..."Aku memilihmu bukan untuk sekedar singgah, tapi aku menjadikanmu sebagai rumah."...
......****......
Hari pertama MOS beberapa menit lagi akan segera dimulai. Septian terlihat mondar-mandir dengan kesibukannya, sedangkan murid baru yang akan mengikuti MOS sudah berbaris rapi di lapangan. Seperti biasa banyak junior yang selalu mencuri pandangan kearah Septian, para senior juga tak mau kalah. Siapa yang tidak kenal dengan Septian Ardiansyah Mahardika? Tentu semua murid SMA Gemilang pasti tahu. Seorang ketua OSIS yang memenangkan debat PILKETOS semester lalu dengan perolehan skor terbaik dari periode sebelum-sebelumnya dan tentunya menggantikan posisi Arjuna Bagaskara Mahardika, sang kakak.
"Septian." Septian menghentikan langkahnya sambil menengok saat merasa terpanggil, dia melihat seorang berjalan menghampirinya, tak lupa dengan beberapa tumpuk kertas di tangannya.
"Lo kasih sambutan gih, berkasnya udah ada di gue," ucapnya sambil menunjukkan tumpukan kertas yang sedang dicari Septian sejak tadi.
"Thanks, Lun," kata Septian sambil menepuk pundak Luna sekilas, kemudian berjalan menuju podium, beberapa dari mereka yang awalnya ramai kini tampak berbisik.
"Selamat pagi, sebelumnya perkenalkan nama kakak Septian. Di sini kakak menjabat sebagai ketua OSIS. Selamat untuk kalian yang berhasil lolos seleksi sekolah di sini, kalian merupakan murid terpilih dan murid yang beruntung. Untuk beberapa hal lainnya akan dilanjutkan oleh rekan kerja saya. Terima kasih." Sambutan yang terkesan singkat membuat semuanya menatap cengo. Luna yang berada di samping podium langsung menggantikan posisi Septian untuk menyampaikan beberapa hal lainnya yang berkaitan dengan SMA Gemilang.
Septian berjalan meninggalkan lapangan dan menuju Ruang OSIS. Masih banyak tugas yang harus dia kerjakan, mengingat MOS dilaksanakan selama 3 hari dan laporan kegiatan semester lalu menumpuk karena Septian yang harus bolak-balik untuk ke rumah sakit.
Beberapa jam sibuk dengan pekerjaannya, seseorang muncul dari balik pintu membuat Septian menghentikan aktivitasnya sejenak.
"Sibuk?" tanya Arjuna yang berdiri di ambang pintu.
"Lumayan, masuk aja," suruh Septian sambil melanjutkan kegiatannya. "Luna mana?" tanyanya sambil duduk di depan Septian.
"Gue suruh bagi kelas, bentar lagi ke sini." Arjuna yang mendengar hanya mengangguk pelan.
"Sep." Septian mendongak melihat siapa yang memanggilnya. "Tadi Pak Burhan bilang kalau semua laporan semester lalu, harus selesai secepatnya," kata Luna memberi informasi yang tadi disampaikan oleh Pak Burhan.
Septian hanya mengangguk. Laporan yang seharusnya sudah selesai sejak liburan minggu lalu harus tertunda karena kegiatannya bergantian jaga di rumah sakit, jadi dia harus menerima resikonya. Arjuna yang berada di samping Septian sangat mengerti dengan kondisi itu. Bertumpuk-tumpuk kertas sudah menunggu untuk revisi.
"Lo istirahat dulu gih, biar gue lanjutin," kata Luna mengambil alih laptop beserta laporan yang sudah dicetak.
Septian berjalan kearah sofa dan menyenderkan punggungnya, sudah berapa jam dirinya berada di sini dengan tumpukan laporan yang harus diselesaikan. Perlahan matanya tertutup, berharap akan sedikit meringankan bebannya. Arjuna yang tadi ikut membantu mengurusi laporan kini melihat Septian yang terlihat jelas butuh waktu istirahat. Adiknya sudah besar sekarang, seingatnya dulu mereka masih bermain bola di taman perumahan yang berakhir dimarahi bunda mereka karena tidak ingat jam pulang.
"Kak, Septian biar pulang dulu aja nggak apa-apa. Bentar lagi juga bel pulang, urusan OSIS biar gue sama Daren yang ganti sementara. Gue tau dia capek, dia butuh Claudia sekarang. Karena cuma Claudia yang bisa bikin Septian baikan," ujar Luna yang tahu jika Septian menanggung beban lebih dari seumuran dirinya.
Bagaimana tidak? Sebelum menjabat ketua OSIS, Septian membuka usaha kuliner yang berada di Singapore dan membantu ayahnya untuk mengurus perusahaan yang berada di Singapore juga. Apakah Arjuna juga ikut turun tangan? Jawabannya tidak, karena Arjuna masih ingin fokus dengan pendidikannya untuk melanjutkan kuliah di salah satu universitas ternama di Indonesia. Berbeda dengan Septian yang setelah lulus SMA langsung bekerja karena tuntutan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga.
Bagaimana Luna bisa tahu? Sewaktu pernikahan Septian dan Claudia yang diadakan setengah tahun yang lalu dengan konsep tertutup. Septian hanya mengundang dirinya, Daren dan Pak Burhan. Diwaktu bersamaan, Septian mengumumkan jika dia akan memulai berbisnis dan melanjutkan salah satu perusahaan milik ayahnya tanpa melanjutkan kuliah.
Awalnya Septian sempat takut jika kabar pernikahannya akan diketahui pihak sekolah. Pak Burhan yang juga teman bisnis ayahnya memberi masukan untuk membantu menyembunyikan status pernikahannya dengan syarat Claudia tidak boleh hamil terlebih dahulu sebelum lulus sekolah untuk mengurangi tingkat kecurigaan di wilayah sekolah maupun wilayah luar. Dengan senang hati Septian mengiyakan hal tersebut.
Arjuna berjalan menghampiri Septian. "Sep," panggilnya sambil menyentuh pundak Septian. Septian membuka matanya perlahan dan melihat Arjuna. "Lo balik dulu gih, istirahat. Claudia mungkin udah nungguin lo." Septian tersenyum mendengar nama tersebut. Dia beranjak dari tempatnya.
"Lo nggak ikut, Lun?" ajak Septian sambil menatap Luna yang sedang mengerjakan laporannya.
"Nggak, lo aja yang ke sana. Gue nitip salam, bangku gue sepi nggak ada dia," ucap Luna dengan senyum sedih.
Septian dengan segera melangkahkan kakinya keluar Ruang OSIS. Dia melihat banyak murid yang berlalu lalang, mengingat jam sebentar lagi pulang. Saat melewati lapangan banyak yang sedang berada di sana, entah mengapa dia merindukan masa seperti itu. Langkahnya terhenti saat ponselnya berbunyi.
"Hallo."
"Kenapa?" Septian kembali melanjutkan langkahnya.
"Bisa jemput gue sekarang? Bentar lagi pulang. Lagi males nelfon Kak Juna, dimarahin lagi entar gue."
Septian terkekeh mendengar ucapan Farell, memang selalu seperti itu jika Farell disandingkan dengan Arjuna. Sudah seperti kucing dan tikus, tidak ada yang mau mengalah, di rumah maupun di tempat lain sekaligus. Berbeda dengan dirinya yang justru menjadi penengah.
Tanpa Septian sadari, beberapa cewek yang berada di dekat Septian berteriak histeris saat melihat Septian terkekeh, walau hal tersebut bukan ditujukan kepada mereka. Pesona Septian benar-benar mampu membuat yang melihat layaknya mendapat undian berhadiah.
"Iya, bentar lagi gue ke sana," kata Septian mengabaikan orang-orang di sekelilingnya.
"Lo nggak sibuk, kan?"
"Nggak, gue sekalian ke tempat Claudia."
"Serius?"
"Iya, see you." Septian memutus panggilan itu saat dia sudah berada di samping mobilnya, tanpa menunggu lama Septian masuk mobil dan menjalankan mobilnya menuju sekolah Farell yang letakknya tidak jauh dari SMA Gemilang.
Ramai, itu yang menggambarkan kondisi depan gerbang SMA Samudra. Mungkin memang jam pulang, seperti yang dikatakan Farell tadi. Septian keluar dari mobil untuk mencari Farell, biar lebih cepat pikirnya daripada diam menunggu di dalam mobil. Baru saja menutup pintu mobil, terdengar suara ocehan histeris dari berbagai penjuru.
"Astaga ganteng banget."
"Wohhh keren."
"Anak Gemilang itu."
"Gue pindah sekolah boleh kali ya."
"Wait-wait, itu bukannya ketos Gemilang?"
"Serius lo?"
"Iya, wajahnya familiar. Tapi ngapain ke sini?"
"Pangeran gue."
Septian hanya memasang wajah datarnya dan memilih duduk di kap mobil tanpa merespon apapun yang dia dengar saat ini.
Sampai beberapa menit Farell tak kunjung datang, lebih baik dia menanyakan keberadaan Farell.
"Permisi," sapa Septian sopan kepada beberapa cowok yang menggunakan atribut anak MOS. Hal itu membuat Septian menjadi pusat perhatian.
"Iya?" jawab salah satu anak tersebut dengan tatapan bingung.
"Farell Aditya kelas 10 udah keluar belum?"
Tampak beberapa dari mereka berpikir. "Oh Farell A. Bentar, kakak ketos sekolah sebelah bukan?" tanya salah satu dari mereka membuat yang lain diam menunggu jawaban. Septian hanya mengangguk polos sebagai jawaban.
"Bener kan tebakan gue." Anak tersebut menengok ke belakang, seolah mencari sesuatu. Hingga beberapa saat. "Farell!!" teriaknya. Sedangkan yang dipanggil menatap seolah ada apa. "Dicari sama ketos sekolah tetangga." Teriakan anak itu membuat semuanya memperhatikan.
Farell yang mengerti langsung berlari menuju gerbang. "Udah nunggu lama, Kak?" tanya Farell merasa bersalah.
"Nggak juga. Makasih ya," ucap Septian kepada beberapa anak tadi dan mereka mengangguk membuat Septian masuk mobil tanpa menunggu lama.
"Siapa, Rell?"
Farell mengamati sekeliling, dirinya masih menjadi pusat perhatian, dia mendekat dan membisikkan sesuatu. "Kakak gue, tapi jangan bilang siapa-siapa," bisikan Farell membuat yang mendengar terkejut kemudian mengangguk. "gue cabut dulu, mau nyamperin kakak ipar gue."
"Dari siapa? Kakak yang mana? Perasaan kakak lo banyak banget."
"Dari yang ini," ucap Farell sambil menunjuk orang yang ada di dalam mobil dengan dagu.
"Serius? Becanda lo nggak lucu, Rell."
"Hahahaha, gue cabut dulu. Jangan lupa main ke rumah," pamit Farell yang diangguki oleh teman-temannya dan Farell langsung masuk ke mobil.
Septian langsung membawa mobilnya menuju rumah sakit. "Nanti langsung istirahat waktu sampai rumah." Farell mengangguk. Kemudian berujar, "Ketos di sekolah gue cantik banget."
Septian menatap Farell sebentar. "Terus? Lo suka sama dia?"
"Ya nggak lah! Emangnya lo nggak kenal, Kak?" Farell menatap Septian dengan penasaran.
"Nggak, baru sertijab, kan?" Farell mengangguk sambil berkata, "Lo nggak ada niatan buat cari tau? Biar makin akrab gitu."
"Buat apa? Gue udah punya tanggung jawab. Kalaupun kenal sama dia, itu juga karena tugas bukan karena hal lain."
"Gue kira lo masih sempat cari cewek buat temen main selama Kak Clau masih kayak gini terus keadaannya. Nggak akan ada yang tau kak apa yang terjadi setelah ini." Bukan maksud Farell meminta Septian untuk mencari pengganti, namun Farell takut Septian tidak akan siap dengan kenyataan yang terjadi selanjutnya. Farell hanya berjaga-jaga saja. Sejujurnya dia juga takut jika Tuhan mengambil kakak iparnya.
Septian sempat menghela nafasnya. "Pernikahan bukan hal yang main-main, Far. terlebih ini semua juga bukan karena perjodohan, ini kemauan kita berdua. Pernikahan hanya sekali seumur hidup. Siap nggak siap ya harus siap, tapi gue juga nggak akan nyerah gitu aja. Besok kalau lo bener-bener yakin udah siap, udah punya cukup uang buat menafkahi, lo juga harus siap buat tangung jawab dalam hal apapun, siap punya komitmen, dan satu hal yang perlu lo ketahui, seberat dan serumit apapun hubungan rumah tangga lo nanti, jangan sampai cerai, selesaikan secara baik-baik, pasti ada jalan keluarnya."
Farell diam mencerna semua ucapan Septian, otaknya saja belum berfikir sampai ke sana, namun kakaknya justru sudah mampu menjalaninya, perlukah Farell belajar banyak tentang arti sebuah hubungan pada Septian?
...****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
pdpgs
Oke, aku melihat perbedaan di sini
2020-12-06
2