Hanya rasa patah, hancur dan sakit ketika mengetahui Ganaya tengah menjalin hubungan dengan lelaki lain. Berhari-hari menutup diri dalam rasa kekecewaan yang terus berkecamuk. Tidak ada lagi harapan untuk tetap bertahan pada wanita yang tidak akan menjadi miliknya.
Untuk itu, Ammar menerima perjodohan yang dilakukan oleh sang Mama. Orang tua Ammar resah, mereka takut anak lelakinya itu tidak menyukai wanita. Karena selama hidup Ammar tidak pernah memiliki kekasih atau teman wanita yang di ajak bertamu ke rumah.
Ammar mantap menyetujui perjodohan itu, dan Asyifa langsung jatuh hati pada pandangan pertama kepada Ammar.
Ammar berharap, dengan menikahi Asyifa. Bayangan Ganaya akan menghilang seiring cinta yang selama ini masih bersarang lekat di dalam hatinya, bisa terhempaskan dengan baik.
Ia bermaksud ingin membangun rumah tangga bersama Asyifa dan pergi jauh dari Ganaya. Ia yakin, cinta akan datang seiring mereka hidup bersama.
Ammar sudah menjalani hubungan dengan Asyifa selama empat bulan, dan tetap saja rasa cinta tidak kunjung hadir. Karena si cinta hanya ingin berlabuh kepada Ganaya seorang.
Tapi, sepertinya hidup sedang ingin bercanda dengannya. Ammar terkejut, ketika ia tahu, dirinya dan Gana akan menjadi kembali menjadi saudara dalam keluarga yang berbeda.
Kini, mereka akan hidup dalam satu payung, bersama keluarga Wiryawan. Dimana, Asyifa dan Adri adalah saudara sepupu di dalam keluarga tersebut.
Dari semenjak itu, Ammar tidak pernah lagi hangat kepada Gana. Gana dan Ammar menutup hubungan kekeluargaan di antara mereka kepada Asyifa dan Adri. Biarlah berjalan layaknya orang yang tidak saling mengenal.
Ammar mengikhlaskan Gana untuk berbahagia. Ganaya pun menyemangatinya agar bisa mencintai Asyifa. Dan Ammar setuju akan semua itu, sampai dimana ia tahu.
Jika Adri dan Asyifa telah membohongi wanita yang ia cintai sampai detik ini. Maka dari itu rasa cintanya kembali bergejolak. Ia yakin, masih mempunyai kesempatan untuk menikahi Ganaya.
Aku akan merebutnya. Aku mencintainya.
Mengingat ucapan Ammar, membuat Asyifa semakin terluka. Ia kembali berteriak, sampai Ganaya terlonjak dari lamunannya.
"Jelaskan padaku! Apa yang kalian sembunyikan? Ada hubungan apa, Kak?" Asyifa mengguncangkan kedua lengan Ganaya.
"Tenang, Syifa. Kamu tidak perlu panik seperti ini. Tidak ada hubungan apa-apa antara aku dengan Ammar." Ganaya menjeda ucapannya, menghirup oksigen sebentar untuk melegakan dadanya. Sejujurnya ia masih kaget, dengan ucapan Asyifa beberapa detik lalu.
"Kakaknya Ammar adalah istri dari Kakakku. Kami berdua hidup dalam lingkaran keluarga. Pertama kali mengenalnya, dulu saat aku masih ada di bangku SMA. Aku hanya menganggapnya sebagai adik. Namun berbeda dengannya, Ammar jatuh hati padaku pada pandangan pertama. Beribu kali ia menyatakan cinta dan beribu kali itu pula aku menolak nya, Syifa."
Buliran air mata semakin deras membasahi pipi Asyifa. Sebegitu besarnya kah cintanya Ammar? Bahkan ia saja sangat iri mendengarnya, mengapa bukan dia?
"Apakah Kakak akan mengambil Ammar dariku?"
"Kamu ngaco, Syifa." Ganaya tertawa. "Kan, sudah ku bilang tadi. Aku bahkan beribu kali menolaknya. Aku akan menikah dengan Kakakmu lusa. Aku sangat mencintai, Adri. Apa itu tidak cukup untuk menenangkanmu?"
Asyifa mengangguk. Ia mencoba untuk tenang walaupun kadarnya masih sedikit. Air matanya pun mulai surut. Hanya sisa-sisa kebasahan yang ada, dan Ganaya mengusapnya dengan punggung tangannya.
"Kamu tenang, Syifa. Aku akan membujuk Ammar. Dia pasti akan mendengarkan ucapanku." Ganaya menenangkan calon adik iparnya.
Asyifa langsung memeluk Ganaya. "Benar ya, Kak? Kamu janji, kan?"
Ganaya mengangguk senyum. Mengusap lembut punggung Asyifa dengan gerakan naik turun. Dirasa Asyifa sudah membaik, Gana melepaskan pelukan itu. Gana menangkup wajah Asyifa, dan wanita itu sedikit mendongakkan wajahnya.
"Aku berjanji." jawab Gana mantap.
"Kak, jika Kak Adri melakukan kesalahan. Apakah kamu tetap mencintainya?"
Mendengar ucapan itu membuat Ganaya mengerjapkan matanya beberapa kali. "Maksud kamu apa, Syifa?" tanyanya bingung.
"Jawab saja."
"Mau lihat dulu masalahnya apa, kalau perselingkuhan. Jelas tidak ada maaf dariku."
JAG.
"Mungkin ini lebih menyakitkan, dibandingkan perselingkuhan, Kak." Asyifa lirih dalam batinnya.
"Kamu nih, kenapa sih, kok, jadi aneh begini? Yang sekarang jadi masalah kan, Ammar. Kenapa jadi bawa-bawa Adri?"
Asyifa menggeleng. "Ya udah, kamu pulang ya. Hati-hati di jalan. Aku harus cepat masuk ke dalam, sepertinya rapat sudah mau dimulai."
"Baik, Kak. Tolong ya, bujuk Ammar. Dan ... tetaplah mencintai Kakakku, sampai kapanpun."
Ganaya kembali mengerutkan kening dengan beberapa lipatan bergelombang. Ia merasa aneh, tapi ya sudah lah. Mungkin itu hanya nasihat pra pernikahan dari Asyifa untuk dirinya, fikir Ganaya. Asyifa berlalu dengan hati yang kacau. Ia ingin secepatnya pergi untuk mendatangi Adri.
***
Ganaya melangkah cepat memasuki gedung serbaguna Eco Group. Berkali-kali ia berseru bangga, karena Ammar mampu memajukan EG sampai sepesat ini dalam kurun waktu yang belum lama.
Seorang penjaga melakukan pengecekan dengan sebuah benda infrared yang di usap ke seluruh tubuh. Dirasa aman, Ganaya dipersilahkan masuk.
"Oh, syukurlah belum dimulai. Aku pasti tidak enak hati jika Ammar melihatku telat." gumamnya sambil menatap podium yang masih kosong, dan hingar bingar para Presdir tengah berbicara dengan para kolega membuat hati Ganaya kembali lega.
Ia berhenti sebentar sambil memandangi kursi-kursi yang ada dihadapannya sekarang. Kursi-kursi itu memunggunginya, menghadap ke arah mimbar. Ada sebuah podium yang memunggungi layar lcd. Membentang luas dj sana dan bertuliskan selamat datang. Sudah dipastikan sang Presdir Eco Group akan berdiri di sana.
"Duduk dimana, ya? Sepertinya sudah terisi semua---" gumaman nya terjeda ketika melihat penjaga mempersilahkan ia duduk ditempat yang sudah disediakan.
"Mari, Bu. Saya antar. Masih ada kursi yang kosong di depan." lelaki itu menjulurkan tangannya kedepan agar Ganaya lebih dulu berjalan di depannya.
Langkahnya terhenti sesuai arahan dari penjaga. Ganaya berdiri didepan kursi kosong tepat di barisan paling depan. Ia merasa aneh, mengapa masih ada satu kursi tersisa. Sedangkan di sisi kanan dan kiri kursi kosong tersebut sudah terisi.
"Apa Ammar sengaja, menyiapkan semua ini untukku?" batin Ganaya makin bergejolak.
Ya, tentu. Ammar yang sengaja mengatur tata letak kursi untuk Ganaya. Ia ingin melepas rindu dengan memandang lamat-lamat wajah wanita yang selama empat bulan ini tidak pernah ia temui. Ammar hanya akan melihat aktivitas Ganaya di status whatsappnya.
"Makasih banyak, Pak." ucap Ganaya kepada penjaga tersebut. Penjaga mengangguk hormat kemudian berlalu.
Ganaya langsung menghempaskan bokong di kursi setelah mengucapkan kata permisi kepada dua orang yang ada di sebelah kanan dan kirinya. Sama-sama Presdir, namun kastanya masih dibawah Eco Group.
Tak lama kemudian, derap sepatu pantopel begitu terdengar jelas. Sang Presdir EG memasuki gedung serbaguna dengan di dampingi enam pengawal dan dua asisten pribadinya. Ganaya menatap Ammar dengan decakan kagum.
Ia merasa Ammar seperti sekelompok orang yang paling disegani dan ditakuti saat ini. Tentu ia tidak tahu, apa pekerjaan Ammar selain menjadi Presdir Eco Group. Membuat ia harus terus terlindungi dalam keadaan apapun. Karena banyak yang mengincar nyawanya.
Dalam langkah menuju podium. Ammar menatap Ganaya dengan wajah teduh. Kilatan cinta seakan keluar dari manik matanya yang gelap. Samar-samar senyum dibibir nya terangkat.
Tidak terlihat lagi raut kaku dan dingin yang selalu orang lain temukan dibalik wajah tampan seorang Maldava Ammar. Bahkan, Bima dan Denis sesekali bersitatap dengan kode mata ketika melihat perubahan wajah Ammar. Memang, hanya Ganaya yang mampu menyejukkan hati sang Presdir EG.
"Kamu cantik sekali hari ini, Gana." Ammar memuji Gana dalam hatinya. Ia mengulum senyum simpul.
Hati Ammar berdesir, cinta sucinya benar-benar tidak lekang oleh waktu kepada Gana. Malah semakin besar. Rasanya, ia ingin memeluk tubuh wanita itu dan membawanya pergi jauh untuk hidup bersama.
Mungkin, kah?
Sekelibat bayangan masa kecil, 13 tahun yang lalu kembali menganggu fikiran Ammar.
"Hai Gana---"
Ammar berpindah duduk persis disamping Gana yang masih sibuk menyantap kue nya.
"Panggil Kakak dong! Kok nama sih, kamu tuh lebih muda dari aku!"
"Ya elah Gan, nggak enak manggilnya. Masa Kakak? Kalau kaya gitu, aku ngerasa kaya ke Kak Maura dong..." cicitnya manja.
Ngapain sih ini bocah? Sok dekat banget. Ganaya mendengus malas meladeni Ammar.
"Kita kan nggak jauh umurnya Gan, hanya tiga tahun!"
"Terus masalahnya apa??" Gana berdecak.
"Ya biar akrab aja, aku nggak usah panggil kamu nama---"
"Ya udah terserah, enaknya kamu aja!" Gana mengambil jalan pintas untuk menyudahi obrolan yang tidak penting ini.
"Bagi nomor WA kamu dong boleh nggak?"
Seketika Gana menjadi tersedak batuk-batuk.
"Aduh duh, kamu kenapa Gana?"
"MINUM!!" Tangan Gana menunjuk sebuah gelas berisi air yang agak jauh letaknya dari nya.
"Oh, iya bentar. Nih kamu minum dulu!" Ammar menyodorkan air kepada Gana.
"Kamu kenapa bisa tersedak begitu, makanya kalau mau makan baca doa dulu!"
"Eh anak kecil, aku nih tersedak karna kamu! Ngapain sih pakai segala minta no WA, kalau tukeran nomor rekening, baru aku mau--"
"Ya kan hanya mau jalin persaudaraan masa nggak boleh?"
"Aku nggak punya WA!"
"Hari gini, nggak punya WA??"
"Nggak punya HP!"
"Ah, masa??" Kelakar Ammar.
"...Ya udah gampang, nanti aku tinggal minta ke Kak Maura untuk belikan kamu HP. Kakak ku itu baik, dia pasti mau belikan kamu HP."
"Idih, minta doang kerjaan kamu! Kerja dong--"
"Kerja apa, kan aku mah masih kelas tiga SMP!"
"Nah, tuh tau! Masih SMP juga sok belagu mau beliin HP, eh uangnya minta lagi. Aduh ck! Sama aja kamu tuh kaya si Gemma, paling juga kalau abis main bola, badannya bau asem kecut, eum..." Ganaya berdecak geli.
"Jangan menghina dong!"
Lalu Ammar memasukan telapak tangannya untuk masuk kebagian ketiak kiri, ia mengelap wangi ketiaknya disana.
"Nah wangi kan? Nggak bau asem?" Ia mengoleskan lubang hidung Gana dengan telapak tangannya tadi. Gelak tawa Ammar terus membuncah hebat.
"Ih dasar monyet!" Gana menepis tangan Ammar dengan kasar.
Gana mendengus kesal, ia pun mengelap bibirnya dengan tissu sebelum akhirnya bangkit dari meja makan untuk meninggalkan Ammar disana. "Liat aja, aku balas nanti!"
"Cantik-cantik jutek! Awas nanti kalau suka sama aku, hahahaha!!"
Dorr.
Ammar terlonjak. Ia mendelik tajam ke arah Bima. "Maa-maaf, Pak. Bapak melamun cukup lama. Para hadirin lihatin Bapak terus."
Ammar merasa malu karena ia sudah mematung lama di podium. Ia menatap sekilas ke arah Ganaya yang juga menatapnya dengan raut bingung sedari tadi.
Dan, di saat Ammar ingin membuka mulutnya untuk mengucap kata awalan sebagai sambutan dari balik podium. Ada sebuah senapan tengah menjulur ke arahnya dari jarak yang cukup jauh. Peluru panas sedang melesat menuju tubuh yang sedang ia incar, ketika pelatuk pistol di tekan.
Dorrrr.
Benda tajam itu mengeluarkan suara yang menggema nyaring di udara, bersamaan dengan tubuh sang Presdir yang limbung di atas tapakkan mimbar. Dari mata sayu nya, Ammar masih bisa melihat Ganaya yang sedang berlari menuju dirinya sambil menyerukan namanya.
"AMMAR!"
"Pergi, Gana. Mereka akan melukaimu!"
Dan ketika Ammar masih berada di ujung nyawa, ia masih saja memikirkan keselamatan Ganaya.
***
Like dan Komennya ya guys. Ini udah 1700 kata lebih loh. Awas aja masih ada yg bilang dikit, akuu cium nih pake pistol nya Ammar🤭🤪
Ammar: Percayalah ... Hanya diriku paling mengerti kamu, Gana❤️🌺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
Sitialmira
visualnya the K2 😘
2022-08-31
0
Asni Riel
visualnya Yoona SNSD Ama Ji Chang Wook K2
2022-07-24
0
Intan Anggraeny
next
2022-01-21
0