Left After 7 Days Of Marriage
Angin menerpa wajah kedua insan yang sedang duduk di pinggir sawah. Tempat biasa mereka bertemu.
“Dek, apa hubungan kita akan seperti ini saja?” tanya Agung sembari menggenggam jari jemari kekasihnya.
“Mas mau seperti apa?” tanya Giwang menoleh ke Agung.
“Apa kamu siap Mas nikahi?” tanya pria itu ragu, karena ini kali ketiganya Agung melamar kekasih hatinya.
“Mas, usiaku baru sembilan belas tahun, dan lagi...” Giwang menundukkan kepalanya.
“Dan lagi apa?” tanya Agung penasaran, Giwang tidak pernah menceritakan kehidupannya, yang dia tau kekasihnya tinggal bersama dengan Pakde dan Budenya.
“Aku takut Pakde dan Bude tidak merestui kita,” ujarnya pelan. Agung diam, dia sangat mencintai Giwang tapi dia tau kendala yang di hadapinya sebenarnya dirinya sendiri.
“Kalau kamu mengizinkan besok Mas akan menemui Pakde kamu,” ujarnya.
Agung dan Giwang berpisah, gadis itu menggunakan sepeda ontelnya untuk pulang ke rumah Pakde nya.
Giwang anak yatim piatu dari kecil dia sudah di asuh oleh Pakde dan Budenya.
“Assalamualaikum,” ujar Giwang ketika sudah berada di depan pintu.
Wanita paruh baya yang bernama Nanik langsung datang menghampirinya. Menyodorkan tangannya ke arah gadis itu.
“Mana uang yang kamu dapatkan dari mengajar masak?” tanya Bude Nanik dengan berkacak pinggang.
Giwang pintar memasak, sewaktu sekolah dia memilih jurusan tata boga, karena di kampung tidak ada pekerjaan yang menjanjikan dia membuat kue dan menjajakan ke orang kampung dan sampingannya dia mengajar masak untuk orang kampung.
Upah yang di dapatkan tidak banyak, sekali mengajarkan memasak dia hanya mendapatkan tiga ribu rupiah.
“Ini Bude,” Giwang memberikan hasil mengajarnya yang berjumlah lima belas ribu.
“Ayo mana lagi?” tanya budenya dengan menggerakkan tangannya.
“Itu sudah semua bude,” sahutnya pelan.
“Jangan bohong, hari ini Bude lihat kamu membawa kue cukup banyak,” merogoh saku celana keponakannya.
“Ini apa!” Bude Nanik langsung memukulnya.
“Ingat tinggal di sini harus bayar,” gerutu Budenya sembari meninggalkan keponakannya.
Giwang masuk ke kamarnya yang berada di dekat dapur. Dia menangis dengan nasibnya, selama dia jualan tidak pernah dia mencicipi hasilnya. Pintu kamarnya di ketuk.
“Masuk,” ujar Giwang sembari mengusap air mata yang telah menetes di pipinya. Gadis belia yang masih menginjak kelas delapan masuk ke dalam kamar itu dan duduk di pinggir tempat tidur.
“Mbak Giwang menangis lagi?” tanya Yayuk.
“Enggak,” sahutnya bohong.
“Mbak Giwang jangan bohong, aku tau pasti Ibu yang melakukannya, tebak gadis belia itu.
Giwang mencoba untuk tersenyum.
“Bagaimana sekolah kamu?” tanya Giwang mengalihkan pembicaraan.
“Hari ini ulangan ku dapat nilai lima puluh,” gadis belia itu menunjukkan hasil ulangannya.
“Jangan beri tahu Ibu ya,” Yayuk tidak mau mendapatkan amukan masal dari kedua orang tuanya.
Malam harinya.
Giwang membantu Budenya untuk menyiapkan makan malam. Setelah semua makanan siap terhidang, Pakde nya yang bernama Adi dan anak sulungnya yang bernama Dodit duduk di ruang makan. Usia Dodit dan Giwang tidak terpaut jauh, Dodit dua puluh tahun sedangkan Giwang sembilan belas tahun.
Keluarga Pakde nya mulai makan malam dan Giwang harus terakhir mengambil makan untuk dirinya. Kadang dia hanya mendapatkan kuah untuk makan malamnya tapi dia masih beruntung terkadang Yayuk menyimpan lauk untuknya.
“Pak, aku butuh uang,” ujar Dodit sembari makan.
“Uang apa lagi? Bapak enggak punya uang,” sahut Bapaknya.
Giwang duduk di tempat terpisah, dia tau kenakalan sepupunya, dan dia juga tau uang itu di gunakan hanya untuk mabuk.
Setelah semua selesai makan, Giwang membersihkan dan merapikan meja makan. Tapi dia mendengar dan melihat kalau Budenya menyerahkan uang hasil jualannya ke Dodit.
“Ini Ibu ada duit,” ujar Budenya sembari menyerahkan uangnya yang tadi.
“Banyak juga uang Ibu,” ujar Dodit senang. Pria itu langsung pergi ketika mendapatkan uang dari Ibunya.
“Dodit mau ke mana!” teriak Bapaknya. Tidak ada sahutan, yang terdengar hanya suara knalpot.
***
Di dalam kamarnya Giwang merenung.
"Apa aku harus menerima lamaran Mas Agung,” gumamnya.
“Tapi kalau Bude marah bagaimana,” Giwang menghela nafasnya sembari merebahkan badannya di kasur.
“Tapi di sini aku tidak nyaman,” gumamnya dan mulai terlelap.
Giwang tidur dengan pulasnya, dia harus bangun jam tiga pagi untuk membuat kue dan mulai jualan pukul enam pagi.
Dengan sepeda ontel dia berkeliling kampung, setelah kuenya habis, dia mulai mengajarkan memasak untuk Ibu-ibu, tapi untuk hari ini dia hanya mendapatkan dua orang yang ingin belajar memasak, tapi dia masih bersyukur karena masih di beri rezeki.
Sepulang dari mengajar Giwang duduk di pinggir sawah menunggu kekasihnya Agung.
Tapi yang datang menghampirinya Siti sahabatnya.
“Ayo lagi menunggu siapa?” tanya Siti dan duduk di sebelah Giwang.
Giwang tersenyum. “Pasti sedang menunggu Mas Agung,” tebak Siti. Dan Giwang kembali tersenyum, muncul di benaknya untuk bertanya ke sahabatnya tentang pernikahan. Siti teman sekolahnya, dan sudah menikah setahun yang lalu.
“Apa rasanya menikah?” tanya Giwang.
“Apa Mas Agung melamarmu?” tanyanya penasaran. Giwang menganggukkan kepalanya.
“Kamu sudah mengiyakannya?” tanya Siti lagi.
“Belum, kamu tau sendiri Bude Nanik,” Giwang membayangkan omelan yang setiap hari di dapatnya.
“Saranku lebih baik kamu terima lamaran mas Agung, dengan menikah kamu akan terbebas dari omelan Bude Nanik." Ujar Siti.
“Mas Agung akan menemui Pakde malam ini,” ujar Giwang.
“Semoga kalian mendapatkan restu dari Pakde Adi,” ujar Siti berharap.
Giwang memperhatikan Siti yang terlihat santai, tidak berada di dapur seperti teman-temannya yang telah menikah.
“Kamu tidak masak?” tanya Giwang.
“Enggak, aku hanya masak untukku saja,” sahut Siti sembari menikmati angin yang menerpa wajahnya.
“Memangnya kamu enggak masak untuk Mas Paijo?” tanya Giwang lagi. Siti memandang temannya. “Sepertinya aku belum cerita kalau Mas Paijo sudah kerja di kota, dan hasil kerja di kota ini,” Siti menunjukkan perhiasan yang ada di tangannya.
“Wah kamu jadi orang kaya,” ujar Giwang senang.
“Kamu menikah saja sama Mas Agung nanti aku bilang ke Mas Paijo untuk membawa Mas Agung bekerja di kota, jadi kamu bisa sepertiku,” ujar Siti bangga dengan pekerjaan suaminya.
“Memangnya apa pekerjaan Mas Paijo?” tanya Giwang penasaran.
“Mas Paijo kerja di sebuah perusahaan aku tidak tau apa namanya tapi katanya tukang bersih-bersih,” jelas Siti yang lupa nama posisi suaminya di kantor itu.
“Oh gitu,” Giwang manggut.
Karena hampir sore dan Agung tak kunjung datang akhirnya mereka berpisah. Giwang mengakali uang jualannya dengan menyelipkan sebagian di dalam bra.
Ketika sampai di depan pintu Budenya langsung menyodorkan tangannya ke arah Giwang, gadis itu hanya menyerahkan beberapa lembar uang ribuan.
“Kenapa hanya ini?” tanya Budenya marah.
“Aku buat kue sedikit dan hari ini yang belajar masak hanya dua orang,” jelasnya. Budenya merogoh saku celana Giwang tapi tidak menemukan uang sama sekali.
“Ya sudah sana masak, setelah itu cuci baju,” titah Budenya.
Malam harinya.
Agung datang dengan motor bututnya, berpakaian rapi layaknya sedang melamar pekerjaan padahal kenyataannya ingin melamar Giwang.
“Ada apa?” tanya Pakde Adi.
“Maksud kedatangan saya ke sini mau melamar Giwang,” ujar Agung.
“Apa!” teriak seseorang dari dalam ruangan dan suara itu semakin jelas.
“Dengan apa kamu akan melamar Giwang?” tanya Bude Nanik. Giwang hanya mendengarkan dari ruangan dalam.
“Saya memang tidak punya uang banyak tapi saya ada uang dua juta,” Agung menunjukkan uang bawaannya dan meletakkan di atas meja.
“Lamaran mu di terima,” ujar Bude Nanik dan mengambil uang itu.
“Ibu apa-apaan ini?” tanya suaminya tidak setuju.
“Aduh Bapak, lebih baik si Giwang menikah, aku sudah capek mengurusinya dari kecil,” sahut istrinya sembari menghitung uang yang di bawa Agung.
“Tapi dia tidak punya pekerjaan tetap, aku harus bertanggung jawab dengan almarhum adikku,” ujar suaminya.
“Enggak Pak, biarkan dia menikah dengan pria itu,” Bude Nanik menunjuk Agung.
Pakde Adi tidak bisa berdebat dengan istrinya, dia termasuk dalam kategori suami takut istri.
Bersambung...
Bantu Vote ya.
Yang belum follow ig bisa follow :anita_rachman83
🌷🌷
Plagiarisme melanggar Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya Caraku Menemukanmu
2023-06-20
0
Safitri Agus
mampir nih...
2022-10-27
0
Anonymous
Kaka bagaimana saya bisa menjadi seorang penulis??
2022-04-21
0