Hari Pertama Evakuasi

Fatih masih mematung, tubuhnya seakan membeku oleh hembusan angin yang semakin terasa kencang berhembus, api unggun mulai meredup, sisa-sisa apinya terseok terkena hempasan angin.

Fatih menyungging kan bibir nya saat mengenang kenangan pertama nya ketika ia ingin berbicara dengan Rumi lewat telepon.

“Assalamulaikum,” suara Fatih terdengar pelan, ada keraguan dan rasa cemas dari nada suara itu.

“Waalaikumsalam,” hanya kata itu yang terdengar sayup-sayup melewati jaringan ponsel yang dipegang oleh Fatih.

Setelah itu hening. Tak ada suara, tak ada lagi pertanyaan atau jawaban dari kebisuan.

“Apa ini mas Fatih?” pertanyaan yang memudarkan lamunan itu tiba-tiba terdengar bagai petir menyambar.

“Mh…iya,” jawaban yang di akhiri dengan tertawa kecil.

Kemudian hening kembali.

Fatih terus memutar otak nya, entah kata apalagi yang harus ia ucapkan untuk menyambung obrolan itu, rasa nya begitu canggung, ragu dan penuh kekhawatiran.

Obrolan pertama terlewati begitu saja. Sampai beberapa minggu berikutnya, di obrolan ke dua akhirnya mereka menemukan tawa canda.

Fatih menghela nafas panjang seolah ingin mengingat kenangan itu kembali, Rumi yang terakhir berbicara dengannya lewat jaringan telepon adalah gadis yang begitu lembut, ramah dan ceria, sangat jauh berbeda dengan Rumi yang beberapa saat lalu ada di samping nya, tegas dan diselimuti kemarahan.

Tidak hanya Fatih ternyata Rumi masih menatap langit-langit kamar yang tidak jauh dari mata nya, disana ia melihat gambaran dirinya dengan pipi yang kemerahan, bibir yang tak berhenti tersenyum, dan jantung yang berdetak lebih kencang melebihi biasa nya. Sesekali ia menyimpan ponsel nya di dada dan tersenyum lebih lebar dan tertawa kecil yang sengaja ditahan agar tidak terdengar pria yang menelpon nya dari seberang sana. Syair cinta begitu indah terdengar saat itu mengiringi dua insan yang akan jatuh dalam rasa cinta.

Rumi menyeka air mata yang mengalir melalui pipinya, rasa sakit karena harus bersikap tegas dan kasar seperti ini membuat nya hampir kehilangan jati diri, namun bagaimana lagi harga diri yang ia tanamkan dalam hati menjadi akar agar ia menjadi perempuan yang kuat. Rasa sakit hati mendorong nya untuk menjadi orang lain, meski bukan ini yang diinginkan nya tapi ia harus jalani takdir Allah yang datang pada nya.

Pagi menjelang, matahari sudah menguap memancarkan panas nya, pasukan relawan yang akan mencari warga yang hilang sudah siap dengan peralatan nya dan mereka disibukkan dengan tugas nya masing-masing.

“Rumi bisa tolong antarkan ini ke orang-orang yang menggali di sana? Aku harus memeriksa pasien,” ucap Reno pada Rumi sambil memberikan tali tambang yang panjang. Rumi yang sedang membuat sarapan untuk warga yang mengungsi berdiri dan mengambil nya dengan senang hati.

Rumi berjalan melewati ladang yang dialiri tanah merah menuju gunungan tanah di bawah bukit kecil. Ia berjalan perlahan karena sandal yang dikenakan nya terus terpeleset, Rumi mengangkat sandalnya yang putus, ia berjinjit untuk menghindari gunungan tanah yang terlihat tebal. Namun tiba-tiba Rumi merasakan bumi bergetar, tubuhnya mematung dan bergetar. Fatih memperhatikan Rumi dan mendekati nya.

“Ada apa?” tanya Fatih heran karena melihat Rumi seperti ketakutan.

“Apa kamu tidak merasakan nya?” jawab Rumi sambil melihat sekeliling.

“Apa?” tanya Fatih lagi bingung.

“Tanahnya, tanahnya bergetar mas,” dengan nada bergetar rumi menjawab dan memperhatikan tanah yang diinjak nya.

Fatih memperhatikan sekeliling dan tersenyum kecil sambil mendekati Rumi.

“Apa menurut mu ini gempa bumi susulan?” bisik Fatih di samping telinga Rumi.

“Aaaah bagaimana ini?” Rumi berteriak dengan rasa takut.

“Bersembunyi lah dibawah tangan ku!” kata Fatih cepat.

Rumi langsung meloncat dan mengangkat tangan Fatih bersembunyi di bawah tangan nya dengan menunduk kan kepala, menutup mata dengan kedua tangan nya dan bersembunyi di sana.

Fatih tertawa terbahak-bahak. Rumi membuka tangan yang menutupi mata nya dan berdiam sejenak mendengar tawaan Fatih yang terdengar nyaring. Dari balik gunungan tanah yang tinggi Rumi melihat alat pengeruk tanah yang sedang berjalan maju mundur untuk memindahkan tanah.

Rumi menghempaskan tangan Fatih dan memelototi nya.

“Apa kamu sengaja melakukan ini?” Rumi menghempaskan tali yang dipegang nya dan pergi meninggalkan Fatih.

Fatih berjalan cepat mengejar Rumi. Rumi berhenti dan memandang Fatih.

“Apa kamu tidak memakai deodorant?” tanya Rumi dengan wajah mengejek.

Seketika Fatih mematung dan bergumam, “Iih,” ia tertawa lepas sambil melihat Rumi berlalu dari penglihatan nya.

Fatih mengambil tali tambang yang Rumi tinggalkan, dia berjalan mendekati teman-teman nya untuk membantu evakuasi.

“Ada mayat disini.” Teriak Aldo salah satu tim relawan yang sedang menggali atap rumah yang tertimbun tanah. Semua tim relawan bergerak mendekati Aldo.

“Kita harus hati-hati, jangan sampai mayat nya rusak!” perintah Fatih memberi aba-aba.

Setelah melalui penggalian yang cukup lama akhirnya mayat bisa di angkat. Mayat seorang laki-laki dewasa mengenakan celana katun panjang dengan kaos kerah berwarna merah kecoklatan karena sudah kotor terbalut tanah.

Fatih membawa mayat yang ditemukan dengan kantong mayat dan mengangkat nya ke Puskesmas bersama beberapa rekan relawan sedang kan yang lain nya masih meneruskan pencarian.

Setelah dibersihkan mayat di indentifikasi agar bisa diberitahukan kepada keluarganya.

“Mayatnya masih utuh wajahnya pun masih terlihat jelas akan memudahkan kita untuk mengidentifikasi nya, panggil satu warga kemari mungkin dia mengenalnya,” kata Reno pada Fatih.

Setelah mayat teridentifikasi akhirnya mayat yang ditemukan itu di umumkan kepada warga dan diberitahukan kepada keluarga nya.

Datang dengan sempoyongan seorang perempuan muda dengan dihujani tangisan dan air mata, membuka perlahan kain yang menutupi suami nya, ia kembali menjerit setelah melihat suami nya terbujur kaku dengan wajah yang pucat pasi. Dari balik pintu datang Rumi dengan mengendong seorang anak perempuan yang baru berusia 2 tahun.

“Mamah,” ucap anak itu memandang ibu nya yang terisak dengan tangisan nya.

Rumi membawa anak itu mendekat pada ibunya, sang ibu menggendong nya.

“Apa Dita mau melihat ayah?” tanya ibu itu pelan sambil memperlihat kan ayah nya yang terbujur kaku.

“Ayah,” anak perempuan kecil itu memanggil nya pelan.

Dita mencondongkan wajah nya hendak mencium ayah nya. Setelah dibantu ibu nya Dita mencium kening ayah nya dan tersenyum, “Mamah, ayah bobo.”

“Iya sayang, ayah bobo nya akan lama, jadi dalam waktu yang lama kita tidak bisa bertemu ayah.”

Melihat pemandangan itu semua orang tidak kuat menahan haru, Rumi berlari keluar dan menangis di balik pintu.

“Kamu tidak boleh terluka, pakailah sepatu ini!” tubuh yang berjongkok mencoba membersih kan kaki Rumi yang kotor.

Rumi terdiam dengan kesedihan nya menyaksikan Fatih memasangkan nya sepatu boot, air mata terus menetes tak habis-habis meski terus diseka.

Rumi hanya terdiam meski sepatu boot itu sudah terpasang di kakinya, dengan air mata yang mengalir ia memandang tubuh yang berjongkok dan seperti mematung di sana.

Setelah beberapa lama terdiam Fatih bangun dan berkata, “Jangan sampai tidak memakai alas kaki lagi seperti tadi kaki mu bisa terluka,” Fatih mengeluarkan tissue kecil dari sakunya.

“Bersihkan wajah mu, hiburlah Dita, dia membutuhkan mu,” kata Fatih lagi meyakinkan.

Rumi mengangguk dan kembali masuk untuk mengambil Dita dan membawa nya agar bisa bersama dengan anak-anak lain. Sedangkan tim relawan dan warga melanjutkan sesi penyolatan dan pemakaman untuk si mayit.

Matahari semakin meninggi tim relawan dan warga masih bersibaku mengangkat tanah dan bebatuan untuk menemukan mayat-mayat lain yang mungkin masih tertimbun tanah. Namun hingga sore hari mereka hanya baru menemukan 5 mayat yang tertimbun masih sisa 7 orang lagi yang masih belum ditemukan.

Pencarian untuk hari ini dihentikan para relawan dan warga pulang untuk istirahat dan mengadakan pengajian. Pengajian dilakukan di masjid dengan dipimpin oleh ustadz setempat. Tak ada suara, semua hening, bahkan suara alam pun seperti tenggelam dalam kesedihan. Hari ini terlewati begitu berat, rasa lelah dan sedih menjadi bunga pengantarnya, semua orang sudah berkerja sama saling menolong dan saling menasehati untuk sabar dan tawakal dalam menghadapi cobaan Allah ini.

Terpopuler

Comments

Ipah Cakep

Ipah Cakep

ku kirim bunga mawar 19 poin utk mu Thor

2021-05-04

1

❃ᵐᵘᵗᶦᵃʳᵃ•ᵇᶦˡⓠᶦˢ𖤓꙰?

❃ᵐᵘᵗᶦᵃʳᵃ•ᵇᶦˡⓠᶦˢ𖤓꙰?

seperti.a ini pengalaman pribadi kk author yap😊😊

2021-02-22

0

⛤Mursini Zahwa🆘

⛤Mursini Zahwa🆘

semangat thor😍

2021-02-09

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 55 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!