Matahari sudah mulai menampakkan wujudnya, cahaya dari sinarnya juga sudah siap untuk menemani hari-hari para penduduk bumi, saat ini jam dinding menunjukan hampir jam delapan pagi saat Suci menggeliat di atas tempat tidur, ia merengganggan ototnya yang terasa kaku dengan merentangkan tangan secara tidak beraturan, secara perlahan ia mengucek kedua matanya dan berusaha mengenali ruangan kamar ini , "di mana tasku?" gumam Suci saat melihat meja kecil yang tidak ada apapun di atasnya dan mulai duduk di atas tempat tidur.
"Ah, kenapa kepalaku terasa pusing?" Suci memegang kepalanya dan mendadak menjadi panik saat menyadari ternyata saat ini ia tidak memakai pakaiannya, "di mana ini? kenapa aku tidak memakai pakaianku?" Suci yang panik menyingkap selimutnya, kedua matanya membulat dengan sempurna saat memperhatikan keseluruhan penampilannya.
Kemeja putih lengan panjang sudah membalut tubuhnya hingga sebatas paha, bahkan hampir menenggelamkan tangannya karena ukurannya yang memang lebih jauh dari ukuran tubuhnya, Suci berdiri dengan gelisah tiba-tiba saja ia teringat perihal kejadian tadi malam yang sudah dilaluinya dengan Fery, "tidak mungkin sejauh itu? tidak mungkin kami melakukannya? akh kenapa aku mabuk? kenapa aku harus minum itu?" Suci sudah semakin resah, ia kembali duduk di atas tempat tidur dengan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Suci bodoh! kenapa jadi seperti ini?" ucapnya dengan punggung yang bergetar, karena mencoba menahan tangisnya.
"Sayang kamu sudah bangun?" Fery baru saja masuk ke dalam kamar dengan membawa koper kecil milik Suci dan meletakkannya di dekat pintu.
"Maaf Pak, saya mengantarkan makanan ini," seorang petugas hotel sudah ikut berdiri di depan pintu, "berikan!" Fery mengambil alih dan mendekati Suci saat petugas hotel pergi dari kamarnya.
"Apa kamu sudah merasa lebih baik sekarang?" Fery meletakkan nampan tersebut di atas meja dan mendekati Suci yang masih diam dan menatap nanar kearahnya, "kenapa melihatku seperti itu?" tanya Fery sembari menyingkap suir rambut Suci ke belakang telinga gadis itu.
"Apa yang sudah kita lakukan, Kak?" tanya Suci.
"Memangnya apa yang sudah kita lakukan? dengarkan aku baik-baik, jangan sampai aku melihatmu ada di tempat seperti itu, ini untuk yang pertama dan terakhir kamu menyentuh minuman itu, kamu mengerti?" Fery mengalihkan pembicaraan dengan memberikan peringatan seakan tidak mau dibantah.
"Kakak bilang, kakak tidak mau membuatku malu, kakak tidak mau menyakitiku tapi apa yang sudah Kakak lakukan? apa yang sudah kita lakukan Kak?" Suci yang panik masih saja mencerca Fery dengan pertanyaan.
"Kamu tidak ingat apa' pun? kamu tidak ingat apa yang sudah kita lakukan?" tanya Fery.
"Tolong jelaskan apa yang sudah kita lakukan Kak! jangan buat aku bingung begini."
"Tenanglah ... perlahan tapi pasti kamu akan mengingatnya! yang penting sekarang kamu sudah menjadi milikku seutuhnya, kamu tidak bisa pergi tanpa ijinku, sekarang bersihkan tubuhmu dan bersiaplah, hari ini juga kita kembali ke Kota!"
"Kenapa Kakak melakukan ini? apa aku sudah tidak Suci lagi? harusnya ini tidak terjadi Kak!" Suci sudah meninggikan suaranya.
"Sssttt tenanglah, mulai sekarang kamu sudah menjadi tanggung jawabku, jadi kamu tidak perlu cemas, lagi pula tidak terjadi apapun, aku tidak menyentuhmu sama sekali." Fery memeluk Suci dan mencoba untuk menenagkannya.
"Jahat hiks hiks hiks aku sudah tidak Suci lagi, maafkan Suci! ayah ... ibu! maafkan Suci!" Suci yang tidak percaya sudah menangis dalam dekapan Fery.
"Kita pulang ya, percayalah kamu masih Suci sayang, dan kita akan menikah secepatnya."
***
Pagi itu juga Suci dan Fery memutuskan untuk membawa Suci dan meninggalkan asistennya yang harus meninjau lokasi, Milla dan Nino yang merasa dirugikan sudah memberikan laporan kepada Ariel mengenai pemutusan kerja sama mereka yang diputuskan Fery secara sepihak.
Fery dan Suci sudah berada di dalam pesawat, tidak seperti perjalanan sebelumnya yang terlihat romantis, kali ini Suci diam seribu bahasa pikirannya masih menerawang jauh, dalam hatinya masih mempertanyakan kesuciannya sendiri, sementara Fery terlihat sibuk mengecek email dari ponselnya sesekali melirik Suci yang duduk di sampingnya.
Kedatangan mereka di Bandara sudah di tunggu supir yang dikirim Ariel untuk mereka dan langsung membawa mereka ke tempat tujuan, "apa yang kamu pikirkan hm?" tanya Fery sembari menyatukan jari-jemari mereka.
"Tidak ada... " Suci menjawab dengan lirih, ia baru menyadari kalau tempat ini sangat tidak asing untuknya, semua persiapan baik itu tiket Fery sendiri yang menyiapkan, pikirannya yang masih tidak fokus membuatnya baru menyadari tempat ini, "kenapa kita pulang ke kampung?" tanya Suci.
"Jangan khawatir, hari ini juga aku akan melamarmu di depan semua keluarga yang sudah menunggu kita," ucapan Fery menyenangkan hati Suci, karena impiannya menikah dengan Fery akan terwujud, tapi hati kecilnya masih belum merasa tenang, apakah harus dengan cara seperti ini? pikirnya.
Tidak butuh waktu lama, sampailah keduanya di tempat tujuan, Suci terkejut dan menatap tidak percaya dengan keramaian yang ada di depan rumahnya, jantungnya bertetak kencang, aliran darahnya seakan berhenti mengalir, tubuhnya mendadak menjadi dingin, wajahnya menjadi pusat pasi, benarkah ia sudah ditunggu? untuk apa mereka menunggu kedatangannya?
Suci masih enggan turun dari mobil, kedua matanya sudah mulai berkaca-kaca, bahkan tubuhnya sudah sangat lemas, "tidak mungkin..." ucapnya lirih.
"Kamu pasti kuat, bersabarlah, aku tahu kamu pasti bisa melewati ini," Fery memeluk Suci yang sudah menangis ,"sekarang kita turun ya," perlahan Fery mengajak Suci keluar dari mobil.
Semua mata tertuju pada Suci yang berjalan sempoyongan menuju tenda biru, tidak ada yang membuka suara, mereka hanya mengeluarkan air mata, yang membuat Suci semakin ketakutan, ketakutan untuk menerima kenyataan.
"Tidak mungkin huuuhuuuhuuu tidak mungkin! ! ayah jangan tinggalkan Suci, ayah hiks hiks hiks," tangisan Suci pecah saat membaca karangan duka cita yang mengatas namakan ayahnya.
"Ayah huhuhu," Suci sudah hampir tidak sadarkan diri, dengan sigap Fery menggendong dan membawanya masuk ke dalam rumah.
"Suci huhuhu!" Ibu Suci menyambut anaknya dengan tangisan, kesedihannya semakin bertambah saat melihat kondisi anaknya.
"Ibu huhuhu tidak mungkin, Bu! ayah tidak mungkin meninggal, Bu huhuhu!" Suci menolak untuk melihat tubuh ayahnya yang terbujur kaku, tapi hatinya terpanggil untuk mendekatinya.
"Ayah ! ayah ! ayah huhuhuhuhu jangan pergi! jangan tinggalkan Suci, ayah huhuhu!" tangisan Suci membuat semua orang ikut menangis
Ariel, Airin, Yusri, Endi dan Alisa nampak duduk didekat Nyonya Widia dan Nyona Farida, sementara Anggun sudah berderai air mata di dalam kamar, semua berkumpul di hari duka.
"Ayah, maafkan Suci, maafkan Suci ayah hiks hiks hiks." Suci masih menangis di dalam dekapan Fery, hatinya sangat hancur dan menyesali kejadian yang membuat dukanya semakin mendalam.
Apa yang dilakukan Fery kepada Suci?
Benarkah Fery sudah menodai Suci?
Hayuklah tebak-tebak buah manggis....
Saya sudah kasih kode belum bisa update minggu ini😅tapi ini agak dipaksa untuk readers ya, maaf kalau nanti updatenya gak tepat waktu, Real life gak bisa di ganggu gugat😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
ani nurhaeni
fery kan udah bilang ga ngapa ngapaiin
..turuut berduka cita suci
2021-11-13
0
Mbuh Sapa
ayah suci mninggl knp tuh...
2021-04-23
0
Nurhayati Dwiningsih
masih suci, kan Fery sadar dan blg kita tdk boleh melewati batas
2021-04-11
0