DIA DAN BUKANNYA AKU
Shafira Pangestu, seorang gadis bermata coklat dan berwajah manis, imut, cantik, anggun, baik, cerdik, dan agak acuh. hari ini aku ingin menceritakan sebuah kisah hidup seorang introvert yang ingin berubah menjadi ekstrovert, itulah aku. tepat pada hari ini aku berusia 21 tahun, seorang mahasiswi dari fakultas filsafat semester 6, hohoho... hanya tersisa satu tahun lagi maka aku akan menjadi sarjana,jika skripsi ku selesai lebih awal.
selama 21 tahun ini pula aku tidak pernah yang namanya tersentuh bumbu asmara, bukan karena tidak ingin pacaran, tapi emang nggak ada yang mau. setiap kali aku menyatakan cinta kepada seseorang, bukannya mendapatkan tolakan dari si cowok, malah aku mendapatkan cakaran dari pacar si cowok yang aku taksir.
aku anak piatu dari umur 10 tahun, ibuku meninggal saat berjuang melahirkan adik laki-laki ku yang sangat tampan dan jenius, bagiku dan ayah, begitupun orang-orang. aku sempat marah, kecewa dan sedih bahkan hingga demam selama seminggu. aku tidak marah ataupun kecewa pada adikku Zian Pangestu, tapi kepada ibuku yang dengan ikhlas nya meninggalkan aku, ayah dan adik kecilku.
saat itu aku merasa bahwa Tuhan telah berlaku tidak adil padaku, ayah dan adikku. aku bahkan sempat menanyakan dimana letak hati nurani Tuhan, kenapa Tuhan tega merebut ibu dari kehidupan kami? mengapa Tuhan memberikan adik padaku sedangkan ibu direnggut oleh-Nya setelah memberikan sosok baru?. dan masih ada banyak pertanyaan yang telah ku lupakan, tapi kini aku telah sadar.
Jika Tuhan memberikan cobaan ini untuk kami, karena Tuhan tau jika kami bisa melewatinya. walaupun kini kami hidup tanpa sosok ibu yang menemani hari-hari yang cerah maupun kelabu ini, kami tetap bisa berbahagia. seperti saat ini kami bertiga sedang asik memperhatikan acara televisi, menonton acara berita di salah satu stasiun televisi.
"pah... salurannya pindah dong!" rengek ku sejak tadi
"Zian... tadi di sekolah ngapain aja?" aku diabaikan
"nggak banyak pah! Zian cuma duduk-duduk dikelas atau nggak ke perpustakaan" jawab Zian
"pah... papa... pinjam remote nya" rengek ku sambil menggeliat seperti anak kecil merajuk
"apa kamu nggak main sama temen-temen?... biasanya anak-anak kayak kamu sibuk main!" kata ayah kembali mengabaikan aku yang mulai kumat gilanya
"buang-buang waktu... ntar kalo Zian kebanyakan main takut jadi bodoh kayak seseorang!" sindir Zian yang ditunjukkan nya kepadaku
"bilang aja kamu nggak punya temen... sok-sokan ngatain orang!" balasku menyindirnya
"bener kata kamu..."
" tuh... liat papa aja belain aku! berarti kamu yang nggak waras, iya kan pah?" kataku memotong kalimat ayah
"kata siapa papa belain kamu... wong papa mengiyakan kalimat Zian..."
"udah bego narsis pula! jadi ragu kalo kak Sha anak papa..." kata Zian sambil menggelengkan kepalanya
(aku melempar bantal kearah Zian dan berhasil mendarat di wajahnya yang sedang tertawa bersama ayah)
"sudah... sudah... jangan kayak Tom and Jerry! jangan sampai rumah pecah lagi gara-gara kalian..." ayah menengahi pertarungan bantal kami
"dasar anak kecil..." ejek ku
"sudah...sudah... Zian PR kamu katanya belum selesai! nggak mau di kerjakan sekarang?" tanya ayah kembali menengahi kami
"oh iya... hampir aja lupa gara-gara tikus tanah!" ejeknya kepadaku
(ku lemparkan bantal sekuat tenaga kearahnya namun sayang bantal yang ku lempar hanya mengenai angin kosong)
"Sha... udah jangan berantem lagi! skripsi kamu gimana udah selesai?" tanya ayah mengalihkan kekesalanku
"hehehe... dikit lagi pah..." kataku sambil nyengir kuda
"nggak mau ngerjain? kalo selesainya lebih cepat itukan juga baik buat kamu!" kata ayah menasehati ku
"nanti aja pah... sekarang aku mau nonton kartun..."
"nggak ada kartun... nonton berita aja biar kamu paham politik" kata ayah kembali menyembunyikan remote tv setelah menurunkan volume siaran
"papa..." rengek ku dan kembali rebahan di sofa panjang depan tv sambil membekap wajah di atas bantal
kulihat wajah tua ayah yang sedang menatap penuh keseriusan pada kotak yang bernama telivisi itu, penuh dengan keanggunan namun berselimut kabut kesedihan. setelah ibu meninggal ayah memutuskan untuk merawat kami berdua seorang diri dengan penghasilannya sebagai karyawan bank. dulu semasa ibu masih ada, penghasilan keluarga jadi terbantu karena keterampilan ibu dalam hal memasak.
dan semua keterampilan itu kini dimiliki oleh adikku sepenuhnya, sedangkan aku hanya memiliki secuil keterampilan ibuku. mungkin karena sifat ku lebih dominan ke arah gen ayah ketimbang ibu. hal ini lah yang membuatku bangga menjadi anak mereka, walaupun mereka belum tentu bangga dengan anaknya yang bodoh ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
ANAA K
Semangat kak
2021-10-11
0
kopi*hitam
awal yang bagus
2021-02-16
0
ARSY ALFAZZA
Hadir membawa dukungan 😇 salam persahabatan 🙏
2021-02-05
1