CLBK Couples
November 2005
Debby memapah Sarah memasuki IGD RS. Mitra Medika. Mereka baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas. Motor yang mereka tumpangi menabrak trotoar jalan karena menghindari pejalan kaki yang menyeberang tiba-tiba. Melihat kedatangan mereka, seorang suster langsung membantu Sarah. Dia membaringkan Sarah di ranjang yang kosong. Suasana IGD hari ini cukup ramai, suster pun meminta mereka untuk menunggu, karena dokter jaga masih memeriksa pasien lain.
Sarah meringis kesakitan. Dia memegangi lengan kanannya yang terluka karena terjatuh tadi.
“Ya ampun Sarah, kamu ga pa pa kan? Maaf ya gara-gara aku kamu jadi begini,” ucap Debby penuh penyesalan.
“Ga pa pa, namanya juga kecelakaan,” jawab Sarah sambil meringis menahan sakit. Tak berapa lama seorang dokter muda menghampiri dan langsung memeriksa Sarah.
“Apa keluhannya?” tanya dokter tersebut.
“Kecelakaan dok, tadi kita nabrak trotoar dan temen saya jatuh,” Debby menjelaskan.
Dokter memeriksa mata Sarah, khawatir ada cedera kepala.
“Bagian mana yang paling sakit?” tanya dokter itu lagi. Sarah hanya menunjuk pada lengan kanannya. Ketika dokter menyentuh lengan kanan bagian atas, Sarah menjerit kesakitan.
“Dokter gimana keadaan teman saya?” tanya Debby cemas.
“Sepertinya tulang selangkanya cedera saat jatuh tadi, kemungkinan retak atau patah.”
“Ya ampun Sarah gimana dong,” Debby menjadi semakin merasa bersalah.
“Ga usah khawatir, cedera nya ga terlalu parah,” dokter tersebut menenangkan. Di saat bersamaan datang suster dan seorang dokter lagi.
“Apa keluhannya?” tanya dokter yang baru datang.
“Kecelakaan lalu lintas dok, jatuh di sebelah kanan, kemungkinan cedera tulang selangka.”
Setelah mendengar penjelasan, dokter itu kembali memeriksa Sarah. Setelah selesai memeriksa dia berkata,
“Ok, kamu tahu harus gimana?”
“Tahu dok.”
“Ya sudah.. kamu yang tangani.”
“Siap dok..”
Setelah itu dokter tersebut segera pergi meninggalkan ranjang Sarah.
“Jadi gimana dok?” Debby kembali bertanya.
"Sekarang saya kasih obat penahan nyeri dulu ya. Untuk pemulihan nanti harus pakai arm sling atau penyangga lengan.”
“Kira-kira lama ga dok penyembuhannya?” kali ini giliran Sarah yang bertanya.
“Tergantung.. kalau kamu teratur minum obat, banyak istirahat dan ga banyak bergerak di bagian yang luka, kamu bisa cepat pulih.”
Sarah mengangguk. Dokter pun mulai menyuntikkan pereda nyeri pada Sarah, lalu mengobati luka lecet di tangan dan pipinya. Sesekali Sarah meringis saat dokter itu membersihkan luka lecetnya. Dia hanya tersenyum melihat Sarah yang kesakitan. Sesaat pandangan mereka bertemu, karena malu Sarah langsung memalingkan wajahnya. Selesai mengobati Sarah, dokter itu meninggalkan mereka.
“Masih sakit?” tanya Debby.
Sarah hanya menggeleng. Debby yang sedari tadi hanya berdiri, kini duduk di sampingnya sambil memeriksa luka-luka Sarah yang baru saja diobati.
“Sar.. itu tadi dokternya ganteng ya, gimana tadi pas diobatin deg-degan ga?”
Debby mulai menggoda Sarah. Tadi dia sempat melihat adegan tatapan mata di antara mereka. Sarah hanya tersenyum. Tak berapa lama dokter itu kembali lagi sambil membawa penyangga lengan. Dia membantu Sarah memakaikannya. Debby memperhatikan dengan seksama. Sesekali dia mencuri pandang pada kartu identitas dokter. Sayang namanya tidak bisa terlihat dengan jelas.
Saat dokter selesai memakaikan penyangga lengan, seorang suster datang menghampiri.
“Dokter Regan dipanggil dokter Wildan ke ruang tindakan.”
“Ini resep pereda nyerinya, kalau sudah tidak sakit tidak usah diminum lagi, sementara jangan banyak bergerak, sling armnya dipakai terus ya, seminggu lagi kontrol,” jelas dokter Regan.
“Nanti kontrolnya ke sini lagi dok?” tanya Debby.
“Kontrolnya langsung ke dokter spesialis tulang” jawab dokter Regan sambil tersenyum yang membuatnya terlihat makin menggemaskan.
“Ke sini aja boleh ga dok? Biar bisa liat dokter lagi gitu,” ujar Debby sambil cengar-cengir.
Sarah langsung memukul pelan Debby, suster pun tak bisa menahan senyumnya.
“Boleh aja kalau ada keadaan darurat lagi, misalnya ketabrak becak atau keseruduk domba,” dokter Regan malah bercanda.
“Ih amit-amit jabang bayi, jangan sampe dok..” Debby mengetuk-ngetuk pinggir ranjang tiga kali.
“Ok kalau gitu saya tinggal, jangan lupa obatnya diminum, mudah-mudahan cepat sembuh ya.”
Setelah itu dokter Regan pamit. Karena pengobatan sudah selesai, Sarah dan Debby pun pulang sehabis mengurus administrasi dan pembayaran.
Sepanjang jalan Debby tidak berhenti mengoceh tentang dokter Regan. Bagaimana wajah dokter Regan yang ganteng parah, cara dia mengobati luka Sarah, manisnya dia tersenyum, suaranya yang bikin hati dag dig dug. Sarah sampai pusing mendengar itu semua. Akhirnya ocehan Debby berhenti juga saat mereka sampai di kost-an. Tanpa memperdulikan panggilan Debby, Sarah langsung masuk ke dalam kamarnya.
Sesampainya di kamar dia langsung duduk di atas kasurnya, sesekali dia memegangi lengannya yang terbalut sling arm. Ingatannya kembali pada ucapan Debby di motor tadi. Sejenak Sarah membayangkan wajah dokter Regan, tidak salah kalau Debby memujinya sampe setinggi langit karena semua yang dikatakan Debby itu benar. Diam-diam Sarah berharap dapat bertemu lagi dengan dokter itu.
❤️❤️❤️
Sarah sedang bersiap-siap di kamarnya, hari ini dia ada kuliah pagi. Sebenarnya Debby menyuruhnya untuk tetap istirahat dan akan memintakan ijin pada dosen, tapi Sarah yang jenuh selama dua hari hanya berdiam diri di kamarnya memilih untuk tetap pergi ke kampus. Setelah selesai, Sarah pun segera keluar kamar. Di halaman Debby sudah menunggu dengan Yamaha Mio nya, tak berapa lama mereka segera meluncur ke kampus.
Sesampainya di kampus mereka langsung berpisah karena berbeda kelas. Sarah pun langsung masuk ke kelasnya, tetapi ternyata dosennya tidak datang karena sedang sakit.
“Terus nih tugas gimana? Minggu depan aja dikumpulinnya?” tanya Anto pada Sarah.
“Tapi kalau diundur minggu depan, berarti diundur lagi dong ke lapangannya, kan harus dikumpulin sebelum uts,” jawab Sarah.
Mereka terdiam sejenak, tugas kelompok yang diberikan oleh bu Dina memang sudah seminggu mundur dari jadwal semula karena bu Dina harus menghadiri seminar di luar kota.
Akhirnya Anto berinisiatif untuk menelpon Bu Dina. Selesai menelpon Anto menjelaskan kalau tugas dikumpulkan hari ini dan langsung diserahkan ke bu Dina di rumahnya. Setelah berunding sejenak, mereka sepakat kalau Anto dan Sarah yang akan ke rumah bu Dina.
Setelah selama dua jam menembus kemacetan Jakarta, akhirnya mereka sampai di rumah bu Dina. Setibanya di rumah bu Dina, Sarah baru saja akan turun dari mobil ketika ponsel Anto berdering, telepon dari pacarnya.
“Dari Anggi?”
“Iya.”
Melihat ekspresi Anto yang bingung, Sarah langsung menebak kalau Anggi minta bertemu. Temannya ini memang tidak pernah bisa menolak permintaan pacarnya.
“Ya udah kamu pergi aja, biar aku aja yang masuk.”
“Ga pa pa Sar? Aku jadi ga enak, mana kamu masih sakit kaya gini,” Anto melihat lengan Sarah yang masih terbalut slim arm.
“Santai aja, ya udah aku turun ya, salam buat Anggi.”
Sarah segera turun dari mobil dan tak berapa lama mobil Anto sudah melaju meninggalkannya. Setelah menarik nafas sebentar, dia segera memasuki halaman rumah bu Dina.
Rumah bu Dina tampak sepi. Sarah terus berjalan sampai ke teras rumah. Kemudian dia memencet bel yang terletak di dekat pintu. Terdengar suara bel berbunyi dan tak berapa lama pintu terbuka. Muncul wanita setengah baya, sepertinya asisten rumah tangga bu Dina terka Sarah.
“Bu Dina nya ada?” tanya Sarah pada wanita itu. Dia hanya mengangguk lalu mempersilahkan Sarah untuk masuk. Sarah masuk dan duduk di ruang tamu menunggu bu Dina datang.
“Aduh Sarah maaf ya kamu jadi repot harus mengantarkan tugas ke sini.”
Terdengar suara bu Dina dari dalam. Tak lama dia muncul.
“Loh Sarah kamu kenapa?” bu Dina kaget melihat tangan Sarah.
“Abis kecelakaan motor bu, tapi ga apa-apa kok.”
“Aduh kamu hati-hati makanya.”
Dosen yang satu ini memang terkenal ramah pada semua mahasiwanya. Sarah menyerahkan tugas yang sudah dikumpulkan padanya.
“Ok, saya pelajari dulu nanti saya kabari. Oh iya kamu mau minum apa?”
“Apa aja bu,” jawab Sarah sungkan. Bu Dina memanggil asisten rumah tangganya, bi Inah dan memintanya membuatkan minuman untuk Sarah.
“Ibu sakit apa?” Sarah kembali membuka percakapan.
“Biasa kecapean, kan kemarin baru pulang dari Semarang. Sebenernya sih ga apa-apa cuma sama dokter disuruh istirahat dulu, dokter yang satu ini bawelnya minta ampun kalau ga nurut,” cerocos bu Dina panjang lebar. Sarah hanya diam mendengarkan.
Bu Dina menceritakan studi bandingnya ke Semarang, tentang kurikulum yang sedikit berbeda dengan kampusnya. Dia juga berbicara tentang rencananya membuat lab film untuk jurusannya. Di saat bersamaan bi Inah datang membawakan segelas jus jeruk dan makanan kecil. Bu Dina mempersilahkan Sarah untuk mencicipi. Kemudian mereka melanjutkan percakapan.
Di saat asik berbincang terdengar suara mobil memasuki halaman rumah dan tak berapa lama muncul seorang lelaki muda.
“Assalamu’alaikum.”
“Waalaikumsalam,” jawab Sarah dan bu Dina berbarengan. Sarah melihat ke arah lelaki yang baru datang. Dia terdiam sejenak karena tidak percaya siapa yang dilihatnya. Itu dokter Regan.
Regan langsung masuk ke dalam kemudian mencium punggung tangan bu Dina. Setelah itu ikut duduk di ruang tamu.
“Tante udah baikan?” tanya Regan. Bu Dina adalah adik mamanya Regan.
“Udah.. o iya kenalin ini mahasiswi tante. Sarah ini ponakan ibu, dokter bawel yang tadi ibu ceritain,” bu Dina memperkenalkan keduanya. Saat Regan melihat Sarah, dia pun teringat.
“Kamu yang waktu itu di IGD kan karena kecelakaan motor?” tanya Regan pada Sarah. Sarah hanya menjawab dengan anggukan. Sebenarnya Sarah salah tingkah. Dia tidak menyangka bisa bertemu di rumah dosennya.
“Kalian sudah saling kenal?” tanya bu Dina.
“Dia pasien yang dateng ke IGD tan.”
“Pasien spesial ya sampe masih keingetan,” goda bu Dina pada Regan. Sarah tersipu malu, geer.
“Waktu itu dia satu-satunya pasien kecelakaan yang aku tangani tan, jadi ingetlah,” Regan membalas godaan tantenya.
“Jangan-jangan jodoh nih..” bu Dina kembali menggoda.
“Bisa jadi..” jawab Regan singkat sambil tersenyum ke arah Sarah. Jantung Sarah semakin tidak karuan. Kalau saja dia bisa melihat wajahnya, pasti pipinya sudah seperti tomat karena malu, geer, salah tingkah, semua bercampur menjadi satu.
Regan lalu berbicara pada bu Dina. Dia bermaksud memeriksa keadaan tantenya, memastikan tantenya berisitirahat dan meminum vitamin yang diberikan. Sarah hanya diam melihat percakapan akrab antara tante dan keponakannya ini. Dia memandangi wajah Regan yang tampak sempurna secara fisik, ditunjang tubuhnya yang tinggi, senyumnya yang manis, suaranya, semuanya persis seperti gambaran Debby.
“Oh iya, Sarah kamu makan di sini ya, bentar lagi jam makan siang.” Suara bu Dina membuyarkan lamunan Sarah, sesaat Sarah tergagap.
“Makasih, ga usah bu, saya mau langsung pulang aja sekarang.”
“Bener ga mau makan di sini?” bu Dina kembali bertanya. Kali ini Sarah hanya menjawab dengan anggukan sambil tersenyum.
"Kamu gimana?” bu Dina bertanya pada Regan.
“Sama tan, aku juga ga bisa, harus ke rumah sakit.”
“Ya udah deh, eh kamu sekalian anter Sarah pulang bisa kan?”
“Eh ga usah bu..” buru-buru Sarah menjawab.
“Ga pa pa, bisa kan Gan?” tanya bu Dina lagi.
“Bisa tan..” Regan menyanggupi.
Sarah sebenarnya tak enak hati harus merepotkan Regan tapi bu Dina tetap memaksa ponakannya mengantar Sarah pulang. Bu Dina mengantar mereka sampai ke teras, setelah berpamitan mereka pun masuk ke dalam mobil dan tak berapa lama mobil meluncur meninggalkan kediaman bu Dina.
Suasana di dalam mobil hening. Sarah sendiri bingung harus berbicara apa. Tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara ponsel Regan. Regan segera menjawab ponselnya. Setelah berbicara sebentar dia pun mematikan ponselnya.
“Udah jam makan siang nih, kalau kita makan dulu gimana?”
Sarah yang terkejut tak langsung menjawab. Dia terdiam sejenak lalu,
“Bukannya mau ke rumah sakit?” Sarah balik bertanya.
“Oh.. tadi temen telepon katanya mau tukeran shift, jadi aku masuk malem. Gimana mau?” Sarah masih belum menjawab, dia bingung antara iya dan malu.
“Ok, diam berarti setuju ya,” ucap Regan. Setelah lampu merah dia berbelok ke arah kanan, dan mobilnya memasuki sebuah cafe. Setelah memarkir mobilnya. Dia turun dari mobil lalu membukakan pintu untuk Sarah. Sarah keluar dari mobil lalu bersama-sama memasuki cafe.
Suasana cafe tidak begitu ramai, mereka memilih duduk di dekat jendela. Tak berapa lama seorang pelayan menghampiri. Setelah melihat-lihat menu, mereka sepakat untuk memesan tenderloin steak dan lemon squash.
Sambil menunggu pesanan, mereka berbincang-bincang. Regan adalah seorang dokter magang yang baru menyelesaikan tugas koasnya. Sarah pun bercerita tentang tentang dirinya yang mengambil jurusan komunikasi dan bu Dina adalah salah satu dosennya.
Sedang asik berbincang-bincang, pesanan mereka datang. Sarah terdiam menatap pesanannya. Dia bingung bagaimana harus memakannya karena masih belum bisa menggunakan tangan kanannya. Sedangkan Regan terlihat langsung memotong-motong steak pesanannya lalu mengambil piring Sarah dan menaruh piringnya di depan Sarah. Regan memberi isyarat pada Sarah untuk segera makan. Gadis itu menatap takjub, baru kali ini dia diperlakukan seperti ini.
Sambil makan mereka meneruskan pembicaraan, suasana di antara keduanya sudah menjadi cukup akrab. Sesekali Sarah tertawa mendengar cerita pengalaman Regan saat menangani pasien di IGD. Begitu pula Regan yang tak bisa menahan tawa mendengar cerita Sarah tentang Debby, sahabatnya yang sering bersikap konyol.
Selesai makan, Regan mengantarkan Sarah pulang. Sesampainya di kost-an, Sarah yang hendak turun ditahan oleh Regan.
“Aku boleh minta nomer telepon kamu?” tanya Regan.
Sarah mengangguk. Regan lalu menyerahkan ponselnya dan Sarah pun memasukkan nomor ponselnya lalu memberikannya lagi padanya. Regan langsung menekan tombol menelpon dan tak lama ponsel Sarah berdering.
“Di save ya nomer aku” ucap Regan. Sarah langsung menyimpan nomer Regan.
“Makasih ya buat hari ini” ucap Sarah.
“Sama-sama.”
Sarah segera turun dari mobil. Regan menurunkan kaca mobilnya.
“Aku boleh tetep ketemu kamu kan?” tanya Regan. Sarah mengangguk sambil tersenyum padanya.
“Assalamu’alaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Regan melambaikan tangannya sebelum pergi. Sarah tetap berdiri melihat kepergian Regan. Hatinya benar-benar bahagia. Dia tersenyum kegirangan saat masuk ke dalam rumah kostnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
Ayuna
mampir
2024-03-25
1
Anonim
berjodohkah Sarah dan Regan ???
2024-02-26
1
🤎ℛᵉˣ𝐀⃝🥀OMADEVI💜⃞⃟𝓛
masuk ke masa lalu ni Mak devi🤣🤣🤣
2023-12-23
1