Semakin lama kedekatan Regan dan Sarah kian terjalin. Di sela-sela kesibukannya sebagai dokter magang, dia selalu menyempatkan diri untuk bertemu dengan Sarah. Walau hanya sekedar mengobrol atau pergi jalan-jalan.
Seperti pagi ini, Regan baru saja selesai piket malam. Sebelum pulang ke rumah dia menyempatkan diri datang ke kost-an Sarah sambil membawa bubur ayam yang dibelinya saat di perjalanan. Mereka menikmati bubur ayam di depan teras kost-an. Regan bercerita kalau malam kemarin adalah malam yang sangat sibuk di IGD, ada tabrakan beruntun dan semua korbannya dilarikan ke rumah sakit tempatnya magang. Hampir tak ada waktu beristirahat, beruntung semua korban tabrakan berhasil selamat dan tidak mengalami luka yang parah.
Sarah juga bercerita tentang kesibukannya menjelang tugas akhirnya. Dia beberapa kali harus bolak balik merevisi judul, belum lagi harus melakukan observasi untuk pengajuan proposal penelitian. Regan menyemangati Sarah agar tetap fokus menyelesaikan skripsinya. Saat mereka sedang asik berbincang, Debby datang sambil membawa ponsel Sarah.
“Sar, telpon dari mami nih.”
Debby memberikan ponsel pada Sarah yang segera menjawab panggilan dari maminya.
“Assalamu’alaikum.”
“Waalaikumsalam, Sar.. kamu kapan mau ke Bandung?”
“Belum tau nih mi, Sarah masih sibuk persiapan skripsi.”
“Oh gitu, tapi nanti kalau ada waktu kamu ke Bandung ya, mami kangen.”
“Iya In Sya Allah mi..”
Mami pun mengakhiri panggilannya. Sarah meletakkan ponsel di atas meja.
“Dari mami?” tanya Regan, Sarah mengangguk.
“Kamu kapan mau ke Bandung?”
“Ga tau mas, abis seminar UP kali.”
“Ya udah kamu jadwalin aja kapan, nanti aku juga liat jadwal libur biar kita bisa ke Bandung sama-sama.”
“Serius?” tanya Sarah tak percaya.
“Iyalah..” Sarah tersenyum senang mendengarnya.
❤️❤️❤️
Tiga minggu kemudian, Regan menepati janjinya mengantar Sarah ke Bandung menemui maminya. Mereka berangkat jam enam pagi untuk menghindari kemacetan. Semenjak ada tol cipularang, jarak Jakarta – Bandung menjadi lebih dekat. Hanya membutuhkan waktu sekitar dua jam bagi Regan untuk sampai di kota Kembang ini.
Sebelum ke rumah mama, mereka mampir terlebih dahulu ke toko mainan untuk membeli kado. Hari ini adalah ulang tahun adik tiri Sarah. Setelah memilih mainan, mereka meminta pegawai toko untuk membungkusnya. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan ke rumah mami.
Sesampainya di rumah, mereka langsung disambut oleh mami dan juga Tiara yang hari ini genap berusia enam tahun. Sarah lalu memperkenalkan Regan pada mami dan juga papi Chandra, suami mami yang sekarang. Sarah dan Regan memberikan kado yang baru saja mereka beli pada Tiara. Dengan senang Tiara menerima kado tersebut dan tak lupa mengucapkan terima kasih.
Tepat jam sepuluh, teman-teman Tiara mulai berdatangan untuk merayakan hari jadinya. Sebuah kue ulang tahun dengan lilin angka enam telah siap di atas meja. Papi Chandra sudah bersiap-siap dengan kameranya untuk mengabadikan perayaan hari ini. Mami duduk di samping Tiara yang berdiri menghadap kue ulang tahunnya. Semua yang hadir menyanyikan lagu ulang tahun bersama-sama. Setelah lagu berakhir, Tiara langsung meniup lilin yang disambut tepuk tangan dari teman-temannya. Mami membantu Tiara memotong kue, kemudian menyuapi mami dan papinya. Mereka mencium pipi Tiara.
Sarah yang berdiri di pojok ruangan melihat pemandangan di depannya dengan perasaan miris. Perayaan ulang tahun yang tidak pernah dia rasakan. Orang tuanya bercerai saat Sarah masih berusia tiga tahun, sejak saat itu dia tinggal bersama papa dan neneknya di Bogor. Mami adalah seorang pebisnis, jadi dia memilih untuk terus berbisnis dan mempercayakan Sarah pada mantan suaminya.
Selepas bercerai dari papa, mami tidak pernah menetap di satu kota. Dia selalu berpindah-pindah. Sebelum dengan papi Chandra, mami sudah menikah dua kali dan bercerai kembali. Papi Chandra merupakan pelabuhan terakhir mami, dan dari dialah mami memperoleh keturunan lagi.
Masa kecil Sarah hanya dihabiskan bersama papanya. Hampir setiap hari dia merindukan kehadiran ibunya, namun mami jarang sekali menengoknya. Setahun sekali pun itu sudah hal yang luar biasa. Sarah tidak pernah merasakan belaian lembut mami menjelang tidur. Merasakan pelukan hangat seorang ibu ketika dirinya sedang sakit atau bersedih. Yang membuat hatinya iri adalah ketika melihat teman-temannya menceritakan tentang kedekatan mereka dengan ibu mereka, bagaimana mereka membanggakan masakan ibu-ibu mereka.
Kesedihan Sarah mencapai puncaknya ketika papa, satu-satunya orang yang menyayangi dan memperhatikan dirinya harus berpulang ke Rahmatullah, enam tahun lalu. Mami pun tidak bisa mendampingi dirinya karena baru saja melahirkan Tiara. Hanya Debby, sahabatnya yang setia menemaninya, berbagi duka dengannya. Melihat Tiara sekarang, benar-benar membangkitkan kenangan pahitnya. Rasa marah pada maminya kembali muncul. Kesedihan yang selama ini berusaha dia kubur kembali menyeruak ke permukaan.
Sarah sudah tidak kuat, dia beranjak menuju kamar mandi. Matanya berkaca-kaca, sekuat mungkin untuk menahan dirinya agar tidak menangis. Beberapa kali dia mengambil nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Aku harus kuat, aku harus kuat, ucapnya dalam hati. Setelah merasa sedikit tenang, dia keluar menghampiri mami.
“Mi, aku pulang sekarang,” ucap Sarah. Mami terkejut mendengarnya.
“Kenapa cepet-cepet, kamu juga belum makan. Ayo kita makan dulu,” mami mencoba menahan Sarah.
“Mas Regan tugas jaga malam ini mi, takutnya dia kecapean.”
Sarah berbohong, sebenarnya hari ini Regan libur. Mami tetap berusaha menahan Sarah. Namun gadis itu tetap bersikeras untuk pulang. Mami hanya bisa pasrah. Sarah kemudian pamit pada papi Chandra. Regan yang bingung dengan keputusan Sarah memilih diam dan mengikuti kemauannya.
Selama dalam perjalanan pulang Sarah hanya terdiam. Semakin dipikirkan, semakin dia ingin menangis. Sarah mengepalkan tangannya kuat-kuat berusaha menahan airmatanya.
“Mas, bisa berhenti dulu di rest area, aku mau ke toilet,” pinta Sarah dengan suara pelan, Regan pun menuruti.
Mereka berhenti di rest area. Regan menghentikan mobilnya di depan toilet. Dengan cepat Sarah turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam toilet. Airmata Sarah langsung jatuh bercucuran, menutup mulut dengan tangannya agar tangisnya tak terdengar.
Regan tetap menunggu di dalam mobil. Lima menit berlalu, namun Sarah tak kunjung keluar. Regan keluar dari mobil, berjalan menuju toilet. Dia berdiri di depan pintu namun ragu untuk memanggil Sarah, akhirnya memilih menunggu. Sarah mencuci mukanya, mengeringkannya menggunakan tisu, lalu memulas wajahnya dengan bedak, terutama di bagian mata. Tidak mau terlihat habis menangis. Setelah dirasa cukup tenang, dia pun keluar. Sarah terkejut melihat Regan yang sudah ada di depannya.
“Sudah?” tanya Regan sambil terus memandangi wajah Sarah.
Mata Sarah nampak merah. Dia hanya mengangguk dan langsung berjalan menuju mobil. Tak lama kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan pulang menuju Jakarta.
Begitu banyak pertanyaan dalam benak Regan namun dia memilih untuk tetap diam. Menunggu sampai Sarah sendiri yang menceritakan padanya. Akhirnya mereka sampai di kost-an. Sarah turun dari mobil diikuti oleh Regan.
“Kamu istirahat ya, kalau ada perlu telpon aku aja.”
“Iya mas, makasih,” jawab Sarah pelan.
Regan menghampiri Sarah, memandangi wajahnya lekat-lekat. Ingin rasanya memeluk Sarah saat ini. Tapi dia hanya membelai lembut puncak kepala Sarah seraya berkata,
“Aku pulang ya, assalamu’alaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Regan masuk ke dalam mobil dan tak lama segera meluncur. Setelah mobil Regan melaju, Sarah masuk ke dalam rumah. Dia langsung menuju kamarnya. Di depan kamar dia berpapasan dengan mba Tari teman sekost-nya.
“Loh udah pulang lagi Sar?” tanya Tari heran.
“Iya mba.”
Sarah langsung masuk ke dalam kamar. Dihempaskannya tubuhnya ke atas kasur. Membenamkan wajahnya ke bantal lalu menangis sejadi-jadinya.
❤️❤️❤️
Waktu sudah jam delapan malam, namun Sarah tak kunjung keluar dari kamarnya. Tari yang merasa aneh dengan sikap Sarah tadi merasa cemas. Dia mengetuk-ngetuk pintu kamar Sarah namun tak ada jawaban. Tari mondar-mandir di depan kamar Sarah. Ayu yang baru pulang sehabis membeli makan malam langsung menghampiri Tari.
“Kenapa mba?”
“Ini Sarah dari tadi siang ga keluar kamar, aku takut ada apa-apa.”
Ayu langsung menuju kamar Sarah. Mengetuk pintu dan memanggil-manggil Sarah. Tetap tidak ada jawaban. Ayu memberanikan diri membuka pintu kamar, ternyata tidak dikunci. Perlahan Ayu dan Tari masuk ke dalam kamar. Suasana kamar gelap. Tari langsung menyalakan lampu, dia melihat Sarah sedang berbaring di atas kasur. Mereka langsung menghampiri.
“Sar.. Sar..”
Tari mencoba membangunkannya sambil mengguncang-guncang badannya, namun Sarah tak bereaksi. Keringat dingin memenuhi kening Sarah. Tari menempelkan telapak tangannya di kening Sarah.
“Ya ampun Sarah panas banget.”
Tari pun meminta Ayu mengambil termometer di kamarnya. Ayu langsung berlari dan segera kembali membawa termometer. Tari menempelkan termometer di ketiak Sarah, ketika suara bip terdengar, dia segera mengambilnya. Termometer menunjukkan angka 38,5 derajat celcius.
“Sarah demam,” gumam Tari.
Dia memegang tangan dan kaki Sarah yang terasa dingin, pakaian Sarah pun telah basah oleh keringat. Tari sedikit panik, dia bingung apa yang harus dilakukan terlebih dahulu. Yang diingatnya hanya Debby. Tari langsung menelpon Debby dengan ponselnya.
“Halo Deb, Sarah sakit, dia demam kayanya. Panasnya tinggi, tapi tangan dan kakinya dingin, aku harus gimana ya?”
“Ya ampun, hmm.. oh telpon dokter Regan aja mba. Coba lihat di ponsel Sarah nomernya pasti ada.”
“Oke.. oke.”
Tari mematikan ponselnya, lalu dia membuka tas Sarah. Mengambil ponsel kemudian mencari nama Regan di kontak.
“Assalamu’alaikum,” terdengar suara Regan.
“Waalaikumsalam, ini dengan dokter Regan kan, aku Tari teman kost-nya Sarah. Sekarang Sarah lagi demam, badannya panas sampe 38,5 tapi tangan dan kakinya dingin. Aku harus gimana dok?”
“Pertama tolong ganti pakaian Sarah. Sebaiknya pakaian yang tipis atau yang berbahan dingin. Lalu kompres menggunakan air hangat, kalau Sarah bangun tolong kasih minum air hangat yang banyak. Sekarang saya ke kost-an.”
Regan mengakhiri panggilannya, Tari pun segera melakukan yang diperintahkan padanya. Dibantu Ayu dia mengganti pakaian Sarah, lalu mengompres kening Sarah dengan air hangat. Tari meminta Ayu menunggu Regan di bawah.
Setengah jam kemudian Regan datang, ditemani Ayu dia langsung naik ke atas dan masuk ke kamar Sarah. Regan memeriksa kondisi Sarah dengan stetoskopnya, lalu mengukur denyut nadi Sarah. Dia mengeluarkan termometer dari tasnya, lalu menaruhnya di dekat telinga Sarah, angka 37,5 muncul, panasnya sudah mulai turun.
“Sarah ga pa pa dok?” tanya Tari cemas.
“Alhamdulillah panasnya udah mulai turun.”
Sarah mulai membuka matanya, samar-samar dia melihat Tari, Ayu dan Regan. Dia hendak berbicara tapi Regan melarangnya. Regan meminta segelas air hangat, dengan cepat Ayu memberikannya. Dia membantu Sarah bangun, menahan badannya lalu memberinya minum.
“Minum yang banyak.”
Sarah menghabiskan satu gelas air hangat. Setelah itu Regan kembali membaringkan Sarah. Dia mengambil kain kompres, meletakkannya di kening Sarah.
“Dia gak keluar kamar dari siang makanya aku khawatir. Kayanya dia juga belum makan apa-apa,” jelas Tari.
“Aku bikinin bubur gimana?” tanya Ayu.
“Ya boleh,” jawab Regan.
“Ya udah kita bikin bubur dulu ya, titip Sarah ya dok.”
Tari dan Ayu bergegas ke dapur membuatkan bubur untuk Sarah.
Regan menarik kursi ke dekat tempat tidur Sarah, lalu duduk tepat di sampingnya. Dia memegangi tangan Sarah, membelai lembut rambutnya. Sarah memandang Regan dengan mata sayu, tubuhnya terasa sangat lemah.
“Kamu kenapa?” tanya Regan dengan nada lembut.
Sarah tak mampu menjawab pertanyaan. Matanya kembali memanas, perlahan airmata mengalir dari sudut matanya. Regan menghapus airmata Sarah yang jatuh membasahi pipinya.
“Sekarang kamu istirahat aja, jangan banyak pikiran, aku di sini nemenin kamu, hmm..”
Sarah mengangguk lemah, dipejamkan matanya. Mencoba untuk tidur kembali. Regan tak beranjak dari duduknya, tangannya terus memegangi tangan Sarah.
❤️❤️❤️
September 2006
Semenjak ulang tahun Tiara, Sarah belum mengunjungi maminya lagi. Dia sibuk menyelesaikan skripsinya, mengejar target wisuda akhir tahun ini. Regan pun tak kalah sibuk. Setelah menyelesaikan magangnya dia langsung mengambil program residensi. Mereka menjadi jarang bertemu dan hanya berkomunikasi melalui ponsel.
Sarah duduk melamun di balkon, diam-diam Debby menghampiri dan mengagetkannya.
“Hayo lagi ngelamun jorok ya,” ucap Debby.
“Apaan sih.”
Debby duduk di samping Sarah lalu melihat padanya.
“Kenapa sih manyun mulu, lagi kangen ya sama ayang Regan,” Debby kembali menggodanya.
“Deb, aku tuh bingung sama mas Regan, dari awal kita kenal sampai sekarang sikapnya tuh baik dan manis banget. Tapi dia tuh ga pernah bilang langsung I love you kek atau mau gak kamu jadi pacar aku. Aku tuh jadi bingung, sebenernya hubungan kita apa sih, temen, pacar, hanya sekedar adik kakak atau apa?” Sarah mulai mengeluarkan uneg-unegnya. Alih-alih menjawab, Debby malah memilih untuk bernyanyi.
“Sampai kapan kau gantung cerita cintaku memberi harapan, hingga mungkin ku tak sanggup lagi dan meninggalkan dirimu huoo..”
Sarah membekap mulut Debby.
“Debby.. serius ih.”
“Ya gampang, tinggal tanya aja dong. Mas Regan sebenernya kamu tuh anggap aku apa sih? Aku tuh ga bisa digantung terus menerus seperti ini. Kalau jemuran aku tuh udah kaya kerupuk, kering karena terlalu lama dijemur.”
Sarah tak dapat menahan tawanya melihat sikap Debby yang konyol. Sebenarnya dia sudah lama ingin menanyakan hal ini pada Regan, tapi takut kalau ternyata jawaban yang diterimanya mengecewakan.
“Udah sana telpon mas Regan.”
“Ngga ah, aku takut dia lagi sibuk.”
“Kalo gitu datengin ke rumah sakit, gitu aja kok repot. Usaha dong, cari tahu, biar kamu juga dapet kepastian.”
Sarah terdiam, memikirkan sejenak apa yang dikatakan Debby barusan. Akhirnya dengan tekad bulat dia memutuskan untuk menuruti saran Debby. Pergi menemui Regan di rumah sakit. Sarah meminjam kunci motor Debby. Dengan cepat memacu motor menuju rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, dia langsung menuju meja informasi dan menanyakan tentang keberadaan Regan. Tapi Sarah terkejut ketika perawat mengatakan kalau hari ini Regan libur. Sarah mencoba menelpon Regan tapi tidak diangkat. Dicobanya lagi, namun tetap tak diangkat. Akhirnya dia memutuskan pulang ke kost-annya.
Sarah baru sampai di kost-annya ketika ponselnya berdering. Melihat Regan yang menelpon dia menjawab dengan cepat.
“Assalamu’alaikum.”
“Waalaikumsalam, kamu tadi nelpon?”
“Iya, mas Regan dimana?”
“Ooh aku lagi di rumah, tadi ketiduran. Ada apa?”
“Hmm.. ga pa pa sih, kalau ketemuan bisa ga?”
“Maaf ya Sar, hari ini aku cape banget mau istirahat, ga pa pa kan?”
Sebenarnya Sarah kecewa tidak dapat bertemu Regan hari ini, tapi dia juga tidak bisa memaksanya.
“Ya udah ga pa pa,” jawab Sarah.
Setelah berbicara sebentar, Regan mengakhiri panggilannya. Sarah lagi-lagi melamun. Sudah dua bulan dia tidak bertemu dengan Regan, telpon pun jarang. Dalam hati kecilnya merasa Regan sedang berusaha menghindarinya.
❤️❤️❤️
Sarah sedang membereskan kamar ketika terdengar ketukan di pintunya. Tak berapa lama Tari masuk ke dalam kamar.
“Sar, temenin aku ke rumah sakit dong.”
“Kenapa mba, mba sakit?”
“Aku udah tiga bulan ga mens, kemarin ke dokter disuruh periksa ke dokter kandungan, harus di usg takutnya ada apa-apa. Mau ya?”
“Hmm.. boleh, ke rumah sakit mana?”
“Ke rumah sakit tempat pacar kamu kerja aja.” jawab Tari sambil tersenyum.
“Aku siap-siap dulu ya.”
“Iya mba.”
Sarah buru-buru membereskan pekerjaannya, lalu berganti baju. Ini kesempatan dia bisa bertemu dengan Regan. Mudah-mudahan hari ini Regan ada di rumah sakit. Setelah keduanya siap, mereka berangkat menuju rumah sakit mengendarai mobil Tari.
Sesampainya di rumah sakit, Tari langsung mendaftar. Setelah menyelesaikan administrasi pendaftaran, mereka menuju ruang praktek dokter kandungan yang terletak di lantai dua. Sudah ada pasien yang mengantri di ruang tunggu. Tari dan Sarah ikut duduk di sana.
Sarah berkali-kali ingin menelpon Regan tapi dibatalkannya. Takut-takut kalau dokter tampan itu sedang menangani pasien. Setelah menunggu setengah jam, akhirnya giliran Tari diperiksa. Dia masuk ke ruang pemeriksaan sedangkan Sarah tetap menunggu di ruang tunggu.
Sarah yang merasa haus memutuskan ke kantin yang terletak di lantai satu untuk membeli minuman. Sesampainya di sana dia langsung membeli minuman kemudian segera kembali ke lantai dua, takut Tari mencarinya. Ketika sedang berjalan, terdengar suara yang tidak asing lagi. Sarah pun membalikkan badannya, dan benar saja dia melihat Regan sedang berbicara dengan temannya. Sarah baru saja akan memanggil Regan ketika tiga orang dokter muda menghampirinya, dua di antaranya adalah wanita.
Mereka langsung bergabung dengan Regan dan rekannya. Ketiga orang itu adalah mahasiswa kedokteran yang sedang menjalani masa koasnya. Mereka melaporkan kondisi pasien yang baru saja mereka periksa pada Regan. Tapi yang mengganggu Sarah adalah salah seorang koas perempuan yang bersikap tidak biasa pada Regan. Dia seperti mencari perhatian Regan, tatapan matanya pada lelaki itu benar-benar membuat Sarah gerah. Api cemburu mulai berkobar di hati Sarah, terlebih melihat sikap Regan yang begitu baik padanya.
“Mas Regan,” panggil Sarah.
Regan menengok ke arah datangnya suara. Dia terkejut melihat Sarah. Lalu menghampirinya.
“Sarah.. kamu lagi ngapain di sini?”
“Nganter mba Tari berobat. Lagi sibuk mas?” ketus Sarah. Matanya terus menatap ke arah koas perempuan tadi.
“Iya, kamu kenapa sih kok aneh gitu?” Regan bingung melihat sikap Sarah yang tidak seperti biasanya.
“Mas aku...”
Belum selesai Sarah berbicara, tiba-tiba koas perempuan itu datang menghampiri mereka.
“Dok, bisa lihat pasien aku ga? Kasian udah nunggu lama,” ucap koas tersebut seraya melirik ke arah Sarah.
“Sar, kita bicara lagi nanti ya.”
Tanpa menunggu jawaban Sarah, Regan segera pergi dengan koas itu membuat hati Sarah semakin kesal.
❤️❤️❤️
Bu Dina sedang memeriksa hasil penelitian Sarah. Dia mengoreksi beberapa kekurangan dalam laporan penelitian Sarah. Tapi bukan memperhatikan, Sarah malah melamun. Dia belum melupakan kejadian kemarin. Masih tergambar dengan jelas bagaimana cara koas itu menatap Regan.
“Sar.. Sar..”
Bu Dina memanggil Sarah seraya melambaikan tangannya di depan wajahnya. Sarah terkesiap.
“Eh iya bu..”
“Malah ngelamun. Ini harus diperbaiki, coba ditambah teorinya dikit lagi. Terus yang bagian ini dihilangkan saja, ga penting dan di pembahasan kamu harus lebih kuatin lagi analisisnya, oke?”
“Iya bu, itu aja?”
“Iya itu aja, minggu depan kita ketemu lagi, ibu tinggal acc.”
“Iya, makasih bu,” ucap Sarah senang.
“Sekarang ikut ibu yuk.”
“Kemana bu?”
“Udah ayo ikut.”
Sarah pun mengikuti bu Dina. Mereka berjalan menuju pelataran parkir. Bu Dina membuka pintu mobil dan menyuruh Sarah naik ke dalamnya.
“Kita mau kemana bu?”
“Tante.”
“Iya tante.”
“Ke rumah sakit, tante mau ambil obat hipertensi buat om.”
Tante Dina menjalankan mobilnya menuju rumah sakit tempat Regan bekerja. Kebetulan dokter yang bertanggung jawab atas kesehatan suaminya bekerja di rumah sakit yang sama dengan Regan.
Setelah mengalami sedikit kemacetan, mereka sampai di rumah sakit. Tante Dina langsung menemui dokter Farhan. Sedangkan Sarah memutuskan menunggu di kantin. Tante Dina naik ke lantai tiga, langsung menuju ke ruangan dokter Farhan. Setelah berbincang sebentar tentang kondisi suaminya dan menerima resep obat. Tante Dina pamit pulang. Saat keluar ruangan, Regan yang baru saja selesai bertugas melintas di depannya.
“Eh tante,” Regan mencium punggung tangan tante Dina.
“Kamu kemana aja ga ke rumah-rumah?”
“Sibuk tan.”
“Masih tugas apa udah selesai?”
“Baru beres.”
“Oh bagus deh. Tante sama Sarah ke sininya, dia lagi nunggu di kantin. Sarah kamu aja yang anterin ya, soalnya Karin udah nungguin di rumah.”
“Iya tan, Sarah biar aku aja yang anter.”
Setelah itu tante Dina pulang. Regan langsung turun ke lantai satu, menuju kantin untuk menemui Sarah. Sesampainya di sana, terlihat Sarah sedang duduk sambil menikmati minuman dingin. Dia langsung menghampiri.
“Hai..”
Sarah terkejut melihat kedatangan Regan sekaligus senang.
“Aku ke sini nganter tante Dina.”
“Iya barusan ketemu tante. Tapi langsung pulang, Karin nunggu di rumah katanya.”
“Loh, kok aku ditinggalin.”
“Tenang aja, aku yang anter kamu pulang. Piket hari ini udah selesai. Kamu tunggu ya, aku ganti baju dulu.”
Sarah hanya mengangguk. Setelah itu Regan berlalu. Di depan pintu masuk kantin dia berpapasan dengan koas perempuan yang kemarin membuat Sarah cemburu berat. Mereka berbicara sebentar. Perasaan Sarah kembali tidak enak melihat pemandangan itu. Syukurlah Regan tak berlama-lama dengannya.
Koas itu beserta dua orang temannya masuk ke kantin lalu duduk di dekat meja Sarah. Mereka menunggu minuman yang tadi sudah dipesan. Terdengar pembicaraan di antara mereka.
“Van.. kayanya kamu makin lama makin deket aja sama dokter Regan.”
“Udah pepet terus Van, kayanya dokter Regan belum punya pacar.”
“Tenang aja, aku kan masih punya banyak waktu buat pedekate sama dokter Regan. Oh iya kemarin aku dianterin pulang loh sama dia.”
“Terus.. terus kalian ngapain aja?”
“Ya cuma ngobrol-ngobrol aja, udah aku kenalin juga sama mama aku.”
Mereka bertiga tertawa senang, kedua temannya terus menyemangati.
Darah Sarah mendidih mendengar percakapan mereka. Dia langsung pergi meninggalkan kantin. Tak berapa lama Sarah pergi, Regan datang. Dia melihat sekeliling tapi tak menemukan sosok yang dicarinya. Regan menelpon ponsel Sarah tapi tak diangkat. Vanya yang melihat Regan segera memanggilnya, tapi diabaikannya dan langsung pergi mencari Sarah.
Regan berlari menuju pintu keluar, menengok ke kanan dan kiri. Dia kembali menelpon Sarah tapi tetap tak diangkat. Regan berjalan keluar rumah sakit, menuju halte busway yang tak jauh letaknya dari rumah sakit. Dia mempercepat langkahnya. Benar saja, dia melihat Sarah sedang menaiki tangga halte busway. Regan segera berlari mengejarnya. Sesampainya di dekat Sarah.
“Sarah,” panggilnya.
“Kenapa pergi, aku kan udah bilang mau anter kamu, ayo,” lanjutnya.
Regan menarik tangan Sarah. Tapi Sarah segera menepis tangannya.
“Aku pulang sendiri aja,” ketus Sarah. Dia sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi.
“Kamu kenapa sih, udah ayo.”
“Gak mau!” kali ini suara Sarah mulai meninggi. Regan terdiam menatap Sarah.
“Aku udah janji sama tante Dina mau nganter kamu pulang.”
“Gak perlu, aku bisa pulang sendiri.”
“Kamu kenapa sih?”
Regan mulai kesal dengan sikap Sarah. Namun tak digubrisnya. Dia kembali berjalan, namun kembali ditahan Regan.
“Kamu pulang sama aku sekarang atau..”
“Atau apa?” tanya Sarah sambil menatap tajam. Regan melihat sebentar ke arah Sarah lalu berjalan mendekatinya.
“Atau aku bakal cium kamu di sini.”
Sarah yang tak percaya ucapan Regan balik menggertaknya.
“Coba aja kalau berani.”
Regan tak menjawab. Dia terus mendekatkan tubuhnya ke arah Sarah. Semakin dekat dan semakin dekat hingga akhirnya,
“Iya aku ikut kamu pulang.”
Sarah mengalah. Regan pun langsung menarik tangannya kembali ke rumah sakit untuk mengambil mobilnya.
Suasana hening selama dalam perjalanan. Baik Sarah maupun Regan tidak berniat untuk memulai percakapan. Akhirnya mereka tiba di kost-an. Sarah buru-buru turun dari mobil. Saat hendak masuk, Regan memanggilnya.
“Sarah tunggu..”
Sarah menghentikan langkahnya, membalikkan badannya. Regan menghampiri Sarah, lalu berdiri di depannya.
“Bisa bicara sebentar?” tanya Regan lembut.
“Soal apa?” Sarah balik bertanya dengan nada ketus.
Sebetulnya dalam hati dia penasaran sekaligus takut mendengar apa yang akan dikatakan Regan. Pria itu mengambil nafas sejenak sebelum berkata.
“Aku minta maaf kalau akhir-akhir ini aku berusaha menghindari kamu.”
DEG
Ternyata benar kecurigaan Sarah selama ini. Alasan mereka tidak bisa bertemu bukan karena kesibukan tapi karena Regan sengaja menghindarinya.
“Alasan aku mencoba menghindari kamu..”
“Aku tahu,” belum sempat Regan menyelesaikan kalimatnya Sarah langsung memotong.
“Kamu tahu? Apa?”
“Ya tau aja, mas ngga usah bilang aku udah tau kok.”
Regan menghela nafas, sepertinya Sarah sudah salah sangka padanya. Dipegangnya kedua tangan Sarah seraya berkata,
“Alasan aku..”
“Ngga.. ngga.. aku ngga mau denger..”
“Sarah, please tolong denger.”
Sarah terdiam, mau tak mau harus mendengarkan. Walaupun mungkin hari ini adalah akhir hubungannya dengan Regan. Dia menguatkan diri untuk mendengar alasannya.
“Alasan aku menghindari kamu karena aku takut. Aku takut ngga bisa menahan diri lagi. Semakin sering kita bertemu, semakin sayang aku sama kamu, semakin ingin aku memiliki kamu. Aku takut akan melakukan hal-hal yang ngga seharusnya aku lakukan sama kamu.”
Regan terdiam sebentar, Sarah masih belum mengerti arah pembicaraan Regan.
“Dari awal kita ketemu, aku yakin kalau kamu adalah tulang rusuk aku yang hilang. Aku sayang kamu, aku cinta kamu dan aku ingin melindungi orang yang kucintai. Tapi yang paling sulit adalah melindungi kamu dari diri aku sendiri. Jadi, aku mohon kamu tunggu sebentar lagi. Kasih aku waktu dua minggu untuk mempersiapkan semuanya. Baru setelah itu aku akan ke Bandung menemui mami untuk melamar kamu.”
Sarah tak percaya dengan apa yang barusan didengarnya. Regan akan melamarnya.
“Mas serius?” Sarah memastikan.
Regan mengangguk dengan pasti. Hati Sarah seakan mau meledak karena bahagia. Hal yang ingin dia dengar tentang perasaan Regan padanya akhirnya terjawab sudah. Sarah tersenyum bahagia seraya berkata,
“Aku juga sayang sama mas Regan. Cuma aku bingung aja kenapa mas Regan seperti sedang menghindariku.”
“Jujur, aku tuh kangen banget sama kamu. Tapi bukan hal yang baik juga kalau kita sering bertemu sebelum aku resmi menjadi mahrom kamu. Jadi, aku mau kamu bersabar sedikit lagi. Tunggu aku dan please jangan mikir macem-macem atau salah paham lagi.”
Sarah mengangguk, perlahan Regan melepaskan tangannya. Sarah membuka pintu pagar. Sebelum masuk dia membalikkan badannya ke arah Regan.
“Hati-hati di jalan ya mas.”
Regan mengangguk sambil tersenyum. Setelah itu masuk ke dalam mobilnya. Tak berapa lama mobilnya sudah pergi meninggalkan Sarah yang berlari masuk ke dalam rumah. Dia sudah tidak sabar ingin menceritakan ini semua pada Debby.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
Ayuna
panjang banget nih katanya. keren
2024-03-26
1
🤎ℛᵉˣ𝐀⃝🥀MD.HIAT💜⃞⃟𝓛
mertua Arsy🤔🤔🤔
2023-12-23
1
HenyNur
bagus ceritanya 👍
2023-03-13
1