Bertemu Rui

...SELAMAT MEMBACA...

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, akhirnya Diaz keluar dari kamarnya.

"Di mana Afsana?" tanya Diaz pada Kepala pelayan yang bernama Baba.

"Nona sedang pergi keluar pagi tadi. Dia mengatakan ingin pergi ke pasar di perkotaan untuk membelikan anda obat herbal," jawab Baba sambil membenarkan kaca bulat yang bertengger manis di hidungnya.

"Dan kau mengizinkannya tanpa bertanya dulu padaku?" tanya Diaz dengan alis terpaut.

"Maafkan saya Pangeran."

Diaz mencebik kesal kemudian kembali ke kamar dan menutup pintu dengan bantingan yang cukup keras. Baba memejamkan matanya kemudian memelintir kumis tipisnya dan tersenyum tipis.

"Hmm, Pangeran begitu peduli dengan Nona Afsana."

Sedangkan itu, di pusat perkotaan.

Afsana telah selesai membeli obat-obatan herbal, dia membeli jahe, kunyit, lengkuas dan obat herbal yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh. Diaz memiliki fisik yang lemah dan mudah sakit saat menjadi kecil, seperti beberapa hari yang lalu.

"Pergi dasar orang miskin!"

Afsana terkejut mendengar teriakan pria paruh baya yang mendorong pemuda keluar dari toko rotinya. Suasana menjadi begitu ramai, Afsana langsung berlari ke sana dan melihat pemuda berambut putih dengan sepasang mata coklat yang sangat gelap, dia memakai pakaian yang penuh tambalan serta kakinya yang tidak memakai alas penuh luka.

"Tuan, hentikan!" intrupsi Afsana saat pemilik toko hendak memukul pemuda itu.

"Jangan ikut campur urusan orang lain, menyingkirlah Nona!" kata penjaga toko.

Afsana berdiri di hadapan pria yang kini bersimpuh di tanah dengan banyaknya pasang mata yang memperhatikan mereka.

"Dia mencoba mencuri roti di dalam tokoku!" urai penjaga toko lagi saat melihat Afsana tidak mau menyingkir sedangkan tangannya sudah siap untuk memukul pemuda itu.

Afsana melirik pemuda itu kemudian meraih tangannya yang kasar dan kotor agar berdiri di samping. Pria itu memiliki tinggi tubuh yang sama dengan Diaz.

"Aku akan membayar roti yang hendak dia curi dan dia akan meminta maaf atas perbuatannya, apakah kau bisa membiarkannya pergi?" tanya Afsana.

Penjaga toko itu terdiam kemudian memalingkan wajahnya, kalau saja Afsana tidak terlihat lemah lembut maka dia tidak akan membiarkan pemuda itu.

"Baiklah."

Afsana meminta pemuda itu untuk meminta maaf pada penjaga toko dan tentunya pemuda itu tidak menolak sama sekali. Setelah membayar kerugian itu, Afsana membawa pemuda itu menjauh dari keramaian kemudian duduk di kursi kayu panjang yang terletak di bawah pohon yang rindang.

"Makanlah," kata Afsana sambil menyodorkan sepotong roti dari keranjang belanjaannya.

Pria itu mengamati Afsana cukup lama lalu menerima roti itu.

"Siapa namamu?" tanya Afsana.

"Rui Imanuel," jawabnya.

"Nama yang indah, kau juga memiliki rambut dan mata indah," puji Afsana sambil tersenyum.

Rui Imanuel, makhluk berdarah dingin yang tengah mencoba berbaur dengan manusia sebelum akhirnya menyantap salah satu dari mereka saat malam hari. Awalnya Rui berpikir untuk menjadikan wanita di hadapannya sebagai mangsa namun, siapa sangka wanita itu justru memiliki hati yang baik dan wajah rupawan, seperti cahaya.

"Terima kasih, Nona," ucap Rui.

"Apa kau tidak punya tempat tinggal Rui?"

"Punya. Rumahku jauh dari perkotaan dan manusia," katanya dengan sorot mata tajam.

Sesaat Afsana bergidik ngeri.

"Kau berbicara seolah kau bukan manusia," timpal Afsana.

"Apakah aku terlihat sangat mirip dengan manusia?"

Afsana menjadi takut apalagi mata Rui terlihat seperti ular jika diperhatikan lebih lama.

"Tentu saja, memangnya kalau bukan manusia, kau itu apa? Apa kau mengira aku akan mengatakan bahwa kau seorang dewa yang tampan karena wajahmu?"

Rui terkekeh kemudian berujar dengan sorot mata penuh ketertarikan. "Nona, apakah anda tidak merasa kotor berbicara denganku yang seperti gelandangan, apalagi aku ketahuan mencuri."

"Tidak sama sekali. Mencuri adalah tindakan yang buruk, tapi setidaknya kau enggan menyakiti penjaga toko yang menyerangmu, lalu aku yakin keadaan sulit seperti ini membuatmu terpaksa melakukannya. Aku harap kau lebih baik meminta ketimbang mencuri," nasihat Afsana kemudian berdiri dari duduknya.

Rui menatap Afsana dengan lekat apalagi saat wanita itu tersenyum tulus padanya. Ini pertama kalinya dia menerima senyuman tulus dari manusia.

"Ambil ini, aku harap ini bisa membantumu dan ingat jangan mencuri lagi, dadah!" lontarnya kemudian melambaikan tangan pada Rui dan pergi setelah memberikan beberapa lembar uang.

Rui tersenyum miring lalu bergumam, "Kalau saja aku tidak sibuk, aku akan mengikutimu, ah tidak, aku memilih menculikmu dan membawamu ke kastilku."

...****...

"Pangeran, aku izin masuk," sahut Afsana dari luar kemudian membuka pintu.

Dia baru sampai dan langsung ke dapur untuk membuatkan Diaz minuman jahe hangat.

Diaz duduk di sofa sambil bersedekap tangan di dada, mukanya begitu imut, khas anak kecil saat marah.

"Minumlah, aku baru saja membuatnya. Minuman ini bagus untuk kesehatanmu," jelas Afsana.

"Aku sudah mengatakan bahwa kau tidak bisa keluar dari kastil ini tanpa izinku, apakah aku terlalu bersikap baik padamu, Afsana?"

"Maafkan aku."

"Singkirkan minuman itu, dan keluar dari kamarku!" pungkasnya.

Afsana tersentak mendengar perkataan itu, padahal ia pergi keluar untuk membelikan Diaz obat-obatan herbal.

Dengan langkah gontai, Afsana meninggalkan ruangan tanpa menbawa minuman itu, dia berharap Diaz tetap minum itu. Setelah pintu tertutup, Diaz melebarkan matanya dan memandang ke arah pintu yang telah tertutup.

"Aku mencium aroma imoogi dari tubuh Afsana," batin Diaz.

Diaz hendak turun dari sofa dan mengejar Afsana namun, lagi-lagi kutukan itu bereaksi dan membuatnya lemah. Ini begitu menyakitkan saat datang ketika dia masih bertubuh kecil. Perlahan namun pasti, Diaz kehilangan kesadarannya.

...****...

Diaz mengedarkan pandangannya pada tempat dia berada. Sekitarnya adalah warna hitam sedangkan permukaan tempatnya berdiri adalah air yang juga hitam. Diaz menjadi dewasa dengan tubuh telanjang.

"Di mana ini?"

"Di alam mimpi," sebuah suara bergema di tempat itu.

"Siapa?"

"Aku utusan dewa perang."

Diaz mengkerutkan dahi.

"Setelah kau bangun, tubuhmu tidak akan mengecil lagi. Dan dewa perang berharap, kau bisa membunuh imoogi yang akan mengacau di kehidupan ini," paparnya.

"Apa aku harus mempercayainyamu sekarang?" tanya Diaz dengan ekspresi bosan.

"Tidak. Saat kau terbangun, kau baru boleh percaya," katanya.

"Aku tid-"

Perkataan Diaz terhenti saat air hitam itu seperti menariknya untuk tenggelam dan saat itu juga... Dias terbangun dari mimpinya.

Diaz menyentuh kepalanya yang terasa pening, dan saat itu juga dia terkejut melihat tubuhnya menjadi dewasa sehingga merusak pakaiannya yang kecil, dia telanjang bulat dan di depannya Baba berdiri dengan tegap sembari memperhatikan tubuh Diaz.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Diaz.

"Anda jatuh dari sofa kemudian terus meracau, jadi saya menjaga anda karena Nona Afsana anda suruh pergi," urai Baba.

"Ck! Aku bermimpi aneh, lebih baik ambilkan aku pakaian sebelum tubuhku menjadi kecil lagi," kata Diaz. Dia bahkan sudah tidak ingat bahwa menghirup aroma tubuh Afsana yang tercampur dengan imoogi.

"Baik, Pangeran."

Namun, setelah satu jam berlalu, tubuh Diaz tidak menjadi kecil sama sekali. Biasanya tubuh dewasa Diaz tidak akan bertahan lebih dari 5 menit.

"Salah satu kutukanku sungguhan terangkat?"

...BERSAMBUNG......

Terpopuler

Comments

lusi

lusi

bagos cerita nya 😭

2022-04-04

0

SAYA MALAS RISET

SAYA MALAS RISET

Always berdebar _-+

2020-12-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!