Daniel berjalan menuju rumah Kayla bersama dengan ransel hitamnya. Pagi ini dia sangat bersemangat, namun mengapa Kayla dan Dami belum muncul. Biasanya ia selalu melihat mereka menunggu di teras. Ataukah mereka lelah menantinya, apa sekarang Daniel yang harus menunggu.
Pria itu segera mengarah pada pintu utama rumah Kayla. Belum sempat ia memegang kenop, seseorang muncul di balik pintu. “Astagfirullah!” pekik Daniel melihat bi Minah keluar memakai daster handalannya dengan wajah berbalut topeng putih.
“Ya ampun, Den. Dikira saya teh setan apa? Segitu kagetnya.”
“Bibi mau kemana pakai masker segala?” tanya Daniel yang menatap Bi Minah bingung.
“Tuh! Beli sayuran.”
Daniel menoleh ke belakang dan memang benar, di seberang jalan terdapat akang sayur dengan gerobak merahnya. Tapi ia masih heran mengapa Bi Minah memakai masker wajah. Daniel cukup tau, yang sering menggunakan perawatan seperti itu ialah Kayla. Namun sekarang berbalik pada pembantunya.
Seperti menjawab pikiran Daniel. Bi Minah berkata, “Dan Bibi tuh pakai ini biar wajahnya teh kenceng. Kitu cenah non kayla”
“Tapi kalau mau keluar jangan di pakei juga, Bi. Emang Bibi mau? Ketemu sama Akang sayur wajahnya putih kayak gitu.” Daniel berdecak. “Tau ah! Ay mana, Bi?” Geramnya.
“Udah berangkat Den!”
“Hah! Sama Dami?”
“Sendirian sepertinya Den. Urang berangkatnya pagi buta!”
“Ngapain? Bantu bukain gerbang.”
“Lah, Bibi gak tau atuh Den. Eh! Tapi katanya mau ketemu cogan.”
Daniel termenung mencerna perkataan bi Minah. Siapa yang Kayla temui, sampai rela mimpi paginya terengut hanya untuk spesies cogan. Tak biasanya dan itu bukan Kayla. Bahkan dia lebih rela berjuta-juta emas yang dibuang dari pada mimpinya yang terbuang.
Bi Minah berdecak melihat Daniel yang tiba-tiba saja melamun. Bibi pun melangkah pada abang sayur yang telah menantinya. Tapi sebelum itu Bi Minah memenuhi ucapan Daniel untuk melepas masker wajah, membuangnya pada tong sampah.
“Namanya sia—” ucap Daniel terpotong di saat bi Minah sudah tak di depannya. “Astaga!” sambungnya.
“Tch ... kan cogan di SMA Cakrawala cuma gue! Siapa lagi?” celetuk Daniel dengan kepedean yang tinggi. Ia terlihat mengetuk-ngetukkan ibu jarinya pada bibir, memikirkan sesuatu.
Tiba-tiba Daniel teringat akan satu hal. “Ah! Yah, anak baru itu. yakin banget gue pasti si Ay nemuin tuh orang.” Dengan cekatan ia berlari menuju rumah Dami dan menggedor-gedor pintu secara tak manusiawi.
“DAMI! DAMI! DAMI!” teriak Daniel yang tak direspon sama sekali atau paling tepatnya tidak ada tanda-tanda sahutan. Pintu yang setiap pagi selalu dibuka, sekarang masih terkunci rapat.
“Pak Adi! Pak! Pak Adi!” teriaknya lagi memanggil pak Adi. Beliau adalah orang kepercayaan keluarga Brata (Ayah Dami) yang telah mengabdi sepuluh Tahun pada keluarga milik Brata. Pak Adi termasuk orang Jawa, perkataan yang ia ucapan biasanya tak lepas dari ciri khas.
Samar-samar Daniel mendengar suara dari arah bagasi, yang bertempat pada samping kanan dari pintu utama. Dan ternyata benar pak Adi sedang mengotak-atik motor vespa kesayangannya.
“Pak, kok pintu depan masih dikunci?”
“Iyo lah! Kan isih ana ing rumah sakit.”
“Pak Adi, bisa gak pakai bahasa Indonesia!” gerutu Daniel
“Haish ... Den Dami kan tadi malam dibawa ke rumah sakit trus saiki belum ada yang pulang. Masa mas Daniel gak tau."
Terlihat Daniel sangat terkejut mendengar itu. Yang ia tau kemarin Dami masih sehat, masih berangkat sekolah dengannya. Namun mengapa sekarang beda. “Wah, Pak Adi jangan becanda yah. Ini udah siang, Pak. Daniel mau berangkat sekolah!”
“Kok ra percoyo to, Pak Adi tuh sempet dengar, tadi malam Tuan sama Nyonya cekcok! Sampai tiba-tiba Tuan teriak minta bantuan saya bu—”
“Ah! Iya-iya. Udah aku berangkat, Pak.”
“Loh! Dikandani yoh malah kabur. MAS DANIEL!”
Daniel tak menghiraukan teriakan pak Adi. Ia bergegas mengambil mobil dan melajukannya dengan kecepatan tinggi, klaksonnya terus berbunyi membelah jalanan. Hingga tiba-tiba Daniel teringat Kayla. Ia mencoba merogoh saku celananya mengambil ponsel, lalu menelepon sahabatnya itu. Namun berkali-kali panggilannya selalu ditolak.
...
Kayla menggerutu dalam hati, menyebutkan sumpah serapah pada sahabatnya ini. Daniel terus saja meneleponnya tanpa henti. Sampai akhirnya ia mematikan ponselnya dengan jengkel.
“Siapa sih, Ay. Angkat aja.”
“Emm. Enggak Cuma Daniel kok. Pasti telpon cuma ngoceh-ngoceh doang.”
Sungguh, Daniel sudah sangat mengganggu aktivitas paginya, bersama seorang pria yang beberapa hari ini Kayla kagumi. Sampai rela pagi ini ia bertempur dengan bekunya air dan membelah dinginnya angin. Baru kali ini Kayla merasa menggigil, namun ia sembunyikan sedari tadi hanya untuk seorang Ardan.
Pagi ini Kayla berinisiatif berlagak meminta Ardan mengajarinya rumus matematika. Seperti sekarang di kelas mereka hanya berdua dengan posisi duduk berhadapan, Kayla yang memutar kursinya ke belakang.
"Kok kelas masih sepi yah?" tanya Kayla
"Tapi di luar udah banyak orang kok." Bukan suatu kebetulan kelas mendadak sepi, karena memang Kayla telah menyuruh para temannya untuk tidak masuk kelas sebelum bel berbunyi.
"Biasanya kamu gak pernah dateng sepagi tadi?"
Skakmat! Kayla sempat bungkam lalu menjawab dengan nada bingung, "Em ... Itu-"
"Apa?" goda Ardan.
"Dami sama Daniel, ngajakin berangkat pagi."
"Yakin?" godanya lagi.
"Ish! Nada kamu ngejek aku sih."
Ardan tertawa kecil. "Enggak! Udah ini gimana. Udah ngerti?" tanyanya menunjuk pada buku penuh angka-angka rumit di atas meja.
"Udah! Makasih yah." Ardan menjawab hanya dengan anggukan kecil. Padahal Kayla sama sekali masih tak mengerti, bahkan memang dia tak ingin memahami rumus matematika yang selalu bisa membuat otaknya bekerja keras. Dan dia tak ingin otaknya kelelahan.
"Ay! Nanti malem ada acara gak?"
Mau ngajak dinner? Iya aku mau Ar. Batinnya. "Kayaknya sih enggak, ada apa emang?" jawab Kayla dengan wajah sumringah.
"Mau ikut aku?"
"Kemana?"
"Ke perpustakaan kota."
"Mau ngapain?"
"Nyari baju!"
Kayla mengerutkan kening. Apa maksudnya? Melihat Kayla yang kebingungan Ardan terkekeh. Kayla memang sangat lucu, menggemaskan baginya. "Nyari buku, Ay. Aku masih waras kali, gak mungkin juga nyari baju di perpus. Jadi gimana mau gak?"
Kayla masih berlagak menimang-nimang ajakan itu. Walaupun tau ujung-ujungnya ia tetap akan menerima, sekalipun itu ke perpustakaan. Kayla hanya berpikir, sudah berapa lama matanya tak melihat jejeran rak dengan buku di dalamnya. Membayangkan saja sudah membuatnya ngeri.
"Gak mau yah?" tanya Ardan yang melihat Kayla hanya diam.
Namun dengan cekatan Kayla berucap, "Mau kok! Siapa bilang gak mau!"
"Okey! Kalau gitu nanti malam aku jemput yah?"
"Emang kamu tau rumah aku?"
"Emang kamu gak tau gimana canggihnya Hp?"
"Ah! Iya, aku share loc nanti. Kalau gitu aku keluar yah?"
"Bentar lagi masuk, Ay."
"Ke kamar mandi doang kok!" ujarnya mencari alasan. Karena sesungguhnya Kayla ingin cepat keluar, meredakan jantungnya yang berdetak tak karuan dan berteriak sekencang mungkin.
"Yaudah."
Kayla dengan cepat berlari keluar. Sesampainya di luar ia seperti ingin dimangsa oleh tatapan para temannya. Namun apalah Kayla, dia melenggang pergi bersikap bodo amat.
Kelas kedua sahabatnya lah yang sekarang menjadi targetnya. Kayla akan bercerita panjang lebar, lantaran ia telah mengetahui bila hari ini semua kelas akan dikosongkan, karena guru rapat untuk persiapan ujian mereka. Sungguh hari ini sangat menyenangkan baginya.
Namun bingung yang sekarang Kayla rasakan. Setelah sampai di kelas ia tak melihat Daniel dan Dami di sana. Teman satu kelasnya bilang mereka hari ini absen. Kekhawatiran jelas tergambar pada raut wajahnya. Kayla merasa bersalah karena pagi tadi ia tak menerima telpon dari Daniel. Apa yang terjadi? Batinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Little Peony
Like like like 🌸🌸🌸
2021-03-01
1
yiyi
5 like mendarat dulu
jangan lupa mampir ya thorr
"Putri medis"
bsk ku lanjutin lg baca novelmu😉
2021-02-11
3
_rus
Sudah aku beri 5 like 👍🏽👍🏽
Dan juga rate Thor ⭐⭐
Tetap semangat pokoknya 💪🏽💪🏽
Salam kenal dari "Sebuah Sebuah Kisah Cintaku" 😁
2021-02-06
1