Bab 5

Film bergenre romantis itu pun sudah di putar. Luna dan Gandhi sangat serius menikmati jalan cerita. Bahkan Luna sampai terbawa perasaan. Ia hampir meneteskan air mata saat ada adegan menyedihkan di film yang mereka tonton. Gandhi tertawa melihat Luna yang dalam istilah jaman sekarang ‘baper’.

“Apa sih kamu malah ngetawain aku!” teriak Luna sambil memukul bahu Gandhi. Gandhi tak berhenti mengejek Luna. Luna menjadi kesal.

“Lun, jangan marah dong,” bujuknya sambil mencolek pipi Luna.

“Udah nonton aja!” bentak Luna sambil mendorong wajah Gandhi agar menatap ke depan. Gandhi menjahili Luna. Mencubit pipi Luna kuat-kuat agar Luna memperhatikannya namun Luna tetap tak menoleh ke arahnya. Hingga pada akhirnya Luna kehabisan kesabaran, ia menoleh Gandhi dengan cepat. Wajah mereka begitu dekat. Luna gugup, ia buru-buru memalingkan wajah begitupula dengan Gandhi. Jantung mereka berdebar kencang. Mereka menjadi canggung. Untuk sesaat mereka sama-sama serius menonton film. Kedua mata mereka mendadak membelalak ketika film menunjukkan adegan berciuman. Luna memalingkan wajahnya ke samping menghindari tayangan itu. Berbeda dengan Gandhi yang mulai terbawa suasana. Ia melirik ke arah Luna, melihat bibir tipis milik Luna. Mendadak ia menjadi penasaran ingin menyentuhnya.

“Luna,” Gandhi berbisik memanggil Luna. Luna menoleh ke arahnya. Kedua mata mereka bertatapan. Luna mendadak seperti terhipnotis. Ia diam sambil terus menatap Gandhi tanpa bergerak sedikitpun. Perlahan Gandhi mendekatkan wajahnya, semakin dekat hingga bibirnya menyentuh bibir Luna. Luna tak bisa menolak sama sekali. Tubuhnya mendadak kaku dan telinganya tak mampu lagi mendengar suara apapun. Gandhi sudah mengulum bibirnya, diam-diam Luna juga menikmatinya. Beberapa saat kemudian Luna tersadar dan mendorong tubuh Gandhi kebelakang hingga ciuman itu terlepas. Luna memalingkan wajahnya ke samping dan mengutuk dirinya berkali-kali dalam hati.

“Lun, maaf.” Bisiknya pelan. Ia khawatir Luna akan marah. Luna tak menjawab, ia terdiam sambil terus menonton. Hingga film itu berakhir. Mereka keluar dari bioskop dengan perasaan yang sulit di tebak. Gandhi merasa bersalah kepada Luna. Luna masuk ke mobil dan segera menutup pintu. Gandhi menyusul dan duduk di depan kursi kemudi. Ia menatap Luna dalam-dalam.

“Kamu marah, Lun?” tanyanya. Luna menoleh ke arahnya, kemudian menggeleng. Ia tersenyum, tangannya menyentuh wajah Gandhi. Gandhi meraih tangan Luna di wajahnya.

“Terimakasih.” Ucapnya sambil tersenyum. Gandhi menyentuh dagu Luna, mendekatkan wajahnya. Berapa saat kemudian bibirnya sudah mengulum bibir Luna. Luna tidak menolak, ia justru tergoda untuk membalasnya. Suasana parkir sedang sepi sehingga mereka dengan leluasa berciuman tanpa khawatir ada yang melihat. Gandhi melepaskan ciumannya, kemudian mengecup kening Luna. Luna tersenyum.

Luna membaringkan tubuhnya di tempat tidur sambil mendekap bantal berbentuk hati di dadanya. Matanya menatap langit-langit kamar. Pikirannya menerawang jauh. Ia teringat akan ciuman pertamanya bersama Gandhi. Sahabat yang kini telah menjadi kekasihnya. Ia tersenyum mengingat kenangan itu. Ia semakin yakin kepada dirinya bahwa Gandhi adalah laki-laki terbaik yang tuhan berikan kepadanya.

Sementara Gandhi, juga sedang tergila-gila di kamarnya. Ia mengagumi ciumannya dengan Luna. Gandhi menjadi semakin menyukai Luna dan menginginkan Luna untuk menjadi miliknya selamanya. Tak ada yang boleh merebut Luna darinya.

“Gandhi, ayo makan. Mama tunggu di meja makan sekarang.” Suara Mama terdengar dari balik pintu. Seketika membuyarkan bayangan indah Gandhi.

“Aah Mama ganggu aja,” gerutunya sambil beranjak dari tempat tidur menuju meja makan. Mama memperhatikan Gandhi yang tidak berhenti tersenyum tanpa menoleh ke arah Mama. Mama menjadi curiga.

“Gandhi, ada sesuatu yang membuat kamu senang?” tanya Mama penuh selidik. Gandhi menggaruk kepalanya.

“Mama apaan sih.”

“Kamu punya pacar?” Mama semakin curiga.

“Kalo iya kenapa, Ma?” Gandhi balas bertanya.

“Bawa pacarmu kemari,”

“Untuk apa, Ma?”

“Mama mau kenalan lah, kan calon mantu masa gak dikenalin.”

“Oooh kirain mau Mama siksa.” Gandhi tertawa.

“Kapan-kapan Gandhi kenalin ke Mama. Percaya deh Mama bakal suka.” Mama tersenyum melihat anaknya yang terlihat bahagia. Mama bukanlah orang yang banyak mengatur. Ia tidak mempermasalahkan Gandhi akan berteman dengan siapapun.

“Lun, Mama mau ketemu kamu loh.” Kata Gandhi membuat Luna menjadi tersedak.

“Duh, pelan-pelan minumnya, Lun.” Gandhi menepuk-nepuk punggung Luna.

“Kamu aja yang tiba-tiba nyerang!” Luna tidak terima.

“Tapi kamu suka kan kalo aku nyerang duluan,” godanya. Luna yang mengetahui arah bicara Gandhi segera mendorong kepalanya.

“Apaan sih!”

“Tapi, Di. Aku takut sama Mama kamu.” Luna khawatir.

“Mama ku gak seperti Ibu kamu, Luna.” ejek Gandhi. Luna mencibir.

“Kapan-kapan deh kalo aku udah siap.”

“Jangan kelamaan, Lun. Nanti keburu di ambil orang.”

“Apanya?”

“Mama mertua, lah.”

“Iiih!” Luna mencubit lengan Gandhi. Ia kesal karena Gandhi selalu menggodanya.

“Lun, Tante Silvi kemana? Kok sepi.” Tanya Gandhi saat menginjakkan kaki di rumah Luna.

“Lagi menemui klien sama Om Farid.” Jawab Luna sambil terus berjalan menuju sofa di ruang tamu. Gandhi mengangguk.

“Tunggu di sini ya. Aku ambil minum dulu.” Luna bergegas menuju ke dapur untuk mengambil minum.

“Astaga!” Luna memekik saat Gandhi sudah berdiri dibelakangnya.

“Kamu ngapain ikut ke dapur?” tanyanya dengan kesal. Luna mengajak Gandhi keluar namun Gandhi menariknya.

“Aku haus, Lun.” Jawabnya sambil menggaruk kepala.

“Ini kan aku ambil minum,” katanya sambil mengangkat botol berisi minuman. Gandhi mengambil botol di tangan Luna dan meneguknya. Luna geleng-geleng kepala.

“Segitu hausnya ya sampai gak sabar ngikutin aku ke dapur.” Kata Luna. Tiba-tiba Gandhi menarik tubuh Luna dan mencium bibirnya. Luna terkejut, ia berusaha melepaskan Gandhi.

“Aku gak bisa nafas!” teriaknya. Gandhi melepaskan ciumannya.

“Maaf,” kemudian ia kembali mencium Luna dengan hati-hati agar Luna tidak tersiksa. Luna menikmati ciuman Gandhi. Hingga tanpa sadar tangan Gandhi bergerak meraba tubuhnya hendak menyentuh bagian sensitifnya. Luna terkejut mendapat sentuhan itu. Ia melepaskan Gandhi.

“Maaf, Lun.” Gandhi kembali menarik Luna melanjutkan ciumannya. Beberapa saat kemudian Luna terbawa suasana yang di ciptakan oleh Gandhi. Gandhi kembali menyentuh bagian sensitif Luna. Kali ini Luna tak menolak, ia membiarkan Gandhi melakukan keinginannya. Ciuman itu pun berakhir. Luna mengajak Gandhi untuk duduk di ruang tamu. Ia juga khawatir kalau Tante Silvi dan Om Farid akan segera pulang dan mengetahui perbuatan mereka.

Luna merenung di dalam kamarnya. Ia teringat kejadian yang dilakukannya bersama Gandhi tadi siang. Ia merasa menyesal. Tidak seharusnya ia melakukan hal yang tidak boleh dilakukan bersama laki-laki yang bukan muhrim. Luna mengutuk dirinya berkali-kali. Ia menjadi kesal kepada Gandhi yang menyentuhnya secara paksa. Emosinya mendadak bergemuruh di dada. Ia membenci Gandhi dalam hatinya. Gandhi yang ia kenal baik sekarang berubah setelah menjadi kekasihnya. Ia mulai meragukan cinta Gandhi.

Terpopuler

Comments

MARY DICE

MARY DICE

Sahabat macam apa itu

2020-12-27

1

Arnijum

Arnijum

mulai kelihatan kan

2020-12-20

1

Lana Bibi

Lana Bibi

waduh...
Ghandi mulai kelihatan aslinya tu

2020-12-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!