...“Segala cara bakal aku lakuin biar aku bisa dapetin kamu lagi.”...
...****...
Septian bangun dari tidurnya dengan keadaan kasur penuh kertas laporan, ingatannya kembali pada semalam. Di mana dia mengerjakan semua laporan untuk semester lalu, hingga jam 4 tadi baru bisa bernafas lega karena semuanya sudah selesai dan tinggal menjilid, meminta tanda tangan, stempel, selesai.
Tidak perlu menunggu waktu lama, Septian bergegas menuju kamar mandi. Sedangkan Arjuna yang baru saja masuk kamar Septian terkejut melihat kondisi kamar Septian, dilihatnya semua kertas-kertas tersebut dan membantu membereskan tanpa mengacaukan urutannya, jelas Arjuna sangat paham dengan semua kertas ini. Hingga suara pintu kamar mandi terbuka membuat Arjuna mendongak mendapati Septian yang sedang mengeringkan rambutnya.
"Lo semalem nggak tidur? Kantung mata apa kantung kanguru?" sindir Arjuna yang melihat Septian kurang tidur.
Tanpa menjawab pertanyaan Arjuna, Septian justru melontarkan pertanyaan. "Jam berapa? Udah rapi aja." Dengan santai Septian meletakkan handuk di tempatnya dan menuju lemari mengambil seragamnya.
"Jam 6 lebih," jawab Arjuna sambil meletakkan semua kertas yang dibawa ke dalam tas Septian.
Septian kembali menatap Arjuan. "Gue bangun kepagian, gue kira udah hampir jam 7 ternyata masih jam 5," beritahu Arjuna yang seakan tahu maksud tatapan Septian.
Septian terkekeh sebentar mendengar penjelasan kakaknya, sering sekali kakaknya bangun kepagian karena suka langsung mandi tanpa melihat jam terlebih dahulu, tetapi hebatnya disaat waktu libur tidak pernah bangun kepagian. Perlukah Septian memberi apresiasi kepada kakaknya?
"Ditunggu bunda sama ayah di bawah, lo semalem nggak makan sama sekali. Biar gue yang bangunin Farell." Septian menganggukkan kepalanya sambil mengancingkan seragamnya.
Setibanya di depan kamar Farell, Arjuna mengetuk pintu terlebih dahulu.
Tok tok tok
"Far," panggil Arjuna cukup keras namun tidak ada sahutan sama sekali.
Arjuna memilih membuka pintu dan melihat Farell masih tidur nyenyak. Dengan sekali tarikan nafas, suara Arjuna mampu membuat Farell terduduk dengan mata yang masih tertutup.
"FARELLLL!!" Arjuna mengambil jeda sebentar. "MANDI SEKARANG ATAU GUE TINGGAL!!" Teriakan Arjuna sukses membuat Farell membuka matanya lebar-lebar dan berlari menuju kamar mandi. Dengan gemas Arjuna sedikit merapikan tempat tidur Farell.
"KAKAK TUNGGU DIBAWAH 10 MENIT!!" Setelah itu, Arjuna menuju ruang makan untuk bergabung sarapan.
"Kamu semalem tidur jam berapa?" tanya Manda yang melihat Septian kurang tidur.
"Jam 4," ucapnya sambil menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.
"Buat apa kamu tidur sepagi itu?" Manda selalu tidak habis pikir dengan anaknya yang satu ini. Sudah gila kerja, sekarang gila mengerjakan tugas tanpa memikirkan kondisi tubuhnya yang juga butuh istirahat dan asupan.
"Dikejar deadline laporan semester lalu."
"Bisa dikerjakan lain waktu, kan? Nggak harus semalaman."
"Nggak bisa, Bun. Septian hari ini mau cari Claudia," ucapan Septian mampu membuat Manda yang sedang menuangkan minum untuk Arya terhenti, Arya yang akan menyuapkan makanan juga terhenti dan Arjuna yang sudah berada di ujung tangga bawah juga ikut menghentikan langkahnya dan berjalan lebih pelan dari sebelumnya.
"Kamu mau cari ke mana?" tanya Arya ikut bergabung pada obrolan ibu dan anak itu.
"Singapore mungkin," jawab Septian santai.
"Claudia ke mana? bukannya masih di rumah sakit?" tanya Arjuna sambil duduk di samping Septian, Arjuna memang belum tahu jika Claudia sudah tidak di rawat di rumah sakit Jakarta.
"Kak Clau di pindah rawat, tapi nggak bilang di mana pindahnya," kata Farell yang baru saja turun dari tangga dan duduk di sebelah Manda.
"Claudia pasti baik-baik aja, dia pergi juga buat kesehatan dia. Kamu nggak perlu cari dia, udah ada papah sama mamah di sana, kamu cuma perlu di sini nunggu dia pulang." Penjelasan Manda berhasil membuat Septian menatap Manda dengan sorot kecewa. Pasti Bundanya sudah tahu tetapi memilih untuk diam saja.
"Bunda tau Claudia di mana sekarang? Kenapa Bunda nggak bilang sama Septian? Bahkan ucapan Bunda sama kayak ucapan papah semalam." Manda sepertinya salah berbicara, lihat saja Septian sangat mudah mengerti ucapannya. Saat ingin membuka suara, Septian lebih dulu berlalu dengan mengambil tas sekolahnya dan meninggalkan ruang makan tanpa sepatah kata pun.
Farell hanya bisa diam melihat kakaknya seperti ini lagi, kemarin suster, hari ini bundanya, nanti, besok, siapa lagi?
Arya yang melihat Farell hanya mengaduk makanannya langsung angkat suara. "Farell, makanannya dimakan jangan cuma dibuat mainan." Farell langsung menyendokkan makanannya.
Sedangkan Arjuna diam dengan mulut mengunyah makanan. Arya yang melihat istrinya diam langsung memegang pundaknya. "Udahlah, Bun. Septian mungkin lagi capek jadinya marah."
Manda menatap Arya. "Kalau Septian serius berangkat gimana, Yah? Dania bilang kalau Septian nggak boleh tau di mana Claudia sekarang."
"Biar Ayah yang urus nanti, Bunda jangan terlalu mikir itu."
...****...
Septian baru saja tiba di parkiran sekolahnya, kemudian turun dengan wajah datar. Suasana hatinya sedang tidak bersahabat untuk saat ini. Tujuan utamanya langsung menuju Ruang OSIS, hari kedua MOS sudah dipastikan akan menjadi hari yang melelahkan.
Selama di koridor banyak yang memanggil Septian, namun Septian sama sekali tidak merespon. Septian juga membiarkan mereka para kaum hawa heboh meneriaki namanya. Saat melewati Ruang Guru, dia berhenti sebentar dan mencari beberapa guru untuk dimintai tanda tangan.
Tanpa perlu bolak-balik, Septian langsung mengambil laporanya dan menemui beberapa guru yang ada di sana. Setelah semuanya selesai, dia langsung menuju Ruang Osis. Septian mengira hanya dia yang baru datang, ternyata sudah ada beberapa yang datang di Ruang OSIS.
"Sep, laporan kegiatan MOS kemarin udah selesai tinggal nyerahin aja ke Pak Burhan." Septian mengangguk dan memberikan laporan semester lalu yang dibuat semalam.
"Itu laporan semester lalu, tinggal jilid sama kasih stempel." Luna menatap tak percaya, bagaimana bisa Septian mengerjakannya dalam waktu sehari?
"Lo serius?" Luna mengecek isinya dan benar isinya laporan kegiatan semester lalu yang sudah diberi tanda tangan juga. "Hari ini gue mau ijin buat ke Singapore." Seketika Ruangan OSIS menjadi hening.
"Lo ngapain ke sana? Ini masih MOS, Sep? Sampai kapan lo di sana? Lo ngebiarin penutupan MOS tanpa ada lo?" Luna terkejut jika Septian akan ijin, apa alasannya?
"Untuk beberapa hari ke depan, penutupan MOS gue serahin ke lo dan gue hari ini hanya sampai jam 10," beritahu Septian lagi.
"Sep, lo apa-apaan sih! Urusan bisnis lagi?! Ayolah Sep, bisnis lo juga udah ada yang nge handle. Lo nggak lihat mereka semua di sini bertahan, Sep demi MOS ini biar lancar!" kata Luna dengan emosi, Septian sering kali meninggalkan tugas karena urusan bisnisnya yang berada di Singapore.
"Ini bukan masalah bisnis! Lo tau Claudia? Dia dipindah rawat dan gue nggak tau sekarang dia di mana!" sentak Septian, satu nama mampu membuat semuanya membulatkan matanya.
"Cla-Claudia," ujar Luna terbata karena tidak percaya dengan ucapan Septian.
"Terserah kalian mau bilang gue nggak tanggung jawab, seenaknya sendiri, gue nggak peduli, yang terpenting tanggungan gue buat laporan semester lalu udah selesai." Septian langsung berjalan keluar ruangan diikuti beberapa anggotanya.
Sedangkan Luna, kakinya melemas, tubuhnya terduduk, pikirannya tertuju pada ucapan Septian. Dipindah rawat? Bagaimana mungkin? Rumah sakit tempat Claudia dirawat sudah sangat bagus, pasti terjadi sesuatu dengan Claudia hingga dipindah rawatkan.
Septian yang berada di lapangan memeriksa atribut seragam juniornya yang sedang melakukan penelitian menurut bakat minat masing-masing dan tentunya hanya boleh dilakukan di lapangan. Pastinya sangat menguntungkan bagi Septian karena bisa mengetahui mana yang mau bekerja dan mana yang tidak.
Sampai pandangannya melihat seorang cewek yang sedang serius membuat penelitian dan menemukan kejanggalan. Cewek tersebut menoleh saat merasakan ada seorang yang berdiri di dekatnya dan pandangannya bertemu dengan pandangan Septian.
"Mana dasi kamu?" tanya Septian dengan wajah datar.
"E... ma-maaf, Kak. Almamater sekolah saya memang nggak ada dasinya," kata cewek tersebut dengan sedikit gemetar.
"Dari sekolah mana?" tanya Septian sambil terus menatap cewek tersebut.
"SMP Nusa Dua, Kak." Seketika Septian langsung menegang di tempat. Itu sekolahnya dengan Claudia dulu, tapi kenapa warna almamaternya berubah.
"Bukannya dulu warnanya biru? kenapa sekarang ganti warna?"
"Kepala sekolahnya ganti, Kak." Septian akhirnya mengangguk mengerti, dan pandangannya melihat segerombol anak yang sepertinya baru saja datang.
"Anak-anak yang terlambat," ucap Daren memberitahu.
Septian mendekati segerombolan murid yang terlambat sedang menunduk, namun pandangannya menemukan beberapa murid menghentikan aktivitas mereka karena mendapat santapan lezat pagi hari. Bagaimana tidak, para kaum hawa memilih memandangi segerombolan cowok yang terlambat.
"TUGAS KALIAN APA?!! MAU IKUT DIHUKUM JUGA!!" Bentakan Septian berhasil membuat semuanya melanjutkan aktivitas mereka.
Septian memandang satu persatu anak yang terlambat. "Kenapa terlambat?" tanya Septian kepada semuanya. Jawaban mereka bervariasi, ada yang bangun kesiangan, ban bocor, atribut terselip, masih sarapan, bahkan ada yang menjawab masih sibuk bolak-balik kamar mandi karena mules.
"Gue kasih dua opsi, mudah kok hukumannya karena kalian udah pakai atribut lengkap. Pertama, minta tanda tangan seluruh guru yang ada di sini beserta nama lengkapnya atau bersihin semua sampah yang ada di lapangan sekolah ini?"
Mereka saling pandang untuk memilih hukuman mana yang akan mereka ambil. Hingga suara seseorang membuat Septian menoleh.
"Sep, udah selesai laporannya." Luna menyerahkan laporan yang sudah terlihat rapi. Septian mengambil alih laporan tersebut.
"Kalian urus mereka, gue mau kasih laporan ini sekarang." Septian berjalan meninggalkan lapangan untuk menuju ruangan Pak Burhan.
Sesampainya di ruangan, Septian melihat Pak Burhan sedang membaca koran. "Permisi, Pak."
Pak Burhan menurunkan korannya dan melihat Septian. "Masuk, ada apa?"
"Saya mau mengumpulkan laporan semester lalu." Pak Burhan menatap Septian tak percaya dan langsung memeriksa semua laporan yang dibuat Septian.
Setelah beberapa menit memeriksa, Pak Burhan meletakkan laporan tersebut, pandangannya menatap Septian lekat lekat. "Semua laporan saya terima." Septian bernafas lega, tandanya semua laporan yang dibuat sudah benar.
"Hari ini saya mau izin, saya mau ke Singapore..." Belum sepenuhnya Septian selesai berucap Pak Burhan sudah memotongnya.
"Urusan bisnis lagi?" Septian menggeleng. "Urusan keluarga saya, Pak."
Pak Burhan mengerutkan keningnya. "Ada apa dengan keluarga kamu?"
"Claudia dipindah rawat, Pak dan saya nggak tau sekarang di mana, pihak keluarganya, ayah, bunda, nggak mau kasih tau saya informasi."
Pak Burhan menghela nafasnya. "Sampai kapan kamu izin? Kamu sudah terlalu sering izin saat bertugas, kasihan teman-teman kamu."
"Paling lambat minggu depan, Pak. Saya nggak bisa diem di sini, Claudia tanggung jawab saya."
"Oke, saya harap ini terakhir kalinya kamu izin saat tugas. Silahkan." Septian mengangguk dan menyalami Pak Burhan.
Setelah mengambil tas, Septian langsung menuju parkiran, dan tentunya harus melewati lapangan. Tidak tega juga jika harus meninggalkan teman-temannya tugas, tapi ini demi keluarganya. Hingga suara Arjuna membuatnya berhenti melangkah.
"Lo mau ke mana?"
"Gue mau balik."
"Ngapain jam segini balik? Ini masih lumayan pagi."
"Gue mau ke Singapore."
"Lo gila?! Bunda nggak kasih ijin."
"Gue bakal tetap pergi, sekalipun ayah bilang gue nggak boleh berangkat gue bakal berangkat." Septian berlalu, biarkan dirinya menjadi pusat perhatian saat ini dan mungkin ini untuk yang pertama kalinya melihat kakak dan adik dari keluarga Mahardika beradu mulut.
Arjuna tidak tinggal diam, dia berlari mengejar Septian. "Septian! Gue bilang nggak ya nggak! Lo nggak perlu berangkat, lo bisa tunggu di rumah."
Septian memutar badan kemudian menatap Arjuna dengan tajam. "Gue nggak mau ribut sama lo, Kak. Jadi tolong jangan halangin gue buat saat ini," ucap Septian penuh penekanan.
"Kalau lo nggak mau ribut sama gue, ikutin apa perintah bunda!" Arjuna juga tak kalah tajam menatap Septian.
"Pernah nggak sih lo mikir ada di posisi gue? Orang yang berharga dihidup lo hilang sedangkan orang tua kita tau di mana dia berada tapi nggak kasih tau lo, sakit Kak rasanya. Nggak ada ceritanya gue diam di sini sedangkan Claudia berjuang mati-matian di sana! Dia tanggung jawab gue kalau lo lupa! Sekarang terserah, kalau gue diusir dari rumah sekalipun karena ulah gue kali ini, gue siap. Gue udah punya cukup uang buat beli rumah dan tentunya buat tempat tinggal gue sama Claudia." Septian tidak mau mendengar apa-apa lagi, jadwal keberangkatannya sebentar lagi.
"Septian!!" teriakan Arjuna tidak direspon sama sekali oleh Septian.
...****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
pdpgs
pagi semua
2020-12-06
1