Jalanan macet yang membuat hati Rahman senang, karena dengan kemacetan ini bisa berlama-lama mengobrol dengan Umaiza. Gadis yang sangat ramah dan polos. Celotehan-celotehan yang terkadang menimbulkan rasa kagum Rahman terhadap dirinya bertambah.
"Mmmh, Kak Rahman dari tadi mengorek-ngorek terus tentang Umaiza, sekarang Kak Rahman dong ceritakan kehidupan Kak Rahman," sambil menoleh ke arah Rahman dan tersenyum.
"Kehidupan Kak Rahman sangat monoton, tidak ada yang spesial. Bekerja dan bekerja saja tiap harinya,"
"Oooooh," sambil manggut-manggut sedikit.
"Tidak asyik dong?" sambung Umaiza dan masih tersenyum.
"Iya, begitu. Tapi bentar lagi kan Umaiza yang akan mewarnai kehidupan kakak," goda Rahman.
"Idih, PD amat." ucap Umaiza.
"Memang Umaiza gak suka ya, sama kakak?"
"Sssst, baru ketemu sudah langsung suka saja."
Kak Rahman tersenyum mendengar ucapan Umaiza.
"Suka, cinta, sayang itu kalau sudah halal. Kalau belum nanti larinya jadi zina hati, mata dan pikiran," ucap Umaiza datar dan pandangan tetap ke depan,"
"Maksudnya?"
"Iya, dong. Dengan kakak memikirkan Umaiza itu masuk juga ke zina hati dan pikiran,"
"Oooooh," ucap Rahman Manggut-manggut tanda mengerti.
"Kakak tinggal sama siapa?"
"Sama bunda dan adik, ayah sudah meninggal 5 tahun yang lalu,"
"Maaf, tidak bermaksud..."
"Tidak masalah," potong Rahman.
Umaiza dan Rahman kembali diam.
Jalanan masih tetap macet.
"Kak, sepertinya di depan ada mesjid kita shalat dulu maghrib yuk. Nanti takut ke buru habis waktunya,"
"Iya, boleh,"
Rahman membelokkan mobilnya ke pelataran halaman masjid. Masjid yang sangat besar.
Lalu mereka turun secara bersamaan.
Umaiza masuk ke tempat wudhu perempuan dan Rahman masuk ke tempat wudhu laki-laki. Setelah selesai wudhu langsung mendirikan shalat maghrib. Tidak lupa berdzikir dan berdo'a.
Rahman nampak sudah menunggu Umaiza di dekat mobilnya dan Umaiza langsung tersenyum saat melihat Rahman.
Umaiza melangkahkan kakinya mendekati Rahman.
"Sudah?" tanya Rahman
"Iya,"
"Umaiza mau makan dulu atau langsung pulang?"
"Terserah kakak saja,"
"Makan dulu yuk, kakak sudah lapar," sambil memegang perutnya.
Umaiza mengangguk dan tersenyum melihat tingkah Rahman.
Rahman mengajak makan yang di pinggir jalan.
"Mau bakso atau nasi goreng?" tanya Rahman
"Ter..."
"Terserah pasti jawabannya," lagi-lagi di potong oleh Rahman.
"Hehehe," sambil menutup mulut.
"Jangan terserah dong, kakak ingin Umaiza milih,"
"Bakso saja,"
"Nah, gitu dong. Ayo,"
Umaiza mengikuti Rahman dari belakang.
Rahman duduk dan Umaiza duduk di sebelahnya.
"Mau bakso apa?"
Saat melihat di spanduk ada mie ayam, Umaiza sudah ingin mie ayam.
"Mie ayam saja, Kak,"
"Mie ayam bakso ya,"
Umaiza mengangguk.
Rahman Sudah melepas jasnya yang di simpan di dalam mobil, jadi tidak terlalu formal terlihat sedikit santai.
"Sudah sering shalat di sini?"
"Iya, kalau jalan kan pasti pulang ke rumah malam. Jadi shalat maghrib dan isya di sini sekalian istirahat."
"Suka jajan?"
"Tidak, waktu menunggu shalat isya di isi dengan mengaji. Hari ini saja tidak, takut kakak menunggu lama,"
"Duch, Kakak dosa ya," keluh Rahman
"Dosa kenapa?"
"Menghalangi Umaiza beribadah,"
"Ya, gak lah Kak. Mengaji kan bisa nanti setelah shalat malam menunggu subuh,"
"Ya, Allah. Sudah cantik rupa, hati dan ibadahnya juga sangat bagus," gumam dalam hati Rahman.
Pesanan pun sudah datang. Umaiza makan tanpa suara. Rahman sesekali menoleh ke arah Umaiza.
Adzan Isya berkumandang. Makanan sudah habis. Rahman membayar dan segera bergegas masuk masjid yang di ikuti oleh Umaiza. Supaya bisa ikut shalat berjama'ah.
Setelah wudhu, Umaiza ke dalam masjid dan mengambil mukena yang ada di dalam tas dan memakainya.
Umaiza shalat dulu attahiyatul masjid 2 rakaat.
Iqamah sudah di bacakan tanda akan mendirikan shalat isya. Umaiza pun berdiri, lalu mengikuti imam.
"Allahu Akbar," Takbiratul ihram di bacakan
Semua makmum mengikutinya, Saat setelah imam membaca al-fatihah makmum menjawab Aamiin, lalu setiap gerakan imam di ikuti oleh makmum namun tidak boleh mendahului imam.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap Imam menoleh ke kanan
Makmum pun mengikuti ucapan imam yang sama dan menoleh ke kanan.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap imam menoleh ke kiri.
Makmum pun sama.
Dzikir dan berdo'a lalu kami bubar.
Kali ini Umaiza dan Rahman keluar secara bersamaan.
"Ayo, kita pulang. Mudah-mudahan sudah lancar jalannya,"
Umaiza mengangguk dan membuka pintu mobil lalu masuk dan tidak lupa memakai sabuk pengaman.
Rahman sudah siap di belakang kemudi.
"Bismillah," ucap Rahman.
Dan ternyata benar jalanan sudah tidak macet lagi.
"Umaiza sudah sampai,"
"Oooh, iya, Kak. Benar ini panti asuhan tempat Umaiza tinggal. Kakak mau mampir dulu?"
"Tidak terima kasih, In Syaa Allah lain waktu. Sekarang sudah malam tidak enak sama ibu Panti."
"Terima kasih ya, hari ini kakak sudah melakukan kebaikan kepada Umaiza sebanyak 4 kali,"
"Kenapa harus di hitung, Umaiza?"
"Yang harus di ingat itu kebaikan seseorang, Kak. Bukan kejelekannya. Makanya Umaiza selalu mengingat kebaikan orang," Ucap Umaiza sambil turun dari mobil Kak Rahman.
Kak Rahman bengong mendengar ucapan dari Umaiza.
"Assalamu'alaikum, Kak,"
"Wa'alaikummussalaam," ucapnya pelan. Dan memandang Umaiza sampai masuk ke Panti asuhan.
Panti Asuhan yang berada di pinggir kota, jalanan yang sedikit rusak. Rumahnya sangat sederhana namun terlihat asri banyak bunga-bunga dan pohon-pohon yang rindang.
Rahman menjalankan mobil mundur lalu untuk masuk ke jalan raya dan melajukan kembali mobilnya menuju rumah.
Rumah Rahman sekarang sangat besar, berada di samping rumah peninggalan ayahnya. Tadinya ingin merenovasi rumah peninggalan ayahnya namun bunda tidak mengizinkan, katanya untuk kenang-kenangan. Akhirnya Rahman membeli tanah yang di sampingnya.
Kebetulan saat itu pemilik tanah lagi butuh uang. Rumah bunda dan Rahman di jadikan satu benteng dan di pagar tinggi, supaya kalau rindu bunda tinggal ke rumahnya. Begitu pun bunda.
Bunda sudah ada di depan rumah, menunggu Rahman.
Bapak Satpam membuka pagar, ketika melihat mobil Rahman datang.
"Nak, kenapa malam sekali pulangnya?" tanya bunda ketika Rahman turun dari mobil.
"Iya, bun. Jalannya macet," sambil tersenyum dan wajahnya terlihat bahagia dan menghampiri Ibu.
"Habis macet-macetan tapi wajahnya nampak bahagia biasanya suntuk?" tanya Bunda heran
"Macet kali ini, membawa berkah Bunda," ucap Rahman sambil tersenyum dan mencium tangan Bunda.
"Berkahnya ketemu seorang perempuan ya?"goda bunda.
"Aaaaah, Bunda tau saja,"
"Kenalkan ke Bunda, siapa gadis itu?"
"Nanti Rahman kenalkan kepada Bunda, saat ini dia lagi sibuk menyusun skripsi,"
"Anaknya bagaimana?"
"Sholehah, Bunda. Bunda pasti suka,"
"Jadi tidak sabar ingin ketemu,"
"Ya, sudah. Bunda, Rahman ke rumah dulu ya,"
"Iya, Nak. Bunda juga sudah mau tidur,"
"Selamat tidur Bunda," mengecup pipi bunda.
"Iya, Nak," dengan memegang pipi Rahman
Rahman memang sudah dewasa dan sudah cocok memiliki anak, namun perlakuan Rahman ke Bunda seperti anak-anak. Bunda memang tidak pernah berubah menyayangi anak-anaknya dari semenjak kecil sampai sekarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments