Hari ini Rumi sengaja mengajak anak-anak bermain di luar untuk menghirup udara segar, kebetulan sekali di sana ada sebuah padang rumput tempat warga menggembalakan ternak mereka, meski rumput tidak sehijau di musim penghujan tetapi sepoi-sepoi angin nya membuat suasana lebih segar dan fresh.
Rumi dan anak-anak duduk dan bermain di sekitar gubuk kecil tempat pengembala biasa beristirahat. Anak-anak berlari ke sana kemari, Rumi pun berjalan-jalan sambil menikmati sinar matahari yang sudah terasa hangat di punggung. Dari kejauhan Rumi melihat sebuah batu besar diujung padang rumput tersebut. Merasa penasaran Rumi mendekati nya dan melihat sekeliling nya.
“Apakah ini Goa?” ucap Rumi setelah melihat mulut gua yang tertutup batu. Rumi memperhatikan nya sebentar dan mencoba mendekati nya.
“Suara apa itu?” Rumi memicingkan telinganya lebih tajam setelah mendengar suara seperti ketukan yang berirama. Ia berjalan perlahan mendekat ke mulut Goa.
“Tuk…tuk…tuk…tolong aku,” seorang laki-laki mengetuk-ngetuk kan batu kecil pada sebuah batu besar yang menindih kaki nya, ia sudah tidak punya tenaga untuk membuat suara ketukan lebih keras, bahkan ia sudah tidak bisa mengeluarkan suara dari mulutnya, hanya gerakan mulut yang mengeluarkan suara kecil yang masih bisa ia lakukan, itu pun setelah mengumpulkan semua tenaga nya yang masih tersisa.
“Apa ada orang di sana?” teriak Rumi.
Rumi celingukan melihat mulut Goa yang tertutup bebatuan, tapi Rumi tidak mendapat jawaban. Dan bunyi ketukan itu pun hilang.
“Apa mungkin aku salah mendengar?” bisik Rumi pada diri nya.
“Kakak tolong!” seorang anak berteriak dan berlari memanggil Rumi yang masih termenung di depan pintu Goa.
“Ada apa?” tanya Rumi kaget.
“Ada anak yang jatuh.”
Mendengar itu Rumi langsung berlari dan menghampirinya.
“Ya Allah, kenapa bisa begini?” Rumi segera membangunkan seorang anak laki-laki yang tengkurap di tanah.
“Kaki mu berdarah, kita harus segera mengobati nya, mari kita pulang,” ajak Rumi pada anak-anak.
Rumi membawa anak itu ke Puskesmas untuk membersihkan luka nya dan memberikan nya plester. Setelah nya Rumi masuk ke rumah tempat nya bermalam untuk membersihkan diri dan bersiap shalat Dzuhur, tapi dalam hati Rumi merasa tidak nyaman, ia terus mengingat tentang ketukan di mulut Goa itu dan terus berpikir bagaimana kalau ada orang di dalam.
Setelah shalat Dzuhur Rumi meyakinkan dirinya kalau hal ini harus dibicarakan nya dengan orang lain. Lalu Rumi memberanikan diri mengirim pesan pada Fatih.
Ia mengetik pesan dan menghapus nya kembali, mengetik dan menghapus nya lagi, terus berulang seperti itu, Rumi bingung bagaimana cara membicarakan nya, dan apakah Fatih mau percaya dan membantu nya.
“Mas,” pesan Rumi pada Fatih.
“Iya, ada apa?” jawab Fatih membalas.
“Ada yang mau aku bicarakan, bisa ketemu?” jawab Rumi.
“Aku di depan Balai Desa, kemarilah!”
Membaca balasan pesan dari Fatih, Rumi langsung bergegas menghampiri Fatih di Balai Desa.
Rumi melihat Fatih sudah menunggu nya di depan Balai Desa.
“Bicaralah!" kata Fatih saat melihat Rumi terlihat ragu-ragu untuk berbicara.
Lalu Rumi menceritakan apa yang dialami nya tadi pagi.
“Tidak ada salah nya untuk di periksa, semua kemungkinan itu bisa saja terjadi,” kata Fatih sambil memulai berjalan. Rumi menyusul nya dari belakang.
Sampai di depan mulut Goa, Fatih melihat sekeliling, dia menemukan sebuah sabit rumput dan sekarung rumput yang sudah menguning, Fatih meyakini ada orang di dalam Goa tersebut. Lalu Fatih menelpon teman nya untuk membawa anggota tim evakuasi.
Tim evakuasi datang dengan cepat mereka segera memindahkan bebatuan yang menutupi mulut Goa, batu yang menghalangi cukup banyak dan besar-besar, mereka sangat berhati-hati dalam proses evakuasi karena ditakutkan Goa rusak dan runtuh.
Setelah memakan waktu berjam-jam akhir nya bebatuan yang menghalangi mulut Goa berhasil dipindahkan, Fatih melangkah perlahan masuk ke dalam Goa, ternyata dugaan nya benar Fatih menemukan seorang laki-laki yang sudah tak sadarkan diri tergelatak di dalam, kakinya tertindih batu yang sangat besar. Fatih memeriksa laki-laki itu.
“Korban masih hidup,” teriak Fatih pada teman nya.
Beberapa orang masuk ke dalam untuk membantu Fatih mengevakuasi korban, mereka melakukan nya dengan sangat hati-hati, agar tidak terdapat korban lain.
Setelah berhasil di evakuasi, korban langsung dibawa oleh tim dengan tandu. Sebelum pergi Rumi meminta kepada Fatih untuk memasang tanda bahaya di mulut Goa mengingat banyak warga dan anak-anak yang suka bermain disini. Fatih pun setuju ia membuat tanda bahaya di depan mulut Goa Bersama dengan Rumi.
“Selesai!” kata Fatih setelah memasang tali di depan mulut Goa.
“Mari kita pulang, sebentar lagi gelap,” ajak Fatih pada Rumi yang sedang menulis kalimat peringatan di bebatuan Goa.
“Aku pun selesai,” sahut Rumi sambil menuliskan tanda seru yang banyak di tulisannya.
Mereka berjalan beriringan, matahari sudah hampir tenggelam, langit sudah berwarna merah kekuningan. Mereka berjalan perlahan, jalanan menjadi licin karena tanah yang terbawa longsor dari bukit.
“Mas percaya hantu?” kata Rumi tiba-tiba.
“Kalau hantu yang dimaksud itu makhluk ghaib, mereka ada?” jawab Fatih heran.
“Kenapa pundak ku tiba-tiba terasa berat ya mas?” kata Rumi sambil mengusap-ngusap pundak nya.
Fatih tertawa, “Ini masih terlalu sore untuk mereka keluar,” ledek Fatih pada Rumi.
“Aku sungguh-sungguh mas, bulu kuduk ku merinding, iiihhh!” kata Rumi lagi sambil berjalan cepat meninggalkan Fatih.
Tawa Fatih semakin kencang melihat tingkah Rumi, ia berhenti berjalan dan menggeleng-gelengkan kepala nya.
Sampai tiba-tiba Fatih merasa ada angin kencang menerpa nya dan sebuah tangan dengan pelan meraba pundak nya, seketika rasa takut menyelimuti hati nya dan bulu kuduk nya langsung berdiri, tanpa menoleh dan berpikir panjang Fatih berteriak memanggil Rumi dan berlari mengejar nya. Mendengar teriakan dan kaki Fatih yang berlari kencang Rumi malah ikut berlari.
“Rumi tungguuuu…..” teriak Fatih.
“Gak mauuuu,” teriakan Rumi tak kalah kencang nya.
“Aw aw aw…tidaaaak.”
Bluk! Fatih terpelesat dan jatuh ke tanah.
Mendengar itu Rumi berbalik dan melihat Fatih sudah tengkurap di tanah yang berwarna kehitaman.
“Mas,” Rumi berlari menghampiri Fatih dan mencoba menolong nya.
Tiba-tiba datang seorang pria tua membantu Rumi membangunkan Fatih.
Wajah Fatih penuh dengan tanah yang berwarna kehitaman.
“Mas bau,” kata Rumi sambil menutup hidung nya.
“Sepertinya itu kotoran sapi,” kata pria tua itu sambil mendekati wajah Fatih.
Fatih meringis, mencoba membersihkan wajahnya dari kotoran itu.
Rumi dan pria tua itu tertawa terbahak-bahak.
“Kalian tertawa? ini semua gara-gara Bapak dan kamu Rumi!” teriak Fatih geram.
Rumi berlari sambil tertawa puas. Fatih berlari mengejar nya.
Meski udara sangat dingin dan hari sudah gelap, Fatih berendam di sungai kecil dekat Balai Desa untuk membersihkan tubuh nya yang berlumuran tanah dan kotoran sapi.
“Ya Allah inikah hadiah Mu untuk ku, setelah aku menyelamatkan hamba Mu?” tatap Fatih pada langit yang sudah menggelap. Dan kemudian ia pun tertawa sendirian.
Malam tiba, langit nampak indah dengan pancaran cahaya bintang, Fatih duduk di depan api unggun untuk menghangatkan tubuhnya.
“Minumlah mas, jangan sampai demam,” kata Rumi sambil menyodorkan sebuah gelas, dan mengambil posisi duduk dekat Fatih.
“Mmmhhh…baunya aku suka,” Fatih mencium bau jahe yang menyeruak dari asap yang keluar dari minuman itu.
“Terimakasih,” kata Fatih sambil menyeruput jahe hangat yang dipegang nya.
“Terimakasih juga karena mas sudah percaya sama aku tadi siang,” ucap Rumi.
“Tidak ada salahnya jika kita mempercayai sesuatu yang akan membawa kebaikan. Alhamdulillah berkat mu kini kita bisa menyelamatkan nyawa seseorang,” jawab Fatih.
Hati mereka tersenyum lega, dan api unggun terasa lebih hangat dari biasanya, begitulah mereka mengakhiri hari ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Ipah Cakep
ciaaaaa.. 💩🐮🤪🤢😷
2021-05-04
1
❃ᵐᵘᵗᶦᵃʳᵃ•ᵇᶦˡⓠᶦˢ𖤓꙰?
wah ini cerita real,aq suka.
gak berlebihan😍😍
2021-02-23
0
Aspalasapilin Pilin
hm...menarik
2021-01-28
0