Rena berhasil masuk ke dalam jeratan lelaki itu. Ritme jantung Rena semakin tidak beraturan. Terkadang Ia kesal dengan reaksi tubuhnya yang seperti ini. Seharusnya Ia sudah terbiasa karena ini pekerjaan nya.
Rena bekerja untuk memuaskan tapi tidak sampai pada tahap menghilangkan apa yang dia jaga selama ini. Baretta sengaja menyimpan Rena sampai datang seorang laki-laki yang bersedia membayar Rena sangat mahal hanya demi memiliki Rena yang masih belum tersentuh itu.
Rena melakukan tugasnya dengan baik. Meskipun terpaksa, tapi Ia tahu kewajibannya setelah dibayar.
Rena menahan decih jijiknya saat mereka bercumbu. Demi apapun, dia laki-laki paruh baya. Tapi apa boleh buat, semua karena uang.
Rena menahan tangan lelaki itu yang akan melintas di area-area yang seharusnya tidak boleh terjamah. Lelaki itu melepas tautan bibir mereka lalu menatap Rena dengan marah.
"Perjanjian nya tidak seperti ini, Tuan." Ujar Rena memberanikan diri untuk melawan. Ia berhak untuk mengajukan protes karena tugasnya hanya untuk memuaskan tanpa mengorbankan kepemilikannya.
Rena sudah melakukan itu, beradu bibir adalah yang terakhir. Ia memutuskan untuk pergi. Ia membuka kunci dan keluar. Lelaki itu cepat-cepat memperbaiki celananya kemudian mengejar Rena.
"Sial! Kau belum menyelesaikan pekerjaanmu!"
"Sudah, aku sudah melakukan tugasku. Anda yang tidak tahu diri,"
Lengan Rena berhasil ditarik hingga mereka saling menatap. Mata tajam berkilat amarah begitu terpancar di mata lelaki itu. Dengan lancang, Ia membuat wajah Rena berpaling hingga Rena meringis seraya mengusap wajahnya.
"Kurang ajar! Bukan aku yang tidak tahu diri tapi kamu!"
"Anda, perjanjian kita sebelumnya tidak seperti itu. Aku akan melaporkan ini semua pada Nyonya Baretta,"
Rena kembali melangkah cepat. Kali ini langkahnya seperti dikejar hewan buas. Memang yang di belakangnya saat ini adalah hewan buas. Buas karena nafsu.
Rena sibuk berjalan cepat demi menghindari kejaran lelaki itu sampai tidak sadar menabrak seorang laki-laki muda yang pernah dilihatnya tempo hari di kafe tempatnya bekerja. Ada seorang perempuan juga di samping laki-laki itu. Dan perempuan itu adalah teman Rena, sesama pekerja di sana.
Rena menangkup tangannya untuk meminta maaf. "Saya minta maaf, Tuan."
"Lain kali hati-hati!"
"Ayo Tuan, kita ke kamar," ajaknya pada laki-laki itu.
Rena sudah kembali menghindar. Lelaki yang menabrak Rena tadi terlihat memperhatikan punggung Rena yang sudah menjauh dan seorang lelaki paruh baya yang senantiasa mengejarnya.
"Ayo, Tuan Raihan." Raihan mengangguk saat diajak lagi oleh Zenith, perempuan yang akan bersenang-senang dengannya malam ini.
Raihan baru kali ini datang ke rumah bordil yang dipimpin oleh Baretta. Dan pertama kali datang, Ia menggelontorkan uang tidak sedikit untuk memiliki Zenith sepanjang malam.
****
Rena berhasil menghampiri Baretta yang sedang menikmati minumannya di sela hentakan musik yang begitu kencang malam ini.
"Nyonya, lelaki tadi melakukan hal yang tidak sewajarnya padaku. Padahal perjanjian di setiap malam nya tidak pernah ada izin untuk melakukan hal lebih,"
Baretta bangkit dari duduk tenangnya. Perempuan berwajah dingin itu nampak mengangkat satu alisnya kemudian menatap Rena dari bawah sampai atas dengan pandangan remeh.
"Kau bersikap layaknya seorang wanita mahal, padahal sebaliknya," desis nya membuat hati Rena berdenyut sakit. Ia tahu fakta itu, tapi haruskah diperjelas?
"Dimana dia?" Tanya Baretta pada Rena. Rena menunjuk pelanggannya tadi yang mendekat padanya.
Baretta segera bersedekap dada menatap lelaki itu. "Berapa bayaranmu sampai berani menyentuh boneka ku? Apa yang kau lakukan seharusnya sesuai bayaran!"
"Sialan! Aku sudah terlanjur On. Berapa uang yang harus aku keluarkan untuk memilikinya?" Tantang lelaki itu yang membuat Baretta tertawa kencang. Ia tahu semua pengunjungnya memiliki uang. Tapi lelaki di hadapannya ini tidak termasuk kategori yang memiliki segudang uang, alias kaya raya.
Baretta bisa menilainya, karena Ia sudah bergelut di dunia ini sejak lama. Ia bisa menilai seseorang dari penampilan dan juga sikapnya. Lelaki itu menginginkan Rena tidak elegan sekali. Sampai harus mengejar-ngejar mungkin karena sudah sangat bernafsu. Seharusnya tidak begitu. Cukup datangi Baretta lalu berikan uang yang diminta Baretta dan biarkan Baretta yang bertindak agar Rena mau menurut.
Baretta memberi tahukan nominal yang sangat besar, terlihat dari tangannya yang memperagakan angka nol berjumlah sembilan dengan angka tiga sebagai angka awal.
"Gila! Kau memberikan harga yang mahal untuk gadis macam dia?!" Tunjuknya pada Rena dengan cemoohan bernada merendahkan.
"Ada yang masih terjaga dalam dirinya. Dan hanya dia satu-satunya yang seperti itu di sini. Wajar kalau aku menjualnya dengan harga yang fantastis," ujar Baretta dengan ringan tanpa memikirkan bahwa apa yang sedang dibahas saat ini adalah manusia bukan barang. Harga segitu tidak sebanding dengan semua ciptaan Tuhan yang ada pada Rena.
Tanpa berkata apapun lagi, lelaki itu pergi. Umpatan terus terdengar sepanjang langkahnya keluar dari rumah bordil sekaligus kelab itu.
Baretta menatap Rena kemudian mengibaskan tangannya. "Duduk, akan ada lelaki yang menginginkan kamu tidak lama lagi,"
*****
Membuat lelaki mengerang puas, itu sebuah keharusan untuk mereka yang bekerja di rumah bordil. Karena mereka sadar uang yang dikeluarkan tidaklah sedikit, maka harus ada timbal balik yang sesuai.
Setelah melakukan tugasnya dengan baik, Raihan keluar dari kamar yang menjadi tempatnya bersama Zenith sedari tadi.
"Terima kasih, Tuan sudah datang." ujar Baretta pada Raihan saat akan keluar dari rumah bordil itu. Raihan hanya mengangguk kemudian melajukan motor besarnya menuju rumah Gion, Ia dan ketiga temannya akan menghabiskan malam di sana.
******
Rupanya di rumah Gion ada Denrio dan teman-temannya yang datang hanya untuk mengajak mereka kembali bertanding di jalanan esok malam.
Raihan baru datang dan langsung mengusir mereka dengan tangan yang mengibas. Denrio berdecih seraya berkata, "Aku juga tidak ingin lama di sini," ujarnya.
"Ayo, pergi dari sini." ajaknya pada semua teman-temannya. Mereka pergi seraya mengeraskan deru motor. Sengaja melakukan itu sebelum benar-benar pergi, tujuannya ingin mengundang kemarahan Raihan, Gion, Edric, dan Sergi.
"Selalu menantang tapi pada akhirnya aku yang sering menang. Apa tidak malu dia?"
"Sudah, Rai. Jangan emosi begitu. Biarkan saja anak-anak ayam itu melakukan apa yang mereka mau,"
Gion menarik bahu Raihan agar masuk ke dalam, tidak lagi menatap kepergian Denrio dan teman-temannya dengan tatapan tajam.
"Keluarkan kartu nya!" titah Raihan pada Gion, tuan rumah. Seperti biasa, mereka akan bermain kartu sampai pagi.
Edric beranjak ke dapur lalu mengeluarkan semua makanan ringan dari tempatnya. Dan juga minuman beralkohol dengan kadar tidak terlalu tinggi di rak yang berada tak jauh dari meja pantry.
Sergi, Edric, dan Raihan sudah menganggap bahwa rumah Gion adalah rumah mereka sendiri. Ke rumah siapapun mereka berkunjung, perlakuannya sama. Karena dari mereka tidak ada yang tinggal bersama orangtua sehingga lebih bebas. Sementara untuk Raihan, Ia akan membawa teman-temannya ke apartemen miliknya, tidak ke rumahnya karena ayahnya tinggal di sana.
"Ambil semuanya, Edric."
"Ini sudah, sinting! tahu diri sedikit lah,"
Edric melirik banyaknya makanan yang dia pegang. Sebelumnya botol-botol minuman sudah Ia letakkan juga di meja depan televisi.
"Party!" seru Raihan seraya membuka botol minuman lalu meneguknya tanpa menunggu waktu lama. Teman-temannya pun melakukan hal yang sama.
"Kau dari rumah tadi?"
"Tidak, bersenang-senang dulu baru ke rumahmu,"
"Dimana? kelab?"
Plak
Sergi meletakkan kotak rokoknya dengan kasar di meja. Ia menatap Raihan dengan sorot tajam. "Kenapa tidak ajak-ajak kami, sial*n?!"
"Bukan kelab, kau tahu lah maksudku,"
"Oh ****! Jadi kau habis eksplore wanita?"
"Hmm...."
"Ah kalau di sana, aku tidak sanggup bayar. Dan aku juga tidak mau berdosa," sahut Edric seraya menahan tawa.
"Halah! tidak sanggup bayar? hampir setiap malam tempat mu di sana. Jangan pura-pura menjadi anak baik kau!"
"Tidak juga, sekarang aku sudah mengurangi kebiasaanku dulu,"
"Kenapa?"
"Uang jajanku dikurangi oleh ayahku. Daripada perutku tidak makan, lebih baik bawahku saja yang tidak makan,"
"HAHAHAHA," Tawa dari Sergi dan Gion bergema. Mereka menertawakan nasib Edric yang sangat nelangsa.
Hellawww aku dtg membawa part baru. Selamat membaca dan jgn lupa beri dukungan yaaa. Terima kasih🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Seriani Yap
Kasian kehidupan rena muda.. Critakan thor latar belakang rena, kenapa sampe kayak ginj
Semangat thor
2020-12-27
0
Desi Arisumanti
up lagi thor,kayaknya seru neh ceritanya
2020-12-05
1