Di sebuah ruangan terlihat Alika dan Ansell duduk saling berhadapan. Suasana pun terasa sangat serius, adik Kakak itu sepertinya sedang membicarakan hal yang bersifat privasi, sampai mereka memilih berbicara di ruangan tertutup jauh dari orang lain.
"Kak..." panggil Alika saat Kakaknya hanya berdiam diri enggan untuk bicara lagi.
"Kak Ansell!" panggil nya lagi dengan suara lirih.
"Sudahlah jangan merengek lagi, kau menyuruhku cepat pulang hanya untuk membicarakan ini, kukira ada hal penting," Ansell sepertinya tidak suka dengan apa yang di sampaikan adiknya.
"Tapi Kak, menurut ku ini hal yang penting, ini demi masa depan ku," Alika kini menegaskan perkataannya, mencegah Ansell yang terlihat akan beranjak dari duduknya.
"Masa depan?" Ansell mengulang perkataan Alika, merasa heran dengan tingkah adiknya yang masih sama seperti dulu. Selalu memutuskan keinginan nya sendiri.
"Al, kalau menurut mu ini demi masa depan mu, setidaknya kau bicarakan dulu dengan suami mu, kau seorang istri sekarang, bukan lagi gadis yang bisa melakukan apapun sesukamu." tegas Ansell, berusaha menasehati adiknya.
"Kak, aku hanya meminta sebuah ruko di pusat kota, apa aku salah? Bagi Kakak hanya sebuah ruko saja tidak susah kan? Bantu aku Kak! setelah aku menyiapkan semuanya aku akan bicara pada Kak Ali, Aku tidak memberitahu nya sekarang karena takut keinginan ku membebaninya Kak." lirih Alika berusaha menjelaskan.
Kehidupan Alika dan Gus Ali sampai saat ini memang terbilang sederhana, kehidupan masyarakat kelas menengah pada umumnya. Pekerjaan Ali yang hanya sebatas guru mengaji dan mengelola sebuah rumah makan kecil sebagai sampingan nya, membuat Alika tidak bisa berdiam diri. Alika ingin membantu meringankan beban suaminya, mengawali langkah nya dengan belajar membuat kue, berencana agar kedepannya ia bisa memulai bisnis kue dengan meminta bantuan Kakaknya. Dan semua itu ia lakukan berharap bisa membantu beban suaminya yang harus bekerja keras menafkahi nya dan memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
"Al, Kakak bukan tidak ingin membantu mu, Kakak hanya ingin kau lebih dewasa," timpal Ansell, hanya itu yang ia ucapkan, sampai kini ia beranjak berdiri dan meninggalkan Alika sendiri di sana.
*
Di ruang tengah, Zahra Ibu dan Gus Ali terlihat sedang berbincang sambil memakan kue buatan Alika.
"Mana kue untuk ku?" Ansell tiba-tiba datang dan duduk di samping Zahra, matanya melihat ke arah dus kue yang sudah tidak tersisa sepotong kue pun di sana.
"Kuenya terlalu enak Bib, jadi aku menghabiskan nya." Jawab polos Zahra tanpa rasa bersalah.
"Kenapa Adek rakus sekali?" Ansell menggelengkan kepalanya, bukannya kue itu tadi sangat banyak, kenapa sekarang sudah habis lagi? begitu pikirnya.
"Bukan Nak Zahra yang menghabiskan nya, tapi anak mu," canda Ibu dengan tawa nya.
"Hemm, padahal ingin sekali mencoba bagaimana rasanya, apakah rasanya enak melebihi pembuat kue profesional sampai sampai adik keras kepala itu ingin cepat-cepat membuka toko kue besar, tanpa sepengetahuan suaminya." batin Ansell mengumpat, perlahan menyandarkan kepalanya di bahu kursi. Merasa pusing mengingat kembali permintaan adiknya, yang menganggap semua hal bisa berjalan dengan mudah sesuai kemauan nya.
"Dek Alika di mana Bang?" Tanya Ali, melihat kiri kanan namun tidak kunjung melihat istrinya.
"Dia masih di dalam," jawab Ansell. Dan kini mengelus tangan Zahra mengharapkan bantuan istrinya.
"Katanya dia ingin bicara dengan Adek," lanjut Ansell, menyuruh Zahra untuk menemui Alika.
Beralasan Alika yang meminta, padahal dia sendiri yang menginginkan Zahra menemui Alika, berharap istrinya itu bisa menasehati adiknya.
Zahra pun kini beranjak menemui Alika, meninggalkan Ansell, Gus Ali dan Ibu, yang sedang melanjutkan percakapan mereka.
*
Di dalam ruangan, Alika terlihat duduk terkulai lemas mengingat semua perkataan Ansell yang tidak ingin membantu nya, tidak sadar air matanya lolos menetes membasahi pipinya.
"Ya Allah, apa sebenarnya yang Kau rencanakan di balik semua ini, apa aku terlihat seperti anak kecil jika aku ingin lebih maju dan membantu meringankan suamiku. Harus bagaimana agar aku bisa terlihat dewasa oleh Kakak, bahkan Engkau pun belum mempercayai Ku untuk menitipkan anak pada ku." lirih Alika mengeluarkan semua benaknya. Rasanya lelah menjalani kehidupan nya selama ini.
Begitu banyak cobaan dan gunjingan yang ia dapatkan,
Inilah, itulah, semuanya terus menghampiri nya silih berganti. Entah itu datang dari teman-teman masa lalu nya yang mengenal sosok Alika yang selalu penuh kemewahan namun sekarang tidak demikian, ataupun dari pihak keluarga Gus Ali yang selalu membandingkan nya dengan sosok wanita wanita solehah dan pintar yang se idiologi dengan suaminya.
"Aku hanya ingin memulai bisnis ku, kenapa Kakak tidak mau membantu ku, Ya Allah, kenapa semuanya terasa sangat sulit sekali." keluh Alika sambil menghembuskan nafasnya melepas benaknya.
Dari arah masuk, rupanya dari tadi Zahra melihat tingkah Alika dan mendengar dengan jelas semua perkataannya.
"Apa Kak Ansell yang menyuruh ku kesini?" batin Zahra langsung tau kalau suaminya sengaja menyuruhnya menghampiri Alika untuk menghibur nya. Bukan Alika yang meminta nya.
"Assalamualaikum, maaf Dek Kakak mengganggu!" salam Zahra sambil perlahan masuk mendekati Alika.
"Waalaikumsalam, Kak Zahra?" Alika langsung tertunduk malu, perlahan mengusap air matanya.
"Adek kenapa? Kalau ada masalah cerita sama Kakak," tutur Zahra yang kini sudah duduk di samping Alika.
"Tidak apa-apa Kak," Alika berusaha menutupi masalahnya, malu jika Zahra sampai tau, karena menurutnya ini adalah urusan dia dengan Kakaknya.
"Maaf, Kakak tadi mendengar semua perkataan Adek, Kak Ansell pasti memiliki alasan di setiap perkataan nya Dek, coba Adek ceritakan mungkin Kakak bisa membantu." Tutur Zahra, kini perlahan mengelus punggung Alika.
Alika yang butuh akan kasih sayang dan dukungan, mau tidak mau menceritakan semuanya pada Zahra, memberitahu semua niat nya yang ingin membuka sebuah toko kue untuk mengawali bisnisnya.
"Jadi semua yang sudah Adek rencanakan tanpa sepengetahuan Kak Ali?" Zahra langsung mengerti kenapa suaminya sampai tidak merespon kemauan Alika.
"Iya Kak, aku bermaksud menceritakan nya jika semua persiapan ku sudah beres. Karena aku merasa merintis bisnis membutuhkan modal yang besar, jadi aku meminta bantuan Kak Ansell, sebelum bicara dengan Kak Ali, aku akan bicara pada Kak Ali saat semua persiapan ku sudah beres Kak, Aku tidak ingin maksud ku untuk membantu malah menjadi beban untuk Kak Ali." Begitulah pemikiran Alika, yang terlalu semangat dengan segala perencanaan nya, sampai tidak melihat akan seperti apa resiko nya.
"Dek, Kakak tau maksud Adek baik ingin membantu Kak Ali. Tapi bukan seperti ini caranya sayang."
"Lalu harus bagaimana Kak, Aku hanya meminta sebuah ruko pada Kakak ku sendiri apa itu salah?"
Alika tidak sadar meninggikan suaranya. Pikiran nya yang sudah membayangkan tentang semua rencana, bahkan sudah punya gambaran akan seperti apa toko kue nya nanti, langsung hancur seketika saat ide nya itu tidak mendapat respon dari Kakaknya.
"Kak Ansell seorang lelaki, Dia menghargai Kak Ali, bisa merasakan bagaimana perasaan Kak Ali di saat istrinya ingin melakukan sesuatu namun malah minta bantuan sodaranya dari pada berunding dengan suaminya." Zahra berusaha menjelaskan penolakan Ansell.
"Aku hanya tidak ingin membebani Kak Ali Kak,"
"Dek, apapun yang akan seorang istri lakukan, baik itu hal kecil atau hal besar, usahakan berunding dulu dengan suami, sesulit apapun itu, jika di rundingkan dan di musyawarahkan bersama, pasti ada jalan terbaik nya. Kakak percaya pada Kak Ali, seorang Imam pasti punya cara untuk membereskan semuanya tanpa menjadi beban untuk keduanya." tutur Zahra, menjelaskan semua maksud penolakan Ansell yang tidak memenuhi keinginan adiknya.
"Kak Zahra mudah bicara seperti itu, karena Kakak tidak berada di posisiku, Kakak memiliki semuanya, Kakak pasti tenang tanpa ada ujian yang menimpa kehidupan Kakak." Tiba-tiba terbesit dalam hati Alika rasa iri, sampai kata itu keluar dari bibir nya.
Zahra kini merangkul Alika, menyandarkan kepala Alika di bahu nya.
"Manusia di muka bumi ini semuanya pasti tidak akan lepas dari 4 hal Dek.
Yaitu maksiat dan to'at, nikmat dan balita. Walaupun berbeda
sejatinya semua itu adalah ujian untuk setiap hamba Nya." tutur Zahra, berusaha menjelaskan kalau bukan hanya dia yang mendapatkan ujian, melainkan semua hamba Allah sejatinya pasti mendapatkan ujian dalam setiap perjalanan hidupnya.
"Kenapa demikian Kak, bukankah ujian sesuatu yang tidak kita inginkan, dan kita harus sabar menjalankan nya?" tanya polos Alika. Setiap belaian Zahra rupanya perlahan menenangkan nya.
"Pada dasarnya iya, namun Adek juga harus tau, saat kita melakukan maksiat, ataupun to'at, kita di uji sayang, orang yang melakukan maksiat sebenarnya di uji, akankah dia bisa kembali mengingat Allah atau mungkin lupa sampai Dia terus terjerumus dalam kesalahan."
"Begitu pula sebaliknya, saat kita melakukan to'at, kita pun di uji, apakah kita yang selalu to'at akan kembali pada Allah dan mengingat bahwa pada saat kita melakukan to'at itu bukan lah kuasa kita melainkan Rahmat Allah."
"Dan sama halnya saat kita di berikan Nikmat, dan musibah, itu pun ujian, saat kita di berikan rezeki yang berlimpah, kehidupan yang mewah dan menyenangkan kita pun sebenarnya sedang di uji, akankah dengan nikmat itu kita bisa kembali pada Allah dan mensyukuri segala nikmat Nya, atau mungkin kita malah terlena dengan semua kenikmatan itu sampai kita lupa, bahkan tidak jarang kita malah takabur dan merasa bahwa semua nikmat itu adalah kekuasaan kita."
"Dan menurut Kakak itulah ujian yang paling berat, karena saat kita di uji tapi kita tidak merasa di uji, sampai kita pun lupa diri."
"sebaliknya, jika kita berada dalam musibah, kita sama sedang di uji, akankah kita sabar dan menyadari kalau semua musibah itu sebenarnya adalah rasa kasih sayang Allah agar kita senantiasa mengingat nya."
"Karena sejatinya setiap hamba Allah semuanya sedang di uji, namun hanya orang orang terpilih lah yang merasa bahwa semua itu adalah ujian.
Jadi jangan pernah berkecil hati dengan apa yang Adek alami, bersyukur lah karena Allah masih menyayangi kita dan memberikan jalan agar kita bisa terus mengingat Nya. Bersabarlah meski jalan itu berupa kesulitan Dek," turut Zahra dengan begitu panjang lebar, hanya itu yang bisa ia katakan untuk menghibur keadaan adiknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Yayoek Rahayu
sangat setuju dg zahra...
2022-08-13
0
Nur Aeni Eni
maa syaa Allah,zahra adem banget sukak banget❤️❤️
lanjut terus
2021-06-20
0
R.F
semangat up
2020-12-21
0