Orang tua Indah sudah sampai di rumah tidak ada yang berbicara sampai di rumah. Abdullah dan Fatimah larut dalam pikirannya masing-masing.
***
Sudah dua hari sejak kejadian itu, mereka tidak pernah lagi berhubungan dengan Putri kesayangannya itu.
Fatimah duduk di kursi, memandang ke luar melalui jendela dengan air hujan di luar cukup deras, sesekali percikan hujan mengenai wajahnya. Petir yang saling menggelegar menambah suasana hati Fatimah semakin tidak karuan, air matanya pun tidak pernah berhenti mengalir dan membasahi pipinya.
Wajah yang biasanya selalu cantik berseri-seri dengan meke up. Kini tampak pucat tidak ter-urus, penampilannya yang biasa menawan dengan balutan dres cantik kesayangannya, kini hanya daster biasa yang melekat di tubuhnya. Tidak ada lagi rambut terurai dengan sedikit bergelombang, hanya rambut yang tersanggul asal-asalan itu pun asistennya yang melalukan, karena kasihan melihat rambut majikannya yang terurai seperti ijuk yang sangat kusut.
Sementara Abdullah semakin sibuk dengan pekerjaannya, ia meluapkan segala emosinya dengan berkerja dan berkerja. Abdullah selalu pergi pukul tujuh pagi dan pulang jam tiga hampir pagi lagi selama beberapa hari ini itu yang ia lakukan.
Setiap ia memasuki rumah, ia mengingat semua kenangannya bersama Indah putri kesayangannya itu, dimana mereka bercanda, bemain dan ketika anak kesayangannya itu ngambek karena di usili Ayah dan Ibunya.
Abdullah kini sedang duduk di ruang kerjanya padahal sudah larut malam. Abdullah duduk memandang sebuah bingkai fhoto yang biasa terpajang di atas meja kerjanya, dirinya terus memandangi fhoto tersebut, sesekali ia meraba wajah gadis kesayanggannya yang sedang tersenyum, ia merasa senyum itu untuknya.
Abdullah tersenyum getir, dan meneteskan air matanya, hatinya sangat terluka dengan keadaan ini, hatinya begitu sakit mengingat anak ke sayangnya tidak lagi berada di sampingnya, bahkan ia pergi dengan meninggalkan luka.
"Ayah" Fatimah tiba-tiba masuk keruang kerja Abdullah dan Fatimah melihat bertapa terpukulnya Abdullah.
"Sayang" jawab Abdullah langsung menghapus air mata yang mengalir di pipinya, lalu pengankat tangannya memberi isarat agar Fatimah mendekat padanya.
Fatimah yang mengerti dengan kode yang di berikan Abdullah mulai menutup pintu dan berjalan ke arah suaminya,.
Abdullah berdiri dari duduknya dan memeluk Fatimah yang sudah berada di dekatnya, sesekali Abdullah mencium kening Fatimah, mereka terus berpelukan dengan saling menguatkan hatinya seolah dengan begitu beban mereka sedikit ringan.
"Ayah" kata Fatimah yang memulai pembicaraan sambil memeluk erat tubuh suaminya itu.
"Emm" jawab Abdullah tanpa ekspresi ia hanya memeluk Fatimah, memberikan kekuatan pada istrinya seolah dia kuat padahal hatinya sama rapuhnya dengan istrinya.
"Ayah engga apa-apakan?" tanya Fatimah pada suaminya.
Abdullah melepaskan pelukanya, dan menjauh sedikit agar bisa menatap wajah Fatimah. Abdullah menarik lembut tangan istrinya membawanya duduk di sofa, Abdullah mendudukan dirinya di ikuti dengan Fatimah.
Fatimah yang duduk di ujung sofa itu mengerti kalau suaminya ingin tidur di pangkuannya. Dan benar saja, setelah Fatimah mendudukan dirinya Abdullah langsung tidur dengan paha istrinya yang ia jadikan bantal, dan memeluk pinggang Fatimah.
"Ayah" Fatimah kembali bersuara memanggil suaminya, ia tau Abdullah memeluk nya sambil menangis, dan ia menyembunyikan wajahnya dengan memeluk dirinya.
Abdullah sangat dekat dengan Indah, baginya Indah adalah semangat sekaligus kelemahannya, ia tidak sanggup berjauhan apa lagi sekarang ia dan putrinya sedang dalam keadaan yang jauh dari kata baik.
"Ayah kita harus kuat, Indah adalah putri kita putri kecil kita yang sekarang sudah dewasa, Ibu yakin Indah akan menjaga dirinya. Dan Ibu percaya dia akan kembali ke pelukan kita." Kata Fatimah menghibur Abdullah yang sangat terpukul dengan kepergian Indah.
Fatimah juga sama terpukulnya dengan Abdullah, akan tetapi ia selalu menujukan kalau ia mampu memikul beban kesedihan yang di berikan Putrinya padanya, walau sebenarnya hatinya juga hancur bahkan sangat hancur dengan kepergian Putrinya yang belum kembali ke pelukannya itu.
Fatimah terus berharap dan berdo'a agar Indah segera kembali ke pelukannya, kalau pun memang ia berjodoh dengan Andra. Kalau memang itu kehendak TUHAN tidak apa ia iklas tapi ia berdo'a semoga Andra akan menjadi lebih baik dan tidak menyia-nyiakan Indah.
"Tapi Bu, Ayah rindu sekali dengan Indah sudah dua hari ia tidak kembali ke rumah ini, Ayah sangat rindu ingin memeluknya Bu" kata Abdullah semakin memperkuat pelukannya pada Fatimah, sementara Fatimah membelai rambut Abdullah yang tampak sangat terpuruk dengan keadaan ini.
Melihat bertapa terpukulnya Abdullah saat kepergian Putrinya, itu sangat berbalik dengan sikap yang di tunjukannya bila di hadapan orang-orang di sekelilingnya, apa lagi di hadapan para karyawannya mereka pasti tidak akan menyangka jika ternyata Abdullah serapuh ini, bila menyangkut Indah, mungkin Abdullah lebih baik kehilangan kekayaannya, dari pada kehancuran keluarganya.
Hanya kepada Fatimah, Abdullah menunjukan sisi rapuhnya, hanya kepada Istrinya itu ia menunjukan keterpurukannya, dan hanya Fatimah saat ini yang mampu memberi kekuatan padanya.
"Ibu juga rindu Yah tapi mau bagai mana lagi, Indah sudah mengambil keputusan dengan meninggalkan kita, " kata Fatimah dengan suara lemahnya.
"Bu, apa Indah akan bahagia dengan keputusannya?" Abdullah bertanya, setelah dirinya duduk di samping Fatimah, ia ingin memandang wajah rapuh istrinya yang berpura-pura kuat di hadapannya, tampak mata Fatimah berkaca-kaca menahan air mata agar tidak jatuh di pipinya.
"Ibu yakin. Yah ini cobaan untuk kita, selama ini TUHAN sudah mencukupkan kita, bahkan kita jauh lebih baik dari ribuan orang yang kekurangan di luar sana, kita memiliki segalanya Yah. Mungkin TUHAN memberi kita cobaan melalui Putri kita, bila kita mampu menghadapi ini semua dengan baik Derajat kita kelak akan di angkat menjadi lebih tinggi, kalau bukan di dunia mungkin kelak di Akhirat," ucap patimah
Fatimah memberi senyum pada Suaminya,
mengatakan bahwa mereka harus kuat dan saling menguatkan.
"AMIN" ucap Abdullah yang berharap Putrinya segera kembali padanya, Abdullah tidak sanggup membayangkan bertapa kejamnya Andra, ia tidak akan segan-segan melakukan hal di luar pikiran orang karena baginya yang terpenting tujuannya tercapai.
Fatimah diam lalu bangun dari duduknya, berjalan kejendela yang tampak terbuka belum tertutup sama sekali sejak tadi, ia menyenderkan kepalanya pada jerjak jendela itu dengan tanggannya terlipat di dadanya, ia terus melihat ke arah luar.
Abdullah juga bangun dari duduknya, dan berjalan mendekati Istrinya, ia memeluk tubuh Fatimah dari belakang dan menaruh kepalanya pada bahu Istrinya.
Abdullah melepas tanggan Fatimah yang tampak terlipat di dadanya, lalu menggengam tangan Fatimah, dan memeluk pinggan Fatimah dengan mengenggan jemari Istrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Linda Z
ya buk, doakan saja semoga Indah sadar. doakan yg baik2 saja, krn doa ibu in syaa Allah di ijabah oleh Allah.
2022-08-27
1
Made Elviani
biar indah merasakan sendiri dgn pilihannya
2022-03-28
0
Sunarty Narty
penyesalan indah akn datang belakangan,aq udh pernah ngerasain.ngelawan ortu untuk orang yg g baik,ya mmg penyesalan yg d dpt.
2021-09-29
0