...SELAMAT MEMBACA...
Diaz terbangun dari tidur siangnya. Saat ia menatap keluar jendela, ternyata hari sudah sore, dia tertidur selama 5 jam di pangkuan Afsana. Diaz tersadar kemudian terduduk di atas kasur sambil melihat Afsana yang ternyata ikut terbaring di tempat tidurnya.
Diaz mengusap wajahnya dengan kasar karena Afsana harus menjaganya selama itu terlebih lagi pahanya menjadi bantalan bagi Diaz saat tidur. Diaz mendekatkan wajahnya pada Afsana kemudian memperhatikan wajah itu cukup lama dan dia mengulum senyum tipis.
"Apa yang kulewatkan selama tiga tahun ini, ya?" katanya.
Sudah tiga tahun lamanya Diaz mengurung diri dalam kastil karena kutukan yang dideritanya dan selama itu juga dia tidak merasakan kebebasan, dia selalu di kamar dan enggan keluar. Kegelapan yang bersarang di sekitarnya seolah menghilang tergantikan cahaya yang mulai menyusup ke dalam dirinya dan itu semua berkata Afsana.
Diaz menjauh dari sana kemudian menyelimuti Afsana dan dia mulai turun dari tempat tidur untuk menuju kamar mandi. Dia masih ingat saat Afsana memandikannya dan dia terlihat begitu kotor. Sebenarnya saat itu Diaz sedang mogok makan karena wanita yang dikirimkam ayahnya beberapa waktu lalu menyinggungnya. Tentu saja, saat Diaz menjadi dewasa, wanita itu diberi pelajaran sebelum dikembalikan ke kediamannya. Namun, tubuhnya yang lemah saat menjadi kecil membuatnya sulit melakukan hal berat apalagi saat ingin mandi namun, dia harus memaksakan diri karena Diaz tidak suka seseorang asal menyentuhnya maka dari itu, Diaz melarang pelayan masuk saat dia dalam kondisi sadar.
Setelah mandi, Diaz memilih duduk pada pinggiran jendela sambil memperhatikan wajah Afsana yang disorot cahaya kejinggaan, dia begitu cantik dan anggun, Diaz sedikit menyukai Afsana. Sebenarnya Afsana tertidur setengah jam sebelum Diaz terbangun tadi, jadi tidurnya begitu lelap.
"Hei, bangun," kata Diaz sambil menusuk pipi Afsana menggunakan jari telunjuk, dia lelah duduk pada pinggiran jendela dan ingin berbaring, tubuhnya terasa lemas.
Afsana mengerang kemudian terbangun dengan posisi terduduk. Dia mengedipkan matanya berkali-kali lalu melotot setelahnya.
"Aku ketiduran!"
Afsana langsung turun dari kasur kemudian berdiri di seberang kasur dengan ekspresi canggung.
"Maaf, aku ketiduran, apa kau sudah bangun dari tadi?" kata Afsana.
"Aku baru bangun," jawab Diaz seadanya kemudian memilih berbaring di atas kasurnya.
"Pergilah, aku ingin sendiri," sambung Diaz.
Afsana mengangguk kemudian izin undur diri dari sana.
"Aku sangat tidak sopan padanya," ucap Afsana pada dirinya sendiri.
...*****...
Akibat tertidur cukup lama, Diaz jadi kesulitan untuk tidur malam ini. Akhirnya Diaz memilih berdiri di hadapan jendelanya dan memandang keluar kastil, dia menatap bunga marigold yang tumbuh begitu indah di halaman kastil.
Diaz terhenyak dari lamunannya pada bunga marigold saat merasakan aura aneh memasuki kastilnya, pria itu langsung mengedarkan pandangannya kemudian mendapati seorang wanita bertubuh setengah ular masuk ke dalam halaman kastil walaupun dia terlihat kesulitan saat melewati bunga marigold yang memiliki harum menyengat. Diaz yang saat ini menjadi dewasa langsung menyambar jubahnya dan pergi keluar kastil dengan sebilah pedang di tangannya, sudah lama dia tidak memegang pedangnya. Diaz pikir bangsa itu telah lama musnah.
Wanita yang tak lain adalah pesuruh Rui tersebut diutus untuk mencari keberadaan Diaz. Tidak butuh waktu lama, dia sontak dibuat terkejut ketika sebilah pedang mengarah pada lehernya. Dia tidak menyadari kehadiran Diaz karena getaran yang ia rasakan dari tanah tidak terasa, Diaz bukan manusia biasa.
"Apa yang membuatmu kemari?" tanya Diaz dengan tatapan tajam.
Wanita itu langsung dengan gesit menjauh dari Diaz kemudian mengamati Diaz, ternyata benar bahwa kastil ini adalah persembunyiannya. Kulit hitam dilapisi sisik bening yang ada di sebagian wajah dan tubuh Diaz membuat wanita itu tersenyum sarkas.
"Ah, jadi kau manusia yang membantai bangsa kami."
"...."
"Ekspresimu membuatku takut, tenanglah aku hanya mencari keberadaanmu karena Tuanku memerintahkannya."
"Tuanmu?" beo Diaz.
Wanita itu tergelak, tentu saja Diaz tampak terkejut sebab seharusnya Rui telah tewas namun, karena Rui adalah yang terkuat maka dia hanya terjaga dari tidurnya.
"Tuan Rui," kata wanita itu.
Diaz mengetatkan rahangnya, jadi Rui masih hidup.
"Kau pikir bisa kabur setelah mengetahuinya?" tutur Diaz.
Wanita itu tergelak, baginya Diaz adalah manusia yang lemah karena terkena kutukan Rui namun, dia tidak tahu bahwa Diaz merupakan anak yang terlahir dengan berkat dewa perang. Wanita itu bergerak dengan cepat ke arah Diaz, mulutnya terbuka lebar, memperlihatnya lidahnya yang bercabang serta dua taring yang siap menggigit Diaz.
Dengan mudahnya Diaz menahan kepala wanita itu dengan tangan kosong kemudian mengangkat belatinya dan menusuk puncak kepala si wanita. Desisan panjang lolos dari mulut wanita itu sedangkan Diaz merasakan tubuhnya bereaksi dengan aneh setelah berhasil membunuh wanita ular tersebut, tubuh si wanita terbakar hingga menjadi abu.
Akh!
Diaz merintih sambil menutupi sebagian wajahnya yang dipenuhi sisik ular, awalnya seperti terbakar dan sekarang dia merasa sangat kedinginan. Tubuhnya gemetar dan menggigil, Diaz mencoba bangkit namun sangat sulit, sebagian tubuhnya begitu sakit terlebih lagi dia tidak bisa meminta bantuan siapapun karena mereka semua telah tertidur. Kastil ini jauh dari bahaya jadi Diaz tidak terlalu mempedulikan penjagaan saat tengah malam seperti ini.
"A-afsana," lirih Diaz sebelum akhirnya tidak sadarkan diri. Hanya nama itu yang terlintas di benaknya.
...****...
Suara kicauan burung membuat Diaz terbangun dari ketidaksadarannya semalam, dan saat ia membuka mata, tubuhnya sudah berada di kamar dengan Afsana yang tidur bersamanya sembari memeluk tubuhnya yang dililit selimut, terlihat seperti guling.
Afsana diam-diam sering memeriksa Diaz saat tengah malam, untuk memastikan kondisinya namun, malam tadi dia tidak menemukan Diaz di kamar sehingga dia panik dan meminta bantuan para penghuni kastil untuk membantunya mencari Diaz. Dan seorang prajurit menemukan Diaz tergeletak di halaman dengan tubuh yang telah mengecil dan pakaian kebesaran yang ia kenakan menutupi tubuh kecilnya yang menggigil dan gemetar. Afsana makin panik dan membawa Diaz kecil ke dalam, membersihkan tubuh itu dan menyelimutinya agar Diaz bisa hangat. Diaz yang tidak tenang dan selalu meracau membuat Afsana memilih untuk memeluk Diaz selama tertidur dan dia berhasil membuat Diaz terlelap dengan nyaman.
Perlahan tubuh Diaz menjadi dewasa lagi dan saat itu juga dia menyentuh wajah Afsana dengan sebelah tangannya kemudian mendaratkan ciuman pada bibir Afsana, padahal wanita itu masih tertidur.
"Terima kasih," ucap Diaz dengan senyum tipis.
...BERSAMBUNG......
...Di bawah adalah bunga marigold [Bagi yang belum tahu.]...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
cella_cuteee
apakah reaksi diaz akan muncul ketika membunuh bangsa ular itu ?
2021-06-14
1
Agnes Orindo
kerenn
2021-03-12
0