Jambret Hati
Yusuf Ahmad adalah seorang pria lulusan fakultas teknik yang mengadu nasib ke ibukota. Ia saat ini merasakan kejenuhan menunggu lamaran perkerjaan yang belum juga ada kabarnya. Ini sudah bulan ke kedua dia berada di kota tapi semua lamaran yang dimasukkannya belum juga ada jawaban, sementara ia sudah tidak mempunyai uang lagi untuk melanjutkan sewa kost bulan depan.
Pagi ini ia mencoba berjalan keluar rumah, rencana hatinya ingin mencari pekerjaan, dengan modal uang seratus lima puluh ribu di kantongnya. Yusuf hanya membawa tas ransel di punggungnya dengan wajah lesu ia berjalan, tetapi cacing di perutnya mulai meronta-ronta untuk segera diberi makan.
Ia hanya bernapas lelah, “Hah. Harus kemana lagi ini?” ujarnya sendiri.
Makan pagi saja harus berhemat supaya uangnya bisa cukup sampai mendapat pekerjaan. Ia melihat ada ibu-ibu penjual nasi uduk. Dan jadilah ia sarapan pagi dengan nasi uduk yang lumayan buat ganjal perut sampai sore. Nantinya ia akan membeli air mineral saja untuk menahan rasa lapar. Ah, sungguh miris nasip perantau ini ya.
“Bu, saya mau nasi uduk satu ya. Tambahin kerupuk yang banyak,” kata Yusuf.
“Iya, mas. Mau pakai gorengan gak mas?”
“Gak usah bu, itu aja,” kata Yusuf.
Padahal matanya tidak berhenti melirik gorengan yang masih hangat itu, tapi demi berhemat ia harus menahan seleranya untuk tidak menabah gorengan. Hmm, lumayan lah makan nasi uduk dulu, pikirnya dalam hati.
Setelah itu, Yusuf duduk di kursi plastik hijau yang telah tersedia di samping meja jualan. Ia mulai makan dengan lahap. Di saat ia fokus makan, seorang wanita cantik turun dari mobilnya berjalan ke tempat penjual nasi uduk itu.
“Bu, nasi kuningnya ada?” tanya wanita itu.
“Ada mba, mau nasi kuning?” dibalas anggukkan oleh wanita itu.
Setelah itu dia duduk di sebelah Yusuf, dan mulai memakan nasi kuning pesanannya. Yusuf yang dari tadi melirik wanita di sampingnya itu jadi terpana dengan gaya makannya. Wanita itu makan seperti orang kesurupan, entah itu doyan apa lapar. Yusuf hanya menggelengkan kepala, walau pun dari kampung ia masih bisa menjaga etika saat makan. Apalagi melihat wanita itu setelah makan mengeluarkan sendawa, ia hanya mengalihkan pandangannya ke tempat lain.
Si wanita yang merasa diperhatikan sedari tadi oleh Yusuf mulai merasa tidak enak.
“Eh, mas. Dari tadi kok lihatin saya terus ya?” kata wanita itu mencolek pinggang Yusuf.
“Aw!” Yusuf kaget pinggangnya dicolek oleh perempuan tadi.
“Eh. Maaf, maaf mas. Saya buat mas kaget ya?” ujar wanita itu salah tingkah, ia tidak bermaksud mencolek pinggang Yusuf. Itu hanya spontan saja untuk menegur Yusuf yang terus melirik dirinya dari tadi.
“Eh, mbak. Maaf buat mbak gak nyaman, maklum melihat orang secantik mbak membuat saya terpana. Di kampung, saya jarang melihat ada wanita secantik ini.” Jujur Yusuf.
Selama ini ia tidak berani menatap perempuan lewat dari batasnya, karena pesan orangtuanya untuk menjaga matanya dari maksiat. Berpacaran saja dia tidak pernah, makanya baru sekali ke kota ia merasa wanita-wanita di kota seperti artis di televisi.
Wanita itu segera berdiri karena ia sudah menghabiskan semua makanannya. Dikeluarkannya dompet untuk membayar, tapi wajahnya terlihat cemas seperti kehilangan sesuatu.
“Aduh. Gimana ini uang saya tidak ada.”
Wanita itu sibuk mengobarak-abrik isi tasnya, tapi tidak ditemukan dompet yang ia cari. Yusuf mendekati wanita itu.
“Mbak kenapa?” kata Yusuf.
“Uang saya tidak ada di dalam tas sama dompetnya juga mas.”
Wajah wanita itu berubah panik. Yusuf juga mau membayar makanannya, tetapi melihat wanita itu kesusahan tidak punya uang , ia berniat untuk membayarkan saja. Walau uangnya akan berkurang dua puluh ribu tidak apa, asalkan bisa membantu orang. Hitung-hitung beramal di pagi hari, mudah-mudahan ada jalan rejeki setelah ini, pikirnya dalam hati.
“Sudah biar saya yang bayarkan mbak.”
“Aduh, maaf merepotkan mas. Saya benar-benar berterima kasih kalau begitu,” kata wanita itu, menjabat tangan Yusuf. Tapi langsung dilepas oleh Yusuf, ia tidak nyaman bersentuhan kulit dengan wanita baru dikenal.
“Maaf, mas. Saya cuma berterima kasih saja,” kata wanita itu dengan senyum kikuk.
Setelah itu Yusuf memberikan uang kepada penjual. Yusuf mulai berpikir, apa yang harus dilakukannya setelah ini, sementara uangnya sudah semakin menipis. Tetapi, pikirannya terhenti melihat wanita itu masih berada di sampingnya dengan tatapan seperti ingin bertanya.
“Ada apalagi ya mbak?” tanya Yusuf heran, karena wanita tadi masih diam menatapnya.
“Mas boleh minta nomor teleponnya. Saya gak enak sudah dibayarin, mungkin nanti-nanti kita bisa bertemu lagi.”
Ya ampun Yusuf semakin aneh dengan wanita itu walau bayar nasi kuning tadi hanya enam ribu, tetapi wanita itu tidak enak hati pula.
“Boleh,” Yusuf memberikan nomornya.
“Mas kerja?” tanya wanita itu.
“Belum mbak, masih cari kerja.”
Pikiran Yusuf sudah simpang siur seperti jalanan ibukota. Pengangguran, tidak punya uang, tidak punya tempat untuk ditinggali. Rasanya dia mau menangis saja untuk segera balik ke kampungnya.
“Pengangguran ya? …. Hmmm,” kata wanita itu tampak berpikir.
“Ijazah ada?”
“Ada mbak. Saya lulusan teknik,” jawab Yusuf, merasa sedikit bingung dengan wanita di hadapannya itu.
“Mas sarjana? Saya kira tamatan SMP.”
Ya ampun ini wanita jahat sekali, masak Yusuf yang ganteng dan selalu cinta ibu bapak ini dibilang tamatan SMP. Mau dikemanakan waktu yang telah terpakai selama tujuh tahun ini, katanya dalam hati.
“Ikut saya mau?”
Yusuf seperti mendapat durian runtuh pagi ini, bertemu wanita cantik ditambah bantuan pekerjaan untuknya. Apakah ini balasan dari sedikit amalnya tadi, dia sangat bersyukur.
“Mau mbak. Saya kebetulan butuh pekerjaan,” serunya senang.
“Tapi sebagai asisten saya mau?”
“Mau mba, asalkan itu halal saya mau sekali.”
“Baiklah kalau begitu. Bisa sekarang? Karena saya butuh saat ini, kebetulan saya tadi juga mau cari orang di kantor.”
“Iya. Boleh mbak,” Yusuf senang sekali. Biar jadi asisten pun tidak masalah yang penting ia mendapat pekerjaan dan tidak perlu memikirkan bagaimana mencari lowongan kerja lagi.
“Oke. Setelah ini saya akan membawa mas ke kantor saya. Tapi mas harus bisa jadi asisten saya di kantor dan di rumah. Saya sibuk mengurusi semuanya sendiri,” kata Lidya, menjelaskan kepada Yusuf.
“Baik mbak,” jawab Yusuf.
Inilah yang paling diinginkannya, bisa mendapat kerjaan dan tempat tinggal sekaligus. Sesayang inikah Tuhan kepadanya karena telah dipertemukan dengan wanita cantik itu.
“Oh ya. Saya Lidya,” kata Lidya berjabat tangan memperkenalkan diri, dia juga tidak menyangka akan bertemu dengan Yusuf. Tadinya dia mau pergi ke kantor untuk membuka lowongan kerja sebagai asisten pribadinya, karena saat ini ayahnya sudah tidak bisa menjabat lagi jadi pimpinan di perusahaan sehingga ialah yang bertugas mengantikan.
“Saya Yusuf mbak,” balas Yusuf.
“Oke, ayo langsung saja sekarang ikut saya ke kantor.”
“Siap mbak!”
Dengan cepat Yusuf berjalan mengikuti langkah Lidya ke mobilnya. Hatinya dilanda bahagia setelah mendapat tawaran kerja, ia mulai berpikir untuk bekerja dengan giat supaya bisa membantu orang tuanya di kampung yang sebagai petani. ia harus bisa menjadi lelaki sukses dan bertanggung jawab dalam bekerja. Itu lah tekadnya saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Nana_Ratna
oowwwhh tak semudah itu Marisol😂😂
2022-10-27
0
Ena Yuliana
nyimak
2021-02-16
1
Siti Ledong
masih ngkut thor
2021-02-08
0