...“Pada akhirnya, kamu memilih untuk pergi di saat aku sedang membutuhkanmu.”...
...****...
Dua orang cowok menggunakan seragam SMA sedang berjalan di lorong rumah sakit. Beberapa kali menyapa atau menjawab sapaan yang keluar dari keluarga pasien yang ada di sana maupun dari perawat.
"Kak Clau, Farel...." Ucapan Farell terhenti setelah membuka pintu ruang rawat yang di tempati Claudia sebulan ini.
"Kenapa Far...." Ucapan Septian juga sama terhenti saat dia berdiri di dekat Farell. Septian masuk dengan tergesa-gesa saat mengetahui apa yang dia lihat.
Kosong, itu yang menjadi definisi ruangan tersebut saat ini. Di mana istrinya? Kenapa kosong? Dan kenapa tempatnya sudah rapi?
"Claudia!! Kamu di mana!" Septian memanggil dengan panik.
Farell justru mencari diberbagai ruang. Beberapa menit mereka mencari tidak menemukan Claudia sama sekali. "Kak Clau!! Kakak di...." Perkataan Farell terhenti saat melihat kakaknya berdiri di dekat ranjang. Terlihat Septian sedang membawa sebuah surat.
"Surat?" batin Septian sambil membuka surat tersebut lalu membacanya.
"Saat kamu baca surat ini, berarti aku udah pergi. Sebelumnya aku minta maaf karena nggak kasih tau kamu. Semalam aku udah sadar, waktu lihat kamu tidur pules banget aku nggak tega buat bangunin. Waktu koma beberapa minggu ini, aku denger kok kamu cerita apa aja, aku seneng kamu setiap hari ke sini, tidur di sini buat nemenin aku. Secapek-capeknya kamu, kamu pasti datang walaupun kamu juga ngerasain sakit harus terus-terusan tidur di kursi setiap hari. Maaf sekali lagi, beberapa waktu ke depan aku harus pergi untuk melanjutkan hidup. Kamu mau aku sembuh, kan? Ini jalan satu-satunya. Kamu nggak perlu khawatir, aku di sana baik-baik aja, setelah semuanya selesai aku pasti pulang. Aku sengaja nggak kasih tau kamu, karena ini hari pertama MOS, kan? Dan untuk 3 hari ke depan kamu pasti sibuk ngurus semuanya. Aku nggak mau kamu jadi banyak pikiran, aku juga tau banyak laporan yang belum sempat kamu selesaikan, aku minta jangan ditunda lagi, kamu udah jadi ketos itu impian kamu dan sekarang udah terwujud. Jadi contoh yang baik buat anak Gemilang, bilang juga sama Kak Arjuna sama Farell, aku juga kangen sama mereka dan selebihnya aku juga kangen sama kamu. Jaga kesehatan selama aku tinggal, jangan lupa atur pola makan dan jangan macem-macem. I love you more Septian Ardiansyah Mahardika. I miss you so much."
'Claudia Ardiani Maurer'
Mata Septian memanas membaca surat tersebut. Dengan tergesa-gesa Septian keluar dari ruangan tersebut untuk menuju meja resepsionis.
"Sus, pasien VIP 5 dipindah rawat di mana?" tanya Septian cepat dengan nafas yang memburu.
"Kak pelan-pelan," pinta Farell yang juga ikut mengatur nafasnya, efek berlari mengejar Septian.
"Masnya tenang, saya cek dulu." Petugas resepsionis tersebut langsung mencari data sesuai dengan permintaan Septian.
"Maaf, Mas. Pasien meminta kami untuk tidak memberitahu siapa pun tentang perpindahan rawat inap, ta..."
Septian langsung menyela ucapan petugas tersebut. "Bagaimana bisa?! Saya keluarganya! Saya minta data Claudia sekarang juga!!" bentak Septian emosi, bagaimana mungkin Claudia melakukan ini semua. Ini pasti settingan yang sudah dibuat, entah siapa yang membuat.
"Kak sabar, suster belum selesai ngomong. Kalau lo kayak gini justru memperlama pencarian." Septian diam, ada benarnya juga. "Maaf sus, silahkan dilanjutkan," ucap Farell tak enak hati.
"Saya hanya bisa memberitahu jika pasien dipindah rawatkan sekitar 5 jam yang lalu, itu pun juga karena pasien tidak meninggalakan pesan sama sekali." Dengan senyum yang tidak sedikit pun hilang, suster tersebut memberikan informasi dengan tenang.
"Kita pulang dulu ya, Kak. Makasih sus infonya." Farell berlalu dengan Septian yang masih saja diam.
Sesampainya di rumah, tanpa sepatah kata pun Septian langsung berlari menuju kamarnya. Farell hanya bisa diam melihat kakaknya saat ini, hingga suara dari belakang tubuhnya membuat Farell tersentak.
"Kamu kenapa berdiri di sini?" tanya Manda dari arah luar, sepertinya baru saja pergi ke rumah tetangga. Lihat, tangannya membawa bungkusan.
"Eh Bunda, habis dari mana, Bun?" Tangan Farell bergerak menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Dari rumah sebelah." Tuhkan benar dugaan Farell. "Di luar ada mobil Septian, ke mana dia?" tanya Manda penasaran. "Udah di kamar, Farell ke kamar dulu, Bun." Tanpa menunggu jawaban dari Manda, Farell langsung berlari menuju kamarnya.
"Farell Farell," gumam Manda sembari berjalan menuju sofa ruang keluarga.
...****...
Dilain tempat, seorang gadis baru saja bangun dari tidurnya. Yang dilihat pertama kali adalah ruangan yang berbeda, namun dengan fungsi yang sama. Setidaknya, kondisinya jauh lebih membaik daripada minggu-minggu sebelumnya.
Suara pintu terbuka dari ruangan yang di tempatinya membuat dirinya menoleh dan menemukan seorang pria paruh baya yang berjalan mendekat ke arahnya.
"Kamu udah bangun? Gimana? Perlu sesuatu?" tanyanya dengan satu tangan mengusap kepala gadis yang sedang terbaring di atas ranjang rumah sakit.
Gadis itu menggeleng pelan."Mamah ke mana, Pah?"
"Masih cari makan, sebentar lagi juga ke sini," jawab Candra sambil menarik kursi untuk duduk.
"Pah, sekolah Claudia gimana? Udah sebulan nggak masuk."
"Kenapa tiba-tiba tanya sekolah? Bukannya kamu senang nggak sekolah lama?"
"Ih Papah, Claudia serius. Claudia pengen tau junior-junior Claudia, kalau mereka rebutan Septian gimana?" ungkapnya sebal, sedangkan Candra tertawa renyah.
"Mana mungkin mereka bisa dapetin Septian, sedangkan masa depannya ada di sini." Candra masih saja tertawa yang membuat Claudia menatap sebal.
"Papah," geram Claudia.
"Iya, kondisi Claudia udah sangat membaik dari pada minggu sebelumnya."
"..."
"Cuma sebentar, kemungkinan besar minggu depan sudah ke Jakarta."
"..."
"See you to."
Claudia yang mendengar percakapan dari balik pintu ruangan tersebut langsung membuka suaranya, "Mamah," panggil Claudia.
Dania yang merasa terpanggil langsung membuka pintu ruangan dan melihat anaknya sedang menatap dirinya. "Eh, sayang udah bangun." Kakinya melangkah mendekat ke arah brankar, senyumnya begitu lebar. Anak satu-satunya sudah sadar dari koma, betapa senangnya dia saat ini.
"Mamah telfon siapa?" Claudia sangat penasaran, dia sudah meminta kedua orang tuanya untuk tidak memberitahu siapa pun tentang keberadaannya.
"Bunda kamu."
Claudia terkejut. "Kenapa mamah kasih tau, sih. Nanti kalau Septian juga ikut tau gimana?"
"Kamu tenang aja, bunda nggak akan kasih tau siapa-siapa, emang kamu tega biarin bunda mikirin kamu setiap hari?" Claudia diam, dia juga mana tega melihat bundanya mencari-cari keberadaannya.
Suara dering ponsel membuat ketiganya mencari tahu dari mana suara ponsel tersebut. Ternyata ponsel milik Claudia, Candra mengambilnya dari nakas dan tertera nama Septian.
"Angkat aja, Pah. Bilang kalau Claudia baik-baik aja," kata Claudia meminta pada Candra.
Candra mengikuti kemauan anaknya untuk mengangkat panggilan tersebut dan tak lupa melaudspeaker supaya mereka semua bisa mendengar.
"Hallo sayang, kamu di mana sekarang? Jangan bikin aku khawatir karena kamu pergi gitu aja dari rumah sakit. Kenapa kamu nggak bilang sama aku? Bilang sekarang kamu di mana?"
Claudia tidak menyangka jika Septian akan seperti ini, suaranya terdengar terburu-buru dan sangat jelas seperti putus asa. Claudia ingin menjawab semua pertanyaan Septian saat ini juga, namun dia juga harus ingat jika Septian sedang bertugas untuk beberapa waktu ini, dia tidak ingin Septian melupakan kewajibannya hanya karena tahu dia dirawat di Singapore. Karena dia tahu watak Septian seperti apa, bilangnya mungkin tidak akan menyusul tapi beberapa jam setelahnya pasti sudah ada bersamanya.
Dania dan Candra menatap Claudia meminta persetujuan, tapi pandangan mereka tertuju pada air mata Claudia yang tanpa diminta meluncur begitu saja, bahkan Claudia sampai menutup mulutnya supaya suara isakannya tidak terdengar. Claudia rindu dengan Septian, sangat rindu.
"Sayang? Kamu baik-baik aja, kan? Bicara sama aku, kamu di mana sekarang? Aku butuh kamu sayang, jangan kayak gini."
Claudia menggelengkan kepalanya, dia tidak boleh luluh dengan Septian untuk kali ini saja, ingatkan untuk kali ini saja.
"Hallo menantu Papah, maaf tadi masih di jalan," ucap Candra, dia sebisa mungkin tidak akan mengatakan jika sedang bersama Claudia. "Claudia baik-baik saja, kamu nggak perlu khawatir sekarang, yang perlu kamu tau kondisi Claudia justru lebih baik dari sebelumnya. Biarkan Claudia menjalani masa pemulihan, tugas kamu hanya menunggu Claudia pulang, kalau perlu kamu catat Claudia pulang dalam waktu secepatnya, percaya sama Papah."
Terdengar sangat jelas jika Septian menghembuskan nafas kekecewaannya. "Pah, tolong kasih tau Septian di mana Claudia sekarang, Septian janji nggak akan ninggalin tugas gitu aja buat nyusul ke sana."
"Maaf, Papah nggak bisa kasih tau di mana Claudia sekarang, yang terpenting kesembuhan Claudia. Kamu baik-baik di rumah, jangan buat Claudia semakin cemas karena kelakuan kamu."
"Ta..."
Pyarrrr
"Akhhh."
Septian mendengar jelas suara pecahan itu, suara yang selama ini dirindukannya, suara yang mampu membuatnya tenang, tetapi apa yang didengarnya barusan?
"Claudia!! Pah itu suara Claudia!! Bilang sama Septian kalau Claudia nggak kenapa-kenapa! Sayang! Kamu baik-baik aja, kan?!! Sa...." Sambungan diputus sepihak oleh Claudia karena Candra sibuk membersihkan pecahan gelas yang tidak sengaja dia senggol tadi.
"Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Dania khawatir yang melihat tangan anaknya bergetar.
Claudia mengangguk tanda baik-baik saja. "Kalau kamu nggak kuat, biarkan Septian tau. Dia berhak tau kamu di mana. Dia suami kamu."
"Nggak, Mah, Septian nggak boleh tau." Claudia menggelengkan kepalanya, keputusanya sudah bulat kali ini.
"Kamu istirahat lagi aja," suruh Candra yang baru saja selesai membersihkan pecahan gelas.
...****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Afelda Kurniawan
lanjut
2021-06-28
1
Violet Agfa
msiihh nananaananan 🙄🙄🙄🙄🙄
2021-06-04
1
pdpgs
fyp kuy
2020-12-06
1