Regan baru saja selesai mandi ketika ponselnya berdering. Telepon dari tante Dina.
“Assalamu’alaikum.”
“Waalaikusalam, Gan nanti makan siang di rumah ya, tante udah masak menu kesukaan kamu,” terdengar suara tante Dina.
“Iya In Sya Allah tan.”
“Awas jangan sampe ga dateng ya, assalamu’alaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Panggilan berakhir. Regan membuka lemari baju, memilih pakaian yang akan dikenakannya. Dia menjatuhkan pilihan pada kemeja lengan pendek berwarna hijau telur asin dipadankan dengan jeans.
Regan melihat ke jam dinding, masih pukul sembilan pagi. Dia turun ke bawah dan langsung menuju dapur. Di sana bi Parmi baru selesai menyapu.
“Mau bibi bikinin kopi?”
“Ga usah bi, biar aku bikin sendiri,” jawab Regan sambil tersenyum.
Bi Parmi adalah asisten rumah tangganya. Tapi dia hanya datang dua kali seminggu untuk mencuci dan membersihkan rumah. Regan sendiri setiap harinya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit.
Regan mengambil sebungkus kopi instan lalu menyeduhnya. Setelah meletakkan kopi di atas meja, dia menarik kursi dan mulai menikmati kopi kesukaannya. Bi Parmi sudah menyiapkan roti bakar untuknya di atas meja. Regan menikmati kopi dan roti bakar sambil mengutak-atik ponselnya. Dia teringat beberapa hari lalu sempat meminta nomor kontak Sarah. Regan melihat ke arah kalender, lalu menghitung hari dimana Sarah mengalami kecelakaan sampai hari ini.
Berarti ini sudah seminggu, gumam Regan dalam hati.
Regan menghabiskan sarapannya, lalu kembali ke kamarnya. Mengambil kunci mobil lalu bergegas turun keluar rumah.
“Bi, aku pergi dulu,” pamit Regan seraya membuka pintu mobil.
“Iya mas.”
Tak berapa lama mobil yang dikendarai Regan meluncur, tujuannya kost-an Sarah.
Sarah dan Debby sedang duduk di ruang tengah sambil menonton televisi. Hari ini mereka tak ada jadwal kuliah. Sarah masih mengenakan sling arm, rencananya siang ini dia akan ke rumah sakit untuk kontrol.
“Nanti pas ke rumah sakit kita mampir ke IGD yuk,” ajak Debby.
“Ngapain?”
“Ngeliat dokter Regan, kan kangen katanya,” Debby mulai menggoda Sarah.
“Apaan sih, siapa juga yang kangen.”
“Udah ngaku aja, tiap hari liatin hp mulu, ngarep ditelpon kan.”
Debby semakin senang menggoda sahabatnya ini. Tiba-tiba ponsel Sarah berbunyi. Tertera nama Regan di layar ponselnya. Sarah terkejut, dia memperlihatkan ponselnya pada Debby. Debby langsung memberi isyarat untuk mengangkat.
“Assalamu’alaikum,” hati Sarah berdebar-debar.
“Waalaikumsalam,” terdengar suara Regan. Degup jantung Sarah semakin tidak beraturan.
“Kamu lagi ada di kost-an?”
“Iya dok, kenapa?”
“Aku mau pelayanan home care nih.”
“Hah?” Sarah tidak mengerti apa yang dimaksud dengan dokter itu.
“Aku udah di depan kost-an kamu.”
Sarah terkejut mendengarnya. Dengan cepat dia melihat ke jendela. Benar saja, Regan sedang berdiri bersender di mobilnya. Dia melihat ke arah jendela tempat Sarah melihatnya lalu melambaikan tangannya. Debby yang penasaran ikut melihat ke jendela.
“Cepet turun..”
Debby mendorong Sarah untuk segera turun. Sarah menuruni tangga, dengan cepat melewati ruang tamu, membuka pintu dan berjalan ke arah Regan membuka pagar.
“Ada apa ke sini dok?” tanyanya begitu sampai di depan Regan.
“Kan tadi udah bilang, pelayanan home care. Aku mau periksa keadaan kamu.”
Regan menunjuk pada lengan Sarah yang terbalut arm sling.
“Rencananya nanti siang aku mau kontrol ke rumah sakit.”
“Ga usah, biar aku periksa aja sekarang, gimana?”
Sarah mengangguk sambil tersenyum. Dia mempersilahkan Regan masuk. Sarah langsung mengajak Regan ke lantai dua. Mempersilahkan Regan duduk di ruang tengah.
“Mau minum apa?” tanya Sarah.
“Apa aja boleh.”
“Biar aku aja yang buat.”
Debby berinisiatif. Dia segera turun ke bawah untuk membuatkan minuman. Regan meminta Sarah untuk duduk. Dia mulai memeriksa lengan dan juga bahu Sarah. Dengan perlahan melepaskan arm sling lalu meminta Sarah menggerakkan tangan dan bahunya.
“Gimana, masih sakit?”
Ngga sih dok, udah bisa digerakin sekarang.”
“Alhamdulillah, kamu ngga usah pake ini lagi.”
“Makasih ya dok,” ucap Sarah sambil tersenyum.
“Jangan panggil dok, emangnya kodok,” Sarah tertawa mendengarnya.
“Terus panggil apa dong.”
“Panggil nama aja.”
“Mas Regan aja gimana?”
“Itu lebih baik.”
Regan tersenyum memamerkan deretan gigi putihnya, membuatnya semakin terlihat tampan. Hati Sarah kembali dag dig dug melihat senyumnya.
Debby datang dengan membawa tiga gelas berisikan sirup jeruk lalu meletakkannya di atas meja. Sarah mempersilahkan Regan untuk minum.
“Eh udah bisa dilepas arm slingnya.”
Debby baru menyadari sarah sudah tidak mengenakan arm sling lagi.
“Kayanya dokternya cocok makanya cepet sembuh, ngobatinnya pake hati,” Debby mulai menggoda, membuat wajah Sarah memerah.
“Tapi perawatan home care ini ngga gratis loh,” ujar Regan sambil melihat pada Sarah.
“Bener itu, ga ada yang gratis di dunia ini,” Debby mendukung Regan.
“Bayarannya apa?” tanya Sarah malu-malu.
“Bayarnya cukup pake hati kamu aja Sarah.”
Debby kembali menjawab sambil cengar cengir. Sarah melotot ke arahnya. Regan tertawa.
“Bayarannya temenin aku makan siang, gimana?”
“Sama Debby juga?” Sarah balas bertanya.
“Oh no.. no.. no.. dengan segala hormat ekkeh ga mau jadi kambing conge. Silahkan nikmati makan siang kalian, tapi jangan lupa oleh-olehnya ya,” sambar Debby. Regan hanya menjawab dengan senyuman.
Debby langsung mengajak Sarah ke kamar untuk bersiap-siap. Di dalam kamar, Debby dengan cepat memilih baju yang akan dikenakan Sarah. Setelah itu dia mendudukan Sarah di depan meja rias dan mulai mendandaninya. Debby memoles bibir Sarah dengan lipstik berwarna pink, cocok dengan kulit Sarah yang putih. Tak lupa dia menyemprotkan parfum. Sejenak memperhatikan Sarah, kalau-kalau ada yang kurang. Setelah dirasa cukup dia mengangkat kedua jempolnya.
Sarah mengambil tas selempangnya lalu memakai flat shoes berwarna cream, senada dengan warna bajunya hari ini. Dia mengambil nafas panjang, mencoba mengatur detak jantungnya yang tak beraturan. Setelah itu membuka pintu dan perlahan keluar dari kamar. Regan menoleh ke arah Sarah. Dilihatnya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Perempuan di hadapannya ini terlihat cantik. Hatinya berdebar ketika beradu pandang dengannya. Regan bangun dari duduknya.
“Kita pergi sekarang?”
Sarah hanya menjawab dengan anggukan. Mereka lalu turun ke bawah, langsung keluar rumah dan menaiki mobil.
Selama perjalanan mereka hanya terdiam. Baik Regan maupun Sarah tidak tahu harus berkata apa. Sibuk dengan perasaannya masing-masing. Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam, Regan membelokkan mobilnya memasuki kompleks perumahan. Ini adalah kompleks perumahan bu Dina.
“Mas, sebenernya kita mau kemana?”
“Tante Dina ngundang makan siang di rumahnya.”
Badan Sarah terasa lemas mendengar jawaban Regan. Oh my God, makan di rumah bu Dina, aduh gimana nih, batin Sarah. Dia langsung panik, grogi, semua bercampur jadi satu.
Mobil berhenti di depan rumah tante Dina. Regan segera turun dari mobil. Sarah masih terdiam, bingung harus bagaimana. Regan membukakan pintu lalu meminta Sarah untuk turun. Sesaat Sarah masih ragu. Tampak memegang sit beltnya erat-erat. Akhirnya dia membuka sit beltnya lalu turun dari mobil. Mereka pun mulai memasuki halaman rumah tante Dina. Telapak tangan Sarah mendadak terasa dingin.
“Assalamu’alaikum,” ucap Regan seraya masuk ke dalam rumah. Pintu rumah memang dibiarkan terbuka. Sarah berhenti di depan pintu, ragu-ragu untuk masuk. Regan langsung menggandeng tangannya dan masuk ke dalam.
Tante Dina yang sedang berada di dapur langsung keluar menyambut keponakan tersayangnya ini. Dia terkejut melihat Regan datang bersama Sarah.
“Eh Sarah..”
“Iya bu..”
Sarah tersenyum kikuk pada tante Dina seraya melepaskan genggaman tangan Regan. Tak lama om Firman dan Karin, anak tante Dina bergabung.
“Siapa ini Gan?”
"Ini mahasiswi mama pa, tapi kayanya sebentar lagi bakal ganti status deh, jadi keponakan,” tante Dina mulai menggoda. Wajah Sarah langsung memerah.
“Ayo kita langsung ke belakang, kita makan di taman belakang. Hari ini ulang tahun Regan.”
Sarah melihat pada pria di sebelahnya ini. Tante Dina menuntun Sarah menuju taman belakang. Di sana meja dan kursi sudah tertata rapi, makanan pun sudah siap tersaji di atas meja. Dia mempersilahkan Sarah untuk duduk di samping Regan. Kemudian duduk di samping Karin yang duduk berhadapan dengan Sarah.
“Ini semua menu favorit Regan, sop buntut, perkedel jagung, udang saus padang, sapo tahu sama emping. Inget ya Sarah, nanti ibu ajarin cara masaknya. Eh sekarang panggilnya tante aja,” cerocos tante Dina. Sarah semakin salah tingkah.
Tante Dina mengambil mangkok lalu memasukkan sop buntut ke dalamnya, setelah itu memberikannya pada Regan. Kemudian mengambilkan nasi untuk suami dan juga anaknya. Sarah mengambil nasi lalu mengambil sapo tahu dan udang saus padang. Tak berapa lama mereka mulai menikmati makan siang bersama.
Regan memakan sop buntut terlebih dahulu, baru kemudian dia memakan nasi lengkap dengan sapo tahu, udang saus padang, perkedel jagung dan emping. Selama makan Karin terus melihat ke arah Sarah, membuatnya jadi salah tingkah.
“Kenapa kamu ngeliatin kak Sarah terus, liat tuh kak Sarah jadi susah nelen makanannya,” tanya Regan pada Karin.
“Abis kak Sarah cantik kaya putri salju,” jawab Karin polos. Sarah tersenyum.
“Kalau kak Sarah putri salju, berarti kak Regan pangerannya, Karin kurcacinya ya,” goda Regan.
“Gak mau, enak aja, aku tuh cinderella tau,” Karin menyilangkan tangannya di dada.
“Cinderella hidungnya mancung ga pesek kaya kamu.” Regan terkekeh. Sontak adik sepupunya ini memegang hidungnya.
“Hidung Karin mancung kok.”
“Iya mancung ke dalem.”
Ucapan Regan langsung mengundang tawa orang tuanya. Gadis kecil ini mulai ngambek. Dia tidak mau menghabiskan makanannya.
“Karin cantik kok, kalau dibandingin sama kak Regan, ibaratnya beauty and the beast.”
Sarah mencoba menghibur Karin. Menunjuk Karin ketika menyebut kata beauty dan menunjuk Regan ketika menyebut kata beast. Wajah Karin kembali ceria mendengar pujian Sarah.
Selesai makan siang, mereka menunaikan shalat dzuhur berjamaah. Selesai shalat, om Firman mengajak Regan ke ruang kerjanya. Hendak membicarakan beberapa urusan terkait aset yang dimiliki oleh papa Regan yang kini sudah dialihkan pada Regan. Sedang tante Dina mengajak Sarah mengobrol di teras rumah. Mulai bercerita tentang keponakannya yang kini menjadi tanggung jawabnya setelah mama Regan meninggal dunia.
Selesai berbicara dengan om Firman, Regan mencari Sarah yang masih asik berbincang dengan tante Dina. Dia segera bergabung dengan mereka.
“Abis dari sini kalian mau kemana?” tanya tante Dina.
“Ga tau, tanya aja ke Sarah.”
Sarah kaget. Bukannya dia yang tadi menculiknya dari kost-an.
“Regan pamit ya tan, makasih buat makan siangnya,” ucap Regan seraya berdiri diikuti Sarah.
“Ibu eh tante, Sarah pamit dulu.”
Sarah mencium punggung tangan tante Dina. Setelah itu berjalan mengikuti Regan menuju mobil. Mereka masuk ke dalam mobil. Sarah melambaikan tangannya. Tak berapa lama mobil meluncur pergi.
“Sekarang kita mau kemana?”
“Hmm.. kalau ke Balai Kartini gimana, di sana ada pameran.”
“Hmm.. okey.”
Regan segera mengarahkan mobilnya ke tempat yang dimaksud. Memakan waktu satu jam lebih untuk sampai ke tujuan. Mobil memasuki pelataran parkir. Tempat parkir hampir terisi penuh. Perlu waktu baginya untuk memarkirkan mobil. Setelah berkeliling akhirnya dia menemukan tempat yang kosong. Usai memarkir mobilnya, Regan dan Sarah segera turun kemudian berjalan memasuki gedung.
Suasana ramai langsung terasa ketika mereka masuk ke dalam gedung. Di dekat pintu masuk terdapat baliho berukuran besar bertuliskan Wedding Expo 2005. Terdapat banyak stand dari berbagai Wedding Organizer, usaha catering, butik pakaian pengantin atau salon kecantikan yang memamerkan produk mereka.
Sarah berjalan sambil melihat-lihat stand-stand yang ada. Sesekali dia mengambil brosur yang diberikan. Membacanya dan membandingkan fasilitas yang ditawarkan masing-masing WO.
“Ini pameran wedding ya?” tanya Regan.
“Iya.”
Oh jadi kamu ngajak ke sini karena mau ngajak aku nikah?” Regan menggoda. Membuat Sarah terkejut.
“Ih ngga.. ngga.. bukan gitu.”
“Oh jadi kamu ngga mau nikah sama aku?”
“Hah?”
Sarah kembali tercengang mendengar ucapannya. Regan tertawa melihat Sarah yang tampak kebingungan.
“Jadi kamu pengen usaha bikin WO ya?” kali ini Regan mulai serius bertanya.
“Iya, maunya sih mas.. beres kuliah nanti aku sama Debby mau ngerintis bikin WO gitu.”
“Bagus tuh idenya, jadi wirausahawan, membuka lapangan pekerjaan buat orang lain.” Sarah tersenyum senang mendengar pujian Regan.
“Kalau gitu aku daftar ya jadi klien pertama kalian.”
Sarah cukup terkejut mendengarnya. Musnah sudah harapannya. Ternyata lelaki ini sudah punya calon istri.
“Mas Regan mau nikah?” tanya Sarah ragu-ragu.
“Mau dong, aku kan ngga mau jadi jomblo seumur hidup,” jawabnya sambil tersenyum. Senyum yang tak dapat diartikan kemana arahnya. Sarah menjadi bingung.
Setelah selesai melihat-lihat mereka memutuskan untuk pulang. Regan mengantarkan Sarah sampai kost-an dengan selamat.
“Makasih ya mas buat hari ini dan Happy birthday. Maaf ya aku ngga kasih apa-apa,” ucap Sarah sebelum turun dari mobil.
“Aku yang makasih, karena kamu ulang tahun aku tahun ini jadi lebih berkesan.”
Sarah tersenyum, senang sekali mendengar apa yang barusan dikatakan Regan. Dengan berat hati Sarah turun dari mobil. Regan menurunkan kaca mobilnya lalu melambaikan tangannya. Tak lama roda kendaraannya meluncur pergi. Sarah melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Pikirannya campur aduk. Di satu sisi dia senang bisa dekat dengan Regan, tapi di sisi lain dia tidak mau berharap terlalu banyak karena takut kalau akhirnya kecewa.
❤️❤️❤️
Bu Dina baru saja menyelesaikan materi perkuliahannya. Dia mengingatkan mahasiswanya untuk segera mengumpulkan tugas yang telah diberikan sejak minggu kemarin. Sarah membereskan buku-bukunya, memasukkanya ke dalam tas. Setelah itu berjalan keluar kelas.
“Sarah..”
Sarah menengok dan ternyata bu Dina yang memanggil. Dia berhenti menunggu bu Dina yang berjalan ke arahnya.
“Masih ada kuliah?”
“Ga ada bu.”
“Gimana acara jalan-jalannya sama Regan?” bu Dina bertanya tanpa basa-basi. Sarah jadi salah tingkah dibuatnya.
“Ya gitu deh bu,” hanya itu jawaban yang mampu Sarah berikan. Bu Dina tersenyum.
“Aah kamu biasanya cerewet kenapa jadi grogi gini. Hmm menurut kamu Regan gimana?”
“Hmm... Mas Regan baik, perhatian, ganteng juga,” jawab Sarah malu-malu.
“Ibu setuju kok kalau kalian pacaran.”
Sarah terkejut mendengarnya, ada perasaan senang sekaligus malu.
“Ah ibu bisa aja, jangan bikin saya geer bu, siapa tau mas Regan udah punya pacar.”
Sebisa mungkin Sarah berusaha berbicara dan bersikap normal padahal hatinya meledak-ledak saking senangnya.
“Eh kamu tuh perempuan pertama yang dia ajak makan di rumah ibu.”
Sarah bertambah senang mendengarnya, geer tingkat tinggi.
“Cuma ya kamu jangan berharap bisa sering ketemu atau jalan bareng sama dia. Sekarang ini dia kan berstatus dokter magang, pastinya sibuk banget. Waktunya lebih banyak dihabiskan di rumah sakit. Ke rumah ibu juga sebulan sekali aja udah bagus. Jadi kalau tiba-tiba dia jarang kontak kamu ya harap dimaklum aja.”
Bu Dina tersenyum pada makasiswinya ini yang sebentar lagi diyakini akan berganti status. Sarah balas tersenyum. Kini dia mengerti, sudah hampir dua minggu semenjak terakhir mereka bertemu Regan belum menghubunginya lagi. Padahal dia sudah berpikir macam-macam.
“Ibu ke ruangan dulu ya,” ucapan bu Dina membuyarkan lamunan Sarah.
“Iya bu.”
Sepeninggalnya bu Dina, Sarah berjalan menuju kantin. Dia bermaksud menunggu Debby selesai kuliah. Seperti biasa nebeng pulang ke kost-an. Lumayan buat menghemat ongkos. Sesampainya di kantin, Sarah memesan milkshake dan mengambil snack, lalu duduk menunggu Debby sambil memakan snacknya.
Pesanan Sarah datang, milkshake coklat kesukaannya. Tanpa menunggu lama dia langsung menyeruputnya. Sarah merasakan getaran di tasnya, ada panggilan di ponselnya. Dia mengambil ponselnya. Matanya membelalak melihat nama yang tertera. Dengan cepat dia mengangkat telepon.
“Assalamu’alaikum.”
“Waalaikumsalam, hai.. lagi ngapain?” terdengar suara Regan. Suara yang sangat dirindukannya akhir-akhir ini.
“Baru beres kuliahnya bu Dina.”
“Oh ya.. terus sekarang masih ada kuliah atau udah beres?”
“Udah beres, ini lagi nunggu Debby, mau pulang bareng.”
“Hmm.. ya udah nanti abis maghrib aku jemput ya.”
“Hah? Apa?”
“Nanti abis maghrib aku jemput, jangan pura-pura ga denger deh.”
Sarah tersenyum. Setelah mengiyakan, Regan mengakhiri panggilannya. Di saat yang bersamaan Debby datang. Baru saja dia akan duduk, Sarah langsung berdiri dan menarik tangannya.
“Ayo cepetan pulang.”
“Eh ntar dulu aku mau minum dulu, haus.”
Sarah memberikan milkshakenya pada Debby. Menyuruhnya menghabiskannya dengan cepat.
“Ayo..” Sarah menarik tangan Debby.
“Mau kemana sih cepet-cepet,” sewot Debby.
“Pulang.”
❤️❤️❤️
Sudah setengah jam yang lalu Sarah selesai berhia. Sebisa mungkin dia ingin tampil cantik malam ini. Sarah melihat jam tangannya, sudah pukul setengah tujuh, tapi Regan belum menelpon juga. Sesekali dia menengok ke jendela, melihat kalau-kalau Regan sudah datang. Tak lama nampak mobil Regan berhenti di depan rumah. Sarah segera mengambil tasnya lalu keluar kamar. Dengan cepat dia menuruni tangga dan keluar rumah.
Di dalam mobil, Regan baru saja akan menelpon ketika melihat pintu rumah terbuka. Muncul Sarah dari dalam. Setelah menutup pintu pagar pun masuk ke dalam mobil.
“Cepet juga datengnya, udah nungguin ya,” goda Regan.
“Ehem.. ngga juga.”
Tak berselang lama roda kendaraan mulai bergulir. Sarah tidak menanyakan mereka akan kemana. Hanya menunggu akan dibawa kemana dia malam ini oleh Regan, biar surprise. Rupanya Regan menuju sebuah mall yang letaknya tidak begitu jauh dari kost-an Sarah.
Setelah memarkir mobilnya, mereka masuk ke dalam mall. Keduanya menaiki eskalator menuju lantai paling atas. Regan mengajak Sarah masuk ke bioskop. Mereka melihat-lihat deretan poster film yang terpajang.
“Mau nonton apa?”
“Apa ya..” Sarah bingung.
“Hmm.. kalau yang ini gimana?” Regan menunjuk salah satu poster film, Sarah berpikir sejenak.
“Boleh juga.”
Akhirnya mereka sepakat untuk menonton The Chronicle of Narnia. Regan membeli tiket bioskop, dia kembali bertanya pada Sarah.
“Mau duduk dimana?”
“Di atas tapi kursi yang di tengah.”
“Kursi A 7 dan 8 mba,” ucap Regan. Petugas itu segera memencet tombol nomor kursi yang dimaksud. Dua buah tiket keluar lalu diberikannya pada Regan.
Sebelum masuk ke studio, mereka membeli popcorn dan minuman terlebih dahulu. Lampu bioskop masih menyala, keduanya langsung menuju kursi. Beberapa penonton mulai masuk. Dua orang penonton yang sepertinya pasangan kekasih, berjalan naik ke jajaran mereka kemudian duduk di kursi paling ujung. Hanya seperempat kursi yang terisi dari kapasitas yang disediakan. Tak lama lampu studio padam, film pun dimulai.
Sarah serius menonton sambil tangannya tak henti meraup popcorn. Sesekali dia berbicara dengan Regan membahas adegan film. Tak terasa durasi film sudah memasuki pertengahan. Popcorn sudah hampir habis, begitu pula dengan minuman sodanya. Sarah melemaskan lehernya dengan menggerak-gerakkan ke kanan dan kiri. Ketika dia menoleh ke arah kanan, tak sengaja melihat pasangan yang duduk di paling ujung sedang sibuk bercumbu. Sontak Sarah langsung memalingkan wajahnya kembali ke layar seraya mengucap istighfar. Dia melirik sebentar ke arah mereka dan adegan mesra masih berlanjut di antara keduanya.
Pertunjukkan pun usai, lampu studio kembali menyala. Sekilas Sarah melihat pada pasangan itu. Sang wanita sibuk merapihkan pakaiannya. Regan segera mengajak Sarah keluar dari studio. Suasana mall sudah sepi karena sudah lewat jam sepuluh malam. Bersama pengunjung lain mereka turun menuju tempat parkir dan tak berapa lama mobil mereka meninggalkan area parkir mall.
“Laper ga?” tanya Regan. Karena memang mereka belum sempat makan malam. Sarah hanya menjawab dengan anggukan.
“Mau makan dimana?”
“Terserah.”
“Kamu mau makan apa?”
“Hmm.. nasi goreng enak kayanya.”
“Ok.”
Regan mengarahkan mobilnya menuju jalan yang biasa dijadikan tempat mangkal warung tenda kaki lima. Setelah memarkirkan mobilnya, keduanya turun lalu masuk ke dalam tenda yang menjual nasi goreng. Regan langsung memesan dua piring nasi goreng dan dua gelas es teh manis. Sambil menunggu makanan siap, mereka berbicara membahas film yang baru saja ditonton.
Lima belas menit kemudian pesanan mereka siap. Tak menunggu lama mereka langsung menyantap nasi gorengnya.
“Kapan-kapan kita nonton lagi ya,” ucapan Regan langsung diangguki oleh Sarah.
“Nanti kita pilih tempat duduk paling atas dan paling ujung. Biar kita juga bisa bikin adegan sendiri, kaya pasangan tadi.”
Uhuk.. uhuk..
Sarah langsung terbatuk mendengarnya. Dia mengambil gelas minuman. Regan terkekeh, senang sekali menggoda Sarah. Dia tampak menggemaskan saat kebingungan atau grogi, membuat Regan semakin senang untuk menggodanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
Ayuna
baru baca ternyata sudah dikisahkan meninggal 😁
2024-03-26
1
Anonim
ternyata Regan juga lihat adegan yg dilihat Sarah he he
2024-02-26
1
Nabila hasir
ma syaa Alloh kk author icha memang dak pernah gagal bikin crita.
baru mampir di clbk
sambil nunggu ongoing nya kejar daku kau kujerat🥰🥰🥰
2024-02-05
2