Kematian Mahasiswa Universitas Luxess 04

“Wah, sayang sekali saya tidak ingat siapa yang membeli sepatu seperti itu dua hari yang lalu. Mungkin buku ini bisa membantu Anda.” Pemilik toko itu menyerahkan buku yang berisi daftar nama orang yang membeli sepatu di tokonya. James tersenyum dan mencatat sebuah nama di buku catatannya.

“Miss Violet Agustina, sepertinya kasus ini akan cepat selesai,” gumam James tertawa pelan.

“Kau sudah menemukan pelakunya?” tanyaku penuh minat

.

“Ya. Nanti malam kau akan tahu siapa pelakunya!” jawab James disertai senyum misteriusnya.

Malam ini ibukota tidak diguyur hujan. Hanya angin yang berhembus dengan kencang. Aku dan James tiba di rumah Tuan Alberth pukul delapan malam. Tujuh orang dengan wajah pucat mendominasi rumah tua ini, ditambah aku dan James sebagai pelengkap.

Aku baru menyadari jika lima orang di antara mereka adalah teman korban yang kusebutkan kemarin.Kelima orang itu terlihat gugup dan ketakutan. Sementara klien kami sudah agak baikan.

"Kalian semua terlihat gugup. Jangan khawatir! Aku takkan mengikat leher kalian dengan tali sepatu sampai kalian sekarat,” canda James lalu tertawa sinis. Dari kata- katanya sudah jelas jika ia sedang menyindir seseorang. “Sebenarnya aku tak membutuhkan empat orang di sini. Jadi, Tuan Alberth, Viktor, dan Suwandi di mohon tetap di sini. Dan lainnya silakan keluar!”

Kulihat orang yang tak di sebutkan namanya oleh James menghela napas. Tinggal kami berlima di ruangan ini. Semuanya memasang ekspresi tenang. Namun, tercetak jelas kecemasan di wajah mereka.

“Nah, Suwandi Priutomo yang terhormat, mengapa kau membuat temanmu sendiri sekarat?” Pertanyaan James membuat Suwandi terlonjak kaget. Ia melotot ke arah saudaraku. Aku juga terkejut karena pertanyaannya yang agak frontal.

“Apa maksudmu?! Dasar tidak waras. Untuk apa aku membunuh Sarach. Kami sudah berteman sejak kecil. Mana mungkin aku bisa melakukan hal sekeji itu?” teriak Suwandi tak terima.

James hanya tersenyum sinis dan mengeluarkan kertas lecek dari buku note-nya. Ia membaca nyaring surat kematian itu. “Mungkin kalian mengira jika S.P itu adalah inisial korban, sama seperti Agatha. Tapi, jika dipikir-pikir itu terdengar konyol. Untuk apa korban menulis inisial namanya di saat suasana sedang genting?

Sudah jelas jika S.P ditunjukan untuk seseorang yang kebetulan sama dengan inisial korban.

“Aku meminta Tuan Alberth untuk mengirimkan pesan berisi nama teman korban dengan inisial S. Awalnya aku curiga pada Sasha Poernama karena namanya mengandung kata OE. Tapi, rasanya itu tidak mungkin dan kebetulan semata. Korban tidak hanya menulis OE saja. Ada juga kata DJ, J, dan TJ. Itu berarti bukan Sasha Poernama pelakunya.

“Aku berusaha mengartikan kata di kertas itu. Hampir saja aku menyerah jika saja aku tak ingat tentang Ejaan Republik. Kalian tentu tahu jika Indonesia pernah menggunakan Ejaan Republik. Namun, sekarang itu sudah tak berlaku, diganti oleh EYD atau ejaan yang disempurnakan. Aku pernah membaca artikel tentang ejaan Republik saat berkunjung ke Indonesia. Apa kalian tahu nama lain dari Ejaan Republik?

“Ejaan Soewandi adalah nama lain dari Ejaan Republik. OE, DJ, J, dan TJ adalah salah satu dari ejaan Republik yang sudah tak digunakan. Kalian pasti tahu jika OE dalam ejaan Republik di baca U. Itu berarti, surat kematian itu ditunjukan pada Suwandi. Dan inisial S.P untuk mempermudah menemukan pelaku.”

Penjelasan James cukup masuk akal. Namun, tetap saja aku masih merasa aneh dengan kasus ini. Suwandi tampak terkejut tapi, sedetik kemudian tatapannya berubah garang dan menantang.

“Huh, penjelasan Anda tak dapat dicerna oleh akal. Coba Anda pikir, apa mungkin korban sempat menulis surat kematiannya? Bukankah sudah jelas jika Sarach ditembak tepat di jantung. Itu artinya, temanku itu langsung mati di tempat. Mustahil jika ia menulis surat dan menyelipkannya di buku miliknya,” bantah Suwandi.

James tertawa terbahak mendengar bantahan Suwandi. “Kalian hanya memperhatikan tembakan di jantung itu. Apa kalian tidak tertarik dengan garis tipis seperti bekas jeratan tali di leher korban? Itu membuktikan jika korban sempat diserang sebelum terjadinya pembunuhan. Mustahil rasanya jika penembak itu membuat korban sekarat terlebih dahulu, bukankah lebih baik langsung ditembak saja? Menyerang korban lebih dulu bisa menimbulkan masalah, seperti teriakan korban yang menarik perhatian. Garis tipis itu yang membuatku menyelidiki sepatu korban.

“Aku mendapat dua informasi sekaligus lewat sepatu korban.Pertama, seseorang telah sengaja merusak hak sepatu korban untuk mengambil sesuatu. Aku yakin jika yang di ambil adalah dokumen dari perdana mentri. Kemarin Inggris sempat gempar karena hilangnya dokumen penting itu.

“Informasi kedua menjelaskan semuanya. Agatha, apa kau tidak menyadari jika tali sepatu korban berbeda? Baik dari segi ukuran dan warna. Memang sekilas terlihat sama. Namun, jika diperhatikan ukuran tali sepatu yang kanan terlihat lebih besar. Warnanya juga sedikit pudar. Jelas seseorang berusaha menyembunyikan tali sepatu itu.

“Menurut perkiraanku, pelaku mencekik leher korban dengan tali sepatu itu hingga sekarat. Entah apa motifnya aku tidak tahu. Yang jelas pelaku tidak mengincar dokumen penting itu. Ia bingung harus diapakan tali sepatu itu. Tak mungkin rasanya jika ia menyimpan benda itu. Karena polisi bisa saja melakukan penggeledahan tiba-tiba. Maka pelaku memasang tali itu di sepatu kanan korban. Dan tali sepatu yang asli dibuang ke tong sampah di samping pintu perpustakaan. Aku tak sengaja menemukannya saat membuang puntung rokok.

“Pelaku langsung lari saat tahu jika situasinya akan makin rumit jika ia ketahuan mencoba membunuh. Pelaku tak menyadari jika korban masih bisa bergerak. Korban menulis surat kematiannya saat ia sedang sekarat. Makanya tulisan di kertas itu terlihat tidak rapi. Nah, begitulah kisah di balik garis tipis di leher Sarach Pailouw. Jika aku salah tolong katakan.”

Air muka Suwandi mendadak berubah. Wajahnya semakin pucat dari sebelumnya.

“Nah, Suwandi katakan padaku mengapa kau melakukan hal itu pada temanmu?” tanya James dengan wajah kalem namun tegas.

Suwandi menoleh ke arah lain menghindari tatapan saudaraku yang kritis, sambil tersenyum pahit. “Maaf saja. Saya punya rahasia pribadi,” jawabnya sambil bangkit dari duduknya. “Jika Anda membutuhkan penjelasan di pengadilan silakan berkunjung ke apartemen saya. Terima kasih.” Pemuda berbadan tegap itu pergi dengan harga dirinya yang terisisa.

James menghembuskan napas. “Yah, kurasa kasus ini sudah selesai,” ucapnya seraya berdiri.

Namun, klien kami terlihat masih penasaran. “Kasus ini belum selesai Tuan James! Siapa yang membunuh Sarach masih menjadi misteri!” sambar Tuan Alberth cepat.

James tak mengacuhkannya, ia menarik tanganku untuk keluar dari tempat ini. “Ya, itu akan jadi misteri untuk malam ini. Jika Anda penasaran dengan pembunuhnya, silakan berkunjung ke pengadilan besok pagi. Hubungi kami jika pengadilan membutuhkan saksi.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!