadwal sekolahku yang masuk jam 12 siang.
Aku lihat ibuku sedang berbicara dengan seseorang ditemani kak mia. "Assalamu alaikum.." ucapku.
"wa alaikumsalam.." jawab mereka.
Aku mencium punggung tangan ibuku. Ternyata ada keponakan ayahku yang lain yg tinggal tidak jauh dari komplek tempat tinggal kami.
Aku langsung membersihkan diriku. Aku melihat 3 adikku sedang bercanda di kamar, aku menghampiri mereka....
"Ayoooo kalian sudah mandi belom?" kataku dan dijawab serempak oleh adik-adikku.
"Sudah kak." Adikku yg paling kecil nindi menghampiriku dan langsung duduk dipangkuanku.
Nindi memang selalu dekat denganku. Aku melihat ibuku masuk kamar dan membuka lemari, kulihat beliau mengambil lembaran uang dari laci lumayan banyak.
Aku bertanya untuk apa uang sebanyak itu? ibuku hanya berlalu, kuikuti ibuku dengan pandanganku, dan aku pun berjalan ke depan pintu kamar. Kulihat ibuku memberikan uang tersebut kepada keponakan ayahku. ( oh ya, nama nya Abang Aril). Tak lama dia pun meninggalkan rumah.
Lalu aku menghampiri ibuku. "Bu, koq uangnya dikasihin ke bang aril?"
Ibu ku menjawab: "Iya, dia pinjam buat modal katanya. Bulan depan dibayar."
Aku hanya mengangguk. Kak mia menyuruh kami untuk siap-siap berwudhu karena adzan maghrib telah berkumandang. Bang tiar pun juga baru tiba dirumah pulang dari sekolah.
Setelah shalat maghrib kami makan malam bersama di ruang tamu beralas tikar, karena karpet sudah digulung.
Setelah makan aku dan fitri ke kamar mengambil buku pelajaran, karena memang ada PR yang harus dikerjakan, aku sengaja mengerjakan sendiri karena Ayah yg biasa mengajariku belajar sudah tidak ada.
Aku gak mau belajar dengan abangku, karena dia gak sabaran dan sering membentakku kalo aku lama mengerti.
Fitri juga begitu, dia lebih memilih bertanya padaku daripada ke abangku.
Soal demi soal ku kerjakan ternyata ada yg aku tidak mengerti, dengan terpaksa aku mendatangi abangku yg sedang belajar juga.
"Bang, tia gak ngerti soal no. 9. Tolong ajarin bang."
"Mana sini?!" kata abangku, lalu dia mengajariku dan lagi-lagi dia tidak sabaran.
Aku sampe menahan linangan airmata yg hendak jatuh, karena abangku terus saja ngomel aku gak ngerti.
Akhirnya aku ambil buku ku dan berlalu dari abangku, tapi abangku tidak puas, dia mengejarku dan menarik bukuku.
Sambil membentak: "Kalo lagi diajarin tuh jangan pergi!!! kebiasaan!!"
Aku tetap gak mau, karena percuma tidak akan masuk ke otakku kalo diajarin sambil dibentak-bentak.
Ibu ku masuk ke kamar mendengar keributan. "Ada apa ini!! Kenapa gak bisa akur??!! Selalu saja ribut, seneng ya bikin ibu jantungan haaahhh???" ibuku mulai kesal.
"Ini abang ngajarinnya sambil marah-marah, kan gak bisa masuk otak, beda kalo ayah yg ngajarin." Mendengar aku menyebut ayah, ibuku menangis.
Aku jadi merasa bersalah, lagi-lagi abangku memarahiku dan tak segan tangannya mengeplak kepalaku.
Aku langsung berlalu sambil menangis melihat itu kak mia langsung memarahi abangku.
"Kamu gak boleh begitu sama adikmu, kasihan tuh ibu tambah sedih liat kelakuan kalian."
Memang selama ini aku sering belajar sama ayah karena abangku yang tidak sabaran.
Sering ayahku menasehati kami, kalo kami bersaudara jangan saling bertengkar, harus saling membantu.
"Nanti kalo ayah sudah gak ada, ayah pesen sama kalian, jangan sampe berpisah, saling bantu satu sama lain , jangan sampe kesusahan keluarga orang lain tahu. Dan satu lagi ayah pesen, jadilah orang yang jujur, karena orang jujur itu rejeki nya lapang, mau melangkah kemana saja orang gampang memberi kepercayaan pada kita."
Begitulah hari-hari kulalui tanpa ayah, aku jadi harus belajar mandiri di usiaku yang baru 11 tahun.
Bulan pun berlalu, harus nya hari ini bang aril mengembalikan uang yang dia pinjam pada ibu, tapi sampe malam tiba, dia tak kunjung datang menepati janji.
"Kemana nih aril belum ada kabarnya?" Kata ibuku kepada kak mia.
"Sabar saja bu, mungkin besok kali dia kesini." kata kak mia. Ibu mengangguk.
Haripun berlalu, sudah lebih dari seminggu dari waktu yg ditentukan tapi tidak ada juga kabar dari bang aril. Akhir nya ibu menyuruh kak mia mendatangi rumah bang aril, aku pun ikut menemani kak mia.
"Assalamu alaikum...." kataku dan kak mia.
"Wa alaikumsalam ..." kata bang aril dan istrinya.
"Bang, mia kesini disuruh ibu minta uang yang abang pinjam dari ibu, karena kami sudah tidak pegang uang buat belanja besok dan ongkos adik-adik sekolah." jelas kal mia
Tapi jawaban bang aril diluar perkiraan kami. "Apa???? minta uang!!! Ayah kalian saja berhutang padaku sampe sekarang belom dibayar, aku gak pernah tagih!! Ini baru pinjam uang segitu saja sudah ditagih!!" bentak bang aril.
Aku dan kak mia kaget, tak menyangka mendengar kata-kata bang aril.
"Memang ayah pinjam uang buat apa sama abang sampe belom dibayar?" kata kak mia.
"Dulu ayah kalian pinjam uang buat beli tiket ibu kalian pulang kampung karena nenek sakit, sampe sekarang belom diganti!" kata bang aril masih dengan nada sinis.
"Harus nya abang bilang dong sama ibu kalo ayah punya hutang, bukan malah abang janji-janji pinjem uang akan dibalikin." sewot kak mia.
"Ooohh jadi sekarang mia sudah berani ya melawan abang??!! Baru tinggal di jakarta berapa bulan sudah berani sama abang.!!"
Dan pertengkaran itu terus berlanjut sampe istri bang aril juga ikut campur, ribut sama kak mia.
Aku gak mengerti masalah mereka karena mereka berbicara dengan bahasa daerah yang aku gak ngerti artinya. Aku menarik tangan kak mia untuk pulang karena ribut tak kelar. Aku lihat kak mia sudah menangis dan bang aril terus ngoceh-ngoceh. Akhir nya aku berhasil menarik kak mia dari rumah itu. Dan kami berjalan kearah rumah.
Sampai dirumah kak mia mengutarakan semua yang terjadi tadi, lagi-lagi aku tak mengerti apa yang dibicarakan mereka karena memakai bahasa daerah. Aku melihat ibuku menangis dan sedikit emosi.
Bang tiar datang dan bertanya padaku, lalu aku jelaskan. Dia begitu geram sambil mengepalkan tangannya, dia berlalu hendak kerumah bang aril, tapi buru-buru dicegah kak mia dan ibu.
"Sudah... sudah.. biarkan saja! Kalo memang ayah kalian berhutang, biarlah terlunasi hutang ayah, tapi kalau dia yg berbohong, biarlah Allah yg akan membalasnya." Ucap Ibu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 213 Episodes
Comments
Fathia Fatya
tega ya. orang lagi berduka bukannya dibantu malah minjem duit ga dibalikin. 😏
2021-02-20
1
anggita
awal critanya rda sedih yaa., tmbah like ben author smngat trus.,💪👍
2020-12-20
1