Tiga hari kemudian
Acara pernikahan Giwang dan agung di laksanakan, acara itu di adakan di kantor KUA. Memakai kebaya pemberian temannya. Giwang terlihat sangat cantik. Dia datang bersama Pakde Adi dan Bude Nanik. Agung telah menunggunya di sana. Acara itu hanya di hadiri oleh kerabat dekat.
Ijab kabul di lakukan, Pakde Adi selaku wali nikah untuk keponakannya mulai menikahkan keduanya dalam waktu beberapa menit proses ijab kabul selesai.
Acara yang sangat sederhana, foto mereka hanya di abadikan melalui kamera ponsel, tidak ada makan-makan sama sekali.
Bude Nanik menyerahkan tas ke Giwang. “Ini baju kamu, mulai hari ini jangan pernah datang ke rumah kami,” ujar Budenya ketus dan segera berlalu meninggalkan keponakannya.
Pakde Adi hanya menggelengkan kepalanya, istrinya sangat membenci Giwang keponakannya.
“Semoga pernikahan kalian sakinah mawadah warahmah,” ujar Pakde Adi dan memeluk keponakannya, ponakan yang sedari kecil bersamanya sekarang harus membina rumah tangga dalam usia yang masih belia.
“Maafkan Giwang jika selama tinggal selalu menyusahkan Pakde dan Bude,” ujarnya pelan.
“Tidak Giwang, kamu tidak pernah menyusahkan kami,” pria paruh baya itu memeluk erat keponakannya yang sudah seperti anak kandungnya sendiri.
“Jadi istri yang berbakti kepada suami, jangan tiru cara Bude memperlakukan Pakde,” ujar pria paruh baya itu.
Setelah itu mereka pergi meninggalkan kantor KUA. Giwang dan Agung menggunakan sepeda ontel untuk dapat kembali ke rumah sewaannya.
Giwang merasa bersyukur dapat menikah dengan kekasih hatinya begitu pun Agung, tak henti-hentinya dia menyunggingkan senyuman di bibirnya. Gadis cantik itu akhirnya menjadi miliknya.
“Ini rumah kita,” ujar Agung memberhentikan sepeda di depan sebuah rumah yang sangat kecil.
“Maaf rumah ini tidak sebagus rumah Pakde Adi,” ujar Agung merasa tidak enak ke istrinya.
“Aku senang dapat hidup bersama dengan kamu,” sahut Giwang sembari tersenyum.
Keduanya masuk ke dalam rumah yang lantainya masih semen, tidak ada keramik seperti lantai rumah Pakde nya.
“Ini kamar kita, di sana dapur dan kamar mandi,” Agung menunjukkan setiap ruangan yang ada di rumahnya.
“Maaf berantakan,” ujar Agung tidak enak ke istrinya. Pakaian bergantungan di sana-sini, membuat rumah itu benar-benar mirip kapal pecah.
“Enggak apa Mas, nanti aku bersihkan,” ujarnya.
Giwang membersihkan rumah mereka, rumah yang tidak tersentuh oleh tangan seorang wanita, dan bisa membayangkan kotornya rumah itu.
Setelah membersihkan rumah, tugas Giwang belum selesai, dia harus memasak untuk suaminya. Masak telur dadar dan sayur bayam, hanya itu yang bisa di masaknya karena minimnya uang mereka.
Agung sangat senang, dengan kehadiran Giwang di sisinya membuat kehidupannya terasa lengkap.
Malam harinya
Giwang dan Agung masuk ke kamar. Ada rasa malu ketika harus satu kamar dengan seorang pria. Duduk di pinggir tempat tidur sembari menundukkan kepalanya.
“Dek,” ujar Agung sembari mengelus rambut istrinya.
“Aku takut Mas,” ujarnya gemetar.
“Enggak akan sakit,” ujar suaminya dan mulai mencium leher istrinya, memberikan sensasi geli untuk istrinya.
Agung dan Giwang terpaut usia sangat jauh yaitu delapan tahun, dan dia terlihat sangat lihai dalam hal itu.
Mengecup bibir istrinya dan ciuman itu semakin dalam. Melucuti pakaian istrinya dan akhirnya tubuh mereka bersatu. Agung dapat merobek selaput dara istrinya. Sakit yang sangat di rasakan oleh Giwang, usia yang sangat muda harus merasakan sakitnya kehilangan mahkota.
Agung terkulai lemas begitu pun dengan Giwang. “Dek terima kasih,” suaminya mengecup dahi Giwang. Dia senang karena istrinya masih perawan.
“Apa kamu tidak makan di rumah Pakde?” tanya Agung.
“Kenapa Mas?” tanyanya.
“Kamu terlalu kurus dek,” ujar suaminya.
Selama tinggal di rumah Pakdenya, dia hanya boleh makan setelah keluarga selesai makan, dan kadang Giwang makan hanya dengan nasi putih dan kuah sayur, mungkin itu yang membuat badannya kurus.
“Mulai saat ini, kamu harus makan banyak, mas ingin kamu lebih berisi agar enak,” ujar suaminya genit.
Akhirnya pengantin baru itu tertidur.
***
Tiga hari kemudian
Agung merasa pendapatan hariannya tidak cukup membiayai dia dan istrinya, pulang dari bekerja dia tidak menunjukkan rasa bahagia ketika bertemu istrinya.
“Ada apa Mas?” tanya Giwang sembari memberikan teh hangat untuk suaminya.
“Susah dek,” sahutnya tidak semangat.
“Susah apanya?” tanya Giwang sembari duduk di sebelah suaminya.
“Upah yang Mas dapatkan tidak akan mungkin cukup untuk kita berdua,” Agung menunjukkan upah yang di dapatkannya.
“Uang ini tidak akan cukup untuk kita, makan, bayar listrik belum kontrakan,” gerutunya mengeluh.
“Kalau Mas mengizinkan, aku bisa jualan kue lagi,” ujar Giwang.
“Enggak sama saja, uang kita jika di kumpulkan tidak akan bisa untuk membeli rumah, belum lagi resepsi kita,” Agung mengacak-acak rambutnya. Pria itu meninggalkan istrinya.
“Mas, mau ke mana?” tanya Giwang dari depan pintu.
Tapi suaminya tidak menghiraukannya. Agung pergi menggunakan sepeda ontel.
Giwang merasa sedih, menurutnya dia selalu menyusahkan semua orang termasuk suaminya.
Agung pulang tengah malam, dan tetap melakukan rutinitasnya untuk menyetubuhi istrinya.
***
Pagi harinya
Agung duduk termenung di depan rumahnya.
“Mas, ayo sarapan,” ujar istrinya. Agung masuk ke dalam rumah dan duduk di atas tikar tempat makanan di hidangkan istrinya.
“Dek,” Agung belum menyuapkan sesuatu ke mulutnya.
“Iya Mas,” sahutnya dan kembali meletakkan sendok.
“Sepertinya Mas, akan ikut Paijo.” Paijo dan Agung berteman sejak lama, tapi Paijo termasuk beruntung karena dapat pekerjaan di kota dan tentunya harus meninggalkan istrinya.
Mendengar hal itu membuat Giwang diam, dia tidak ingin kesepian lagi.
“Aku enggak setuju,” ujar Giwang.
“Dek, hanya dengan seperti ini ekonomi kita membaik,” ujar suaminya lagi.
“Aku enggak setuju, aku akan membantu Mas dengan berjualan kue,” ujar Giwang menolak.
Tidak ada percakapan lagi di antara keduanya, Agung tidak ingin menyinggung masalah itu lagi.
***
Giwang merasa sangat lelah, melayani suaminya di kasur membuatnya kelelahan. Mengerjapkan matanya secara perlahan, ada cahaya yang masuk melalui celah-celah jendela.
“Ya ampun aku kesiangan,” Giwang segera beranjak dari tempat tidur dan mencari keberadaan suaminya. Di dalam kamar mandi, dia tidak menemukan suaminya.
“Mas Agung pasti sudah berangkat,” gumamnya sembari ke kamar mandi untuk mandi wajib.
Selesai mandi Giwang membersihkan tempat tidur dan dia menemukan sebuah kertas putih yang terlipat dan di letakkan di bawah bantalnya.
Dek mungkin pada saat kamu membaca surat ini, Mas sudah berangkat ke kota. Mas sengaja berangkat tengah malam setelah kamu tertidur lelap. Mas harus melakukan ini, mengingat Paijo berangkat malam tadi, jadi Mas memutuskan untuk ikut dengannya. Mas tau, pasti kamu tidak akan mengizinkan Mas pergi ke kota, tapi Mas melakukan ini untuk kita, sesampai di kota Mas akan mengabari kamu dengan sepucuk surat. Tunggu Mas di rumah, Agung.
Giwang meneteskan air matanya, dalam tujuh hari pernikahannya, dia harus di tinggal suaminya, kembali sendiri dan menunggu hanya itu yang bisa dilakukannya.
Bersambung...
Bantu vote ya.
Ig anita_rachman83
🌷🌷
Plagiarisme melanggar Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Atin⁰¹
Semoga mas agung berhasil doain terus aja mba giwang
2024-05-26
0
🐊⃝⃟ Queen K 🐨 코알라
Semoga Agung ingat dengan komitmen nya dengan Giwang yaa dan ga lupa daratan....
2022-04-01
0
V3
cm bisa menangis 😭😭😭😭
2021-10-21
0