James terlihat lebih semangat daripada sebelumnya. Dia membukakan pintu agar tamunya bisa masuk.
Terlihat seorang pria tua dan pemuda dengan wajah pucat.
Huh, keluarga yang benar-benar tertimpa kengerian pikirku. Tuan Alberth tampak lebih baik daripada sebelumnya. Begitu pun anaknya, Viktor. Namun, lingkaran hitam di bawah matanya menunjukkan bahwa mereka tak tidur dengan nyenyak sejak kemarin-kemarin.
“Silakan duduk Tuan Alberth dan Tuan Viktor!” sambut James sambil memiringkan badannya supaya para tamu bisa masuk.
Viktor segera duduk di hadapanku. Sementara Tuan Alberth tampak memikirkan sesuatu. Sepertinya ia masih ragu untuk menceritakan masalahnya.
“Kami bisa dipercaya.” James yang baru duduk angkat bicara.
Tuan Alberth berakhir dengan duduk di hadapan kami. Meskipun wajahnya masih penuh keraguan. “Anda pasti sudah mendengar tentang pembunuhan Sarach Pailouw,” ucapnya setengah berbisik.
“Ya, aku membaca beritanya tiga kali di surat kabar.
Melihatnya di televisi lima kali. Dan dua kali mendengar dari radio.” James menjawab sambil menunjukkan senyum tipis.
“Ternyata berita ini sudah menyebar ke pelosok negeri. Huh, membuat masalahnya parah saja!” keluh Viktor dengan wajah lesu. “Kemarin saya mencari nama Anda di mesin pencarian. Ternyata yang dikatakan Nona Agatha memang benar. Anda seorang pakar kriminal dan detektif di Inggris. Saya harap Anda bisa membantu memecahkan masalah yang sedang saya hadapi,” lanjutnya penuh harap.
James hanya mengangguk mendengar ucapan tersebut. Sesekali ia melirik ke arahku dan menatapku dengan tatapan aneh. Seakan aku ini sudah mencemarkan reputasi yang selalu dibangggakannya itu. “Saya akan berusaha semampunya,” ucapnya lalu mulai mengeluarkan sebuah buku kecil lengkap dengan alat tulis.
Wajah Viktor terlihat senang. “Setidaknya masih ada jalan keluar,” tuturnya penuh harap.
“Sebaiknya Anda ceritakan masalah Anda,” saran James yang mulai jengkel karena tak kunjung mendapat penjelasan.
Tuan Alberth menarik napas panjang sebelum menceritakan masalah yang melandanya. “Mungkin Anda sudah mendengar tentang saya dari berita. Saya seorang dosen bahasa Jepang di universitas ternama di negeri ini. Universitas Luxess. Saya mempunyai mahasiswi cerdas bernama Sarach Pailouw. Dia berasal dari Inggris,"
“Sudah saya bilang sebelumnya, Sarach adalah mahasiswi cerdas. Dia mendapat beasiswa di Oxford. Kembali ke negara tropis ini untuk menulis artikel tentang kebudayaan di Indonesia. Baru empat hari ia berada di sini. Namun, nasib buruk menimpanya. Petugas perpustakaan menemukannya mati dalam kondisi mengenaskan. Kau pasti sudah tahu mengenai hal itu.”
James mengangguk penuh pengertian. Dari awal ia memang tertarik dengan kasus ini. Terutama garis tipis di leher korban yang mirip bekas jeratan tali. “Jam berapa petugas itu menemukan korban?” tanyanya yang sudah siap mencatat hal penting.
“Sekitar pukul sepuluh malam. Karena kebetulan saat itu perpustakaan memang mau tutup. Mungkin malam itu adalah malam yang tak bisa dilupakan Rico, petugas perpustakaan. Ia berteriak saking terkejutnya. Dan itu membangunkan semua penghuni asrama, termasuk saya dan Viktor. Karena gugup dan takut, saya segera menelepon polisi. Saya begitu kaget karena kejadian itu. Bagaimana tidak? Mahasiswi yang tergolong cerdas tewas begitu saja. Reputasi universitas pun menjadi taruhan. Saya tak peduli kalaupun saya dipecat. Namun, reputasi universitas yang telah membesarkan nama saya itu bisa hancur.
“Polisi pun tak bisa melakukan apa-apa. Penyelidikan sudah dilakukan dengan besar-besaran. Namun, tak menghasilkan apa-apa. Malah membuat reputasi universitas semakin terancam. Polisi angkat tangan dengan kasus ini. Pembunuhan itu sepertinya sudah direncanakan dengan sangat baik. Pembunuhnya pun seperti sudah terbiasa. Saking frustrasinya, polisi menangkap Rico sebagai tersangka. Mereka benar-benar sudah kewalahan. Maka dari itu, saya meminta pada Anda untuk menangani kasus ini. Saya akan sangat bersyukur jika Anda berkenan untuk membantu.”
Penjelasan panjang itu diakhiri dengan permohonan Tuan Alberth. James mengerutkan dahinya. Telunjuknya yang panjang itu menempel di pelipisnya. Ia berdiri tanpa mengucapkan apapun. Mondar-mandir selama sepuluh menit lamanya.
“Apakah korban memakai sepatu saat itu?” tanya James.
“Ya. Sepatunya berwarna biru muda. Dengan merk sepatu ternama di Inggris!” jawab Viktor.
James tersenyum. Sepertinya ia sudah menduga bagaimana kejadian itu terjadi. “Sepatunya memiliki hak?” Dia kembali bertanya.
Tamu kami terlihat berpikir keras. Sepertinya mereka bingung dengan pertanyaan James yang keluar jalur. Aku pun juga begitu. Entah beberapa kalinya saudaraku itu membuatku bingung.
“Aku tidak yakin. Tapi, kurasa iya. Haknya tak terlalu tinggi,” jawab Viktor ragu.
“Aku rasa kalian perlu beristirahat. Aku akan menemui kalian di universitas besok pagi.”
Tamu kami tampak tak puas dengan tanggapan saudaraku. Tapi, melihat kejujuran di mata James, mereka akhirnya bersedia pulang.
“Kau sudah menemukan jawabannya?” tanyaku setelah tamu kami pergi keluar.
James mengangkat bahunya dan duduk di kursi goyang dekat televisi. Semalaman ia tak membicarakan soal kasus Sarach Pailouw. Saudaraku itu hanya menghabiskan waktunya dengan duduk dan meminum kopi. Tiba-tiba ia berdiri dari tempat duduknya sambil berteriak. “Hollaaa! Lihatlah apa yang ditemukan tamu kita!” teriaknya sambil menunjukkan pesan singkat yang dikirim Tuan Alberth.
Hanya huruf-huruf yang disusun dalam satu baris. Namun, James terlihat bahagia.
___ OE DJ J TJ ___
James menyalin tulisan itu di buku catatannya. “Apa pendapatmu?” tanyanya melirikku yang duduk di sofa. Jujur saja aku tak tahu apa arti dari pesan itu. “Tuan Alberth menemukan secarik kertas di buku korban,” lanjutnya ketika aku tak menjawab.
“Huh, sepertinya Tuan Alberth sedang kumat. Mustahil korban menulis surat kematiannya lalu diselipkan di bukunya. Bukankah Sarach tewas karena ditembak?” Aku menyangkal ucapan James.
“Awalnya aku berpikir seperti itu. Tapi, bisa saja korban sempat menulis surat kematiannya.” James tersenyum misterius. Sepertinya ia tahu sesuatu yang aku tidak tahu.
“Itu mustahil, James! Aku sudah mendengar berita hari ini. Korban ditembak tepat di jantung. Polisi yakin jika pembunuh itu seorang penembak yang terampil. Itu berarti satu hal, pelaku pembunuhan yang menulis surat kematian itu. Sengaja dibuat agar pihak kepolisian terkecoh!” Aku tetap bersikukuh pada pendapatku.
James terbahak mendengar pernyataanku. “Well, ku rasa kau itu keras kepala seperti ibu,” komentarnya.
“Kalau begitu, katakan apa arti dari tulisan itu?” tanyaku kesal.
“Aku tidak tahu pasti. Maka dari itu, aku harus melihat surat kematiannya secara langsung. Kita juga akan melakukan penyelidikan di perpustakaan itu,” jawab James enteng.
Aku hanya menghela napas. Pikiran saudaraku itu benar- benar tidak bisa ditebak. James kembali mempelajari surat kematian yang disalinnya itu. Dan aku hanya memainkan biola sambil menikmati suasana ibukota di malam hari. Mengingat kembali waktu yang telah aku habiskan bersama James ketika menyelidiki beberapa kasus.
Sungguh mendebarkan ketika kami dihadapkan pada kasus yang sulit. Itu memang menyenangkan saat berhasil mengungkap kebenaran, tetapi bahaya yang ditanggung juga setara dengan rasa senangnya. Karena bahaya itulah aku mengundurkan diri menjadi detektif dan tak kusangka James juga memilih pensiun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments