Setelah menyelesaikan urusannya James segera pergi dan memesan taksi. Sepanjang perjalanan pulang, James hanya tersenyum tak jelas. Sesekali ia tertawa senang seperti orang yang jiwanya terganggu. Saat kutanya, dia hanya menjawab jika dia mengalami hal yang lucu. Aku mengabaikannya, menatap jendela yang mulai berembun karena hujan mulai turun dengan deras.
Aku sudah bertekad akan meminta penjelasan James mengenai pembunuhan tak masuk akal itu. Setidaknya aku masih bisa menunggu sampai taksi yang kami tumpangi berhenti.
“Ah iya,” ucapku membuat James menoleh penuh tanda tanya, “untuk apa Sarach menulis surat kematian? Maksudku, bukankah dia hanya dibuat sekarat oleh Suwandi. Kenapa harus sampai menulis surat? Dan lagi, Ejaan Republik itu agaknya … yah, aku hanya bingung.”
James hanya tertawa sebentar lalu menjawab, “Surat tersebut untuk jaga-jaga. Sarach hanya mengantisipasi jika dirinya yang sekarat mati karena ulah Suwandi. Ia takut jika saat mati polisi tak bisa mengungkap pelaku. Jadi, dia menulis surat itu.”
Setelahnya, kami hanya duduk dalam taksi dengan diam.
Hanyut dalam pikiran masing-masing. Sampai akhirnya aku angkat bicara. “Katakan padaku apa kau sudah menemukan pelakunya?” tanyaku penasaran.
James tersenyum tipis mendengar pernyataanku. “Kau ingat wanita yang membuat jalanan kacau kemarin karena bersolek ria? Nah, wanita itu pelakunya.” Dia menjawab dengan santai. Aku tersentak mendengar jawabannya yang tak masuk akal.
“Apa kau tidak sadar jika wanita itu adalah Miss Violet Agustina. Penjahat paling berbahaya dari New York. Aku pernah bertemu dengannya saat kasus permata milik menteri pendidikan yang hilang. Mungkin dokumen penting itu adalah targetnya. Menurut dugaanku, dia melihat Sarach menyembunyikan sesuatu di dalam hak sepatunya.
“Namun, ia salah besar. Ia tak menemukan apa pun di dalam sana. Karena jengkel ia menarik pelatuk dan membunuh Sarach. Seperti penjahat kebanyakan ia akan kabur dan kembali lagi untuk mengambil dokumen itu. Mungkin saja penjahat lihai itu tahu di mana Sarach menyimpan dokumen yang akan dicurinya. Kemudian ia kembali ke perpustakaan untuk mengambil dokumen rahasia tersebut.
“Kau tentu masih ingat dengan noda kopi yang sengaja kujatuhkan. Juga saat aku mondar-mandir sambil merokok.
Sebenarnya ini cara efektif untuk menjiplak jejak pelaku jika dugaanku benar. Dan trulala! Paginya kita menemukan bekas sepatu pelaku di noda kopi dan abu rokok itu. Aku sangat yakin jika itu jejak sepatu si pelaku.”
“Bisa saja itu bekas sepatu Tuan Alberth atu Viktor. Bisa juga penjaga perpustakaan atau kepolisian,” selaku.
“Itu mustahil Agatha sayang! Sudah jelas itu bukan bekas sepatu di antara mereka. Aku sudah tahu ukuran dan merek sepatu klien kita. Soal polisi dan penjaga perpustakaan, rasanya mustahil. Klien kita sudah bilang jika penjaga perpustakaan ditahan oleh kepolisian. Aku tahu jika kepolisian tidak melakukan penyelidikan malam itu. Dari bekas sepatu itu, aku mengetahui ukuran dan merek sepatu pelaku.
“Kau ingat saat aku berteriak menyebutkan ukuran dan merek sepatu? Nah, itu adalah ciri-ciri sepatu pelaku. Sepatu itu berasal dari toko sepatu Jhon's. Dan aku beruntung karena toko itu hanya ada satu di kota ini, aku menduga si pelaku membeli sepatu di sana. Kalaupun bukan dari sana, aku akan mengecek toko sepatu dengan merek tersebut di seluruh penjuru negara, ha ha ha. Untuk membuktikan dugaanku, aku pergi ke toko sepatu itu. Kau tahu apa yang ku dapatkan?”
James bertanya sambil menatapku sedangkan aku langsung menggeleng.
“Aku melihat nama kriminal berbahaya dari New York, Miss Violet Agustina. Huh, tak kusangka penjahat kelas atas seperti dia membeli sepatu dengan harga murah. Tanpa pikir panjang, aku langsung menelepon kepolisian untuk menangkap Miss Violet Agustina,” lanjut James mendengus geli.
“Eh, bagaimana kepolisian menangkap mereka jika tidak tahu alamat Miss Violet?” tanyaku keberatan, lagi.
“Mudah saja. Kau tahu? Penjahat berbahaya itu dengan bodohnya menulis alamatnya di daftar pembeli toko sepatu itu. Nah, begitulah akhir kisah Miss Violet Agustina sang kriminal dari New York. Jika penjelasanku keliru, kita bisa mendengarkan ocehan Miss Violet di pengadilan. Nah, Agatha. Kita sudah sampai. Sebaiknya kita beristirahat agar bisa berkunjung ke pengadilan.”
James keluar dari taksi dengan senyum kemenangan. Kulihat dia berjalan menuju apartemennya, menembus keramaian di kota metropolitan ini. Sementara itu aku membayar ongkos taksi dan masih berdiri di sisi jalan. Merasakan udara dingin samar yang menusuk kulit.
"Ah, James. Untungnya kasus kali ini tidak melibatkanmu dalam bahaya," kataku mengembuskan napas berat.
...****************...
"Berita hari ini, pelaku pembunuhan Sarach sudah terungkap. Polisi menuturkan jika orang yang menangani kasus ini tidak ingin namanya disebut. Namun, orang-orang berspekulasi jika pemerintah memiliki agen detektif yang tidak diungkap ke publik. Saya Ristiani melapor--"
Aku mendecak sebal ketika James seenaknya mematikan televisi. "Cepat nyalakan kembali!" seruku berusaha merebut remotnya.
"Aku tidak suka diperintah," balas James tersenyum mengejek, "Ayo kita siap-siap pulang ke Inggris. Aku sudah memberikan bukti pada Tuan Alberth sehingga kita tidak perlu datang ke pengadilan."
"Memangnya bisa begitu?!" bentakku kesal.
"Ya, bisa saja. Aku ada beberapa urusan di Inggris. Jika ada masalah di pengadilan aku bisa hadir meski telat." James menjelaskan sambil menaruh sarapan di meja. "Sebaiknya kau habiskan makanannnya jika tidak ingin mag kambuh."
"Oke kakakku tersayang."
James hanya tertawa mendengar penekanan di setiap ucapanku. Ia bergegas keluar untuk mengurus tiket pesawat dan barang yang dibutuhkan lainnya. Sedangkan aku langsung menyantap sarapan yang sudah ia siapkan. Rasanya enak dan membuatku merasa tidak cukup hanya makan satu piring.
"Kasus yang cukup menyenangkan," bisikku mengingat kejadian beberapa waktu lalu.
Begitulah kasus kematian mahasiswi di Universitas Luxess berakhir. Aku menulis ulang cerita mengenai kasus ini dan kujadikan sebagai cerita pertama tentang petualangan James sebagai detektif. Tak kusangka beberapa tahun kemudian cerita tentang James lumayan dikenal masyarakat Inggris. Mungkin karena seperti nostalgia novel Sherlock Holmes.
Inti dari kasus ini tidak ada. Aku hanya merasakan keseruan saat melihat James beraksi. Mungkin pembaca juga hanya memikirkan tentang keseruan memecahkan kasus jika membaca cerita ini. Apapun itu aku berharap semoga pembaca terhibur. Karena selanjutnya akan kuceritakan kasus lain yang tak kalah menarik dan penuh keseruan.
Siap untuk membaca kasus lain yang membuat penasaran?
...Kasus Selesai...
Haiii, jika kalian suka cerita James dan Agatha harap beri dukungan dengan like dan komen 😍💖
Ini ceritaku pas masih umur 13 tahun. Jadi mohon maaf jika tidak jelas dan membingungkan. Aku harap kalian yang membaca ini bisa terhibur. Semoga hari kalian menyenangkan. Sampai bertemu di bab selanjutnya ❣❣❣❣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Warda Ishaq
I love it🥰
2023-07-01
0
susi lowati
bagus ceritanya,, sangat jarang cerita tentang detektif..semamgat author sukses terus ya💕🌺
2021-09-21
1