The Twins Detective

The Twins Detective

Kasus Kematian Mahasiswa Universitas Luxess 01

Hari ini, untuk pertama kalinya aku akan bertemu kembali dengan kakakku. Sudah tiga tahun lamanya aku tak bertemu dengan James. Nama lengkapnya James Wilson, seorang mantan detektif kepolisian.

Izinkan aku untuk menceritakan tentang diriku. Perkenalkan, namaku Agatha Blinda. Rekan sekaligus kembaran James Wilson. Dan saat ini, aku sedang berpijak di tempat di mana wanita yang menjabat sebagai ibu kami dilahirkan. Sebuah negara tropis yang menjadi tempat pertemuan kami, aku dan James.

Aku dapat melihat James sedang menuju kemari dari arah timur. Seulas senyum terukir di wajahnya yang khas. Matanya berwarna gelap, hidungnya mancung, tubuhnya begitu jangkung dan berisi. Benar-benar mirip dengan mendiang Ayah kami.

“Welcome To Indonesia,” ucap James dengan aksen Inggris yang kental. Dia menjemputku dengan mobil Ferrari keluaran terbaru, tingkahnya seperti jutawan saja. Langkahnya yang cepat menuntunku untuk mengikutinya.

“Jadi, bagaimana pendapatmu tentang Indonesia?” tanya James ketika mobil yang kami tumpangi melaju.

Aku mengangkat bahu. “Hangat,” jawabku singkat.

Saudaraku itu tertawa terbahak setelah mendengar jawaban dariku. “Yah, kau benar. Kota metropolitan ini sedang dilanda musim kemarau, jadi agak hangat,” ucapnya kalem.

Aih, aku jadi merindukan suasana London yang dingin.

Meskipun terlihat sangat membosankan.

“Nah, Agatha. Bagaimana menurutmu?” tanya James ketika kami sampai di apartemennya. Ia menunjukkan lembaran kasus- kasus yang akan ditanganinya.

“Tak ada yang menarik!” James kembali terbahak dengan jawabanku. Sepertinya ia memang senang sekali tertawa saat ini. “Ya, terlihat membosankan!” lanjutnya sambil menyodorkan secarik kertas padaku, “Aku yakin kau akan tertarik dengan kertas berwarna biru itu!”

Kuraih kertas berkualitas bagus itu. James benar! Aku tertarik dengan tulisan di kertas itu. Membuatku mengingat masa lalu. “Mau mengunjungi tempat Nona Violet Agustina?” tawar James yang membuatku bergidik ngeri. Saudaraku hanya terbahak melihat betapa lucunya ekspresiku saat ini.

“Tidak, terima kasih. Lain kali saja kita mengunjungi Nona Violet. Lebih baik kita menjenguk Tuan Alberth yang terhormat!”

Kulihat James menyeringai mendengar pernyataanku yang terakhir. “Ambil topi dan jaketmu! Aku melihat semangat yang membara di matamu,” ujarnya dengan mulut yang menghisap kokain.

Biar kuberitahu, aku ini seorang penulis yang cukup terkenal.

Banyak perusahaan surat kabar dan majalah yang menawariku untuk menjadi penulis di tempat mereka. Saat ini aku rutin menulis di penerbit bernama LT News. Ada beberapa cerita yang kupublikasikan mengenai petualangan James dan diriku sebagai detektif, kecuali kasus yang menyangkut masalah penting tak kupublikasikan.

Di samping itu, aku juga seorang dokter dan psikiater.

Ternyata kerjaanku sebagai psikiater menyeretku ke dalam kasus Tuan Alberth Davidson. Pria tua yang menjabat sebagai dosen di Universitas Luxess. Kasus itu terjadi sekitar 4 tahun yang lalu. Namun, masih membekas di pikiranku.

Aku dan James berkunjung ke rumah bibi Alesa di Indonesia.

Saat itu tahun 2013, James masih bekerja sebagai detektif kepolisian di London sebelum memutuskan untuk jadi detektif swasta pada tahun 2015. Waktu itu hujan turun cukup deras. Aku menerima pasien di tempat praktikku di Indonesia. Pasien itu seorang pria tua, usianya kira-kira 50 tahun. Matanya cekung, pipinya kurus, dan wajahnya begitu pucat. Seakan ia baru mengalami kejadian yang sangat mengerikan. Di sampingnya berdiri pemuda yang tampan. Namun, wajahnya tak kalah pucat.

“Silakan duduk!” titahku setelah membiarkan mereka berdiri mematung.

“Tolong kami Nyonya!” teriak pria tua itu mencengkeram kemejaku dengan kuat. Aku berusaha menenangkannya. Namun, pria itu semakin gila saja. Aku sudah terbiasa mendapat pasien yang jiwanya sedang terguncang. Jadi, aku memaklumi hal itu.

“Maafkan atas ketidaksopanan majikan saya ini,” kata pemuda itu dengan sopan. Ternyata pria tua itu majikannya. Aku menatap keduanya dengan kasihan. Keadaan mereka sangat tragis. Pakaian kotor dan wajah yang ditimpa ketakutan.

“Kami sedang dilanda masalah besar Tuan. Namun, tuanku sepertinya lebih menderita daripada diriku,” kata pemuda itu lagi. “Alberth Davidson, nama pria tua di sampingku. Seorang dosen di sebuah universitas ternama di negri ini. Viktor, begitu orang memanggilku.”

“Biar ku tebak. Anda adalah anak Tuan Alberth,” selaku sambil tersenyum. Pemuda bernama Viktor itu nampak terkejut. “Kebohongan saat Anda saat mengatakan jika Tuan Alberth majikan Anda terlihat jelas. Serta sorot mata Anda yang memancarkan kecemasan. Seorang pelayan tentu takkan begitu cemas pada majikannya. Pancaran itu hanya bisa terlihat dari keluarganya saja. Anda tentu bukan adik Tuan Alberth. Usia Anda terlalu muda untuk jadi seorang adik. Sebenarnya banyak hal yang belum aku katakan. Akan membuang waktu jika aku menjelaskannya.”

Pemuda tampan itu terpana dengan penjelasanku. “Cukup hebat!" teriaknya memuji.

“Itu belum seberapa dibandingkan James, kakakku! James lebih pintar mengenai sebuah kesimpulan.” Aku keberatan dengan pujiannya yang berlebihan itu.

“Hubungan adik-kakak yang aneh” komentar

Viktor.

“Tentu saja! Kami ini sudah melewatkan masa-masa yang

sulit. Sebagai pakar kriminal sekaligus detektif kepolisian di Inggris."

Mata Tuan Alberth dan Viktor berbinar senang. Mereka seperti baru saja mendapatkan harta karun di tengah kemiskinan.

“Senang sekali bisa bertemu dengan Anda! Mungkin Anda dapat meringankan beban kami,” teriak Tuan Alberth.

"Memang sudah tugasku membantu pasien," jawabku tersenyum sambil menulis beberapa resep obat tidur.

"Bukan itu maksudku saya, Nona," sambar Tuan Alberth cepat, "Ini tentang masalah yang membuat saya stress."

Aku berhenti mancatat resep dan menatap Tuan Alberth dengan serius. “Aku tak yakin dapat membantu masalah Anda. Karena aku sudah lama tidak terlibat masalah serius. Tapi Anda bisa datang ke rumahku, datanglah nanti malam dan coba ceritakan masalah Anda." Kutulis alamat apartemen James. Karena tak mungkin jika aku menerima tamu di rumah bibi. Itu rasanya tidak sopan.

“Pasti! Kami akan datang nanti malam. Senang rasanya jika Anda dapat membantu!”

Tuan Alberth dan Viktor menghilang di balik pintu berwarna coklat tua. Tak tega rasanya jika aku membiarkan mereka tersiksa begitu. Entah masalah apa yang bisa membuat mereka tertekan. Aku banyak menerima pasien dan kasus seperti ini sudah tak aneh. Hanya saja entah kenapa aku merasa masalah Tuan Alberth tidak sesederhana yang dipikirkan.

Mungkin ada cerita menarik di baliknya. Aku mengangkat bahu bingung. Setelah berpikir beberapa saat akhirnya aku menghubungi James. "Akan ada tamu nanti malam. Aku tahu kita sudah tak terlibat dengan apapun. Tapi mungkin ada sesuatu yang bisa menarik perhatianmu," kataku langsung pada intinya.

"Baiklah, Agatha. Aku menantikan kedatangan tamu kita. Ceritakan detailnya nanti saat kau pulang kerja."

"Tentu. Aku akan memberimu penjelasan dan kau yang memutuskan membantu mereka atau tidak." Kalimat itu menjadi penutup percakapanku dan James.

Terpopuler

Comments

Kita_Yama

Kita_Yama

aku subscribe dulu ya! bakal aku baca nanti pas ada waktu luang

2023-07-18

0

Maryani

Maryani

menghisap kokain 🤔🤔🤔gak salah tuh? nikotin kaliiii

2021-09-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!