Sudah hampir dua bulan berlalu, rasa rindu Hanna pada putranya semakin menggebu. Ia seakan terus terbayang-bayang wajah putranya itu, rasa sesaat semakin begitu terasa menghimpit dada. Hingga hari ini ia tidak mau mengisi botol-botol susu formula yang kosong dengan asi seperti biasanya, ia ingin di ijinkan bertemu dengan anaknya walaupun sebentar saja.
Brak.
Suara pintu menggema di ruangan itu, Devan datang emosi yang membuncah. Lihatlah pria itu seakan tidak bersalah sedikitpun, tidak kah dia merasa iba pada seorang wanita yang sudah melahirkan anaknya. Sepertinya tidak, hampir satu bulan ia tidak menemui Hanna. Lalu kali ini ia datang karena untuk memarahi Hanna.
"Kenapa kau tidak mau mengisi botol itu dengan asi mu?!" tanya Devan dengan suara beratnya, bahkan ia sampai mengeratkan giginya menahan emosi yang begitu bergejolak.
Hanna yang duduk di atas ranjang sambil memeluk lututnya melihat kearah Devan, tampaknya Devan tidak merasa bersalah sedikitpun atas apa yang sudah ia lakukan. Hanna hanya diam dengan senyum getir peluh luka, tidak ada rasa iba sedikit pun yang di berikan Devan padanya. Sandiwara Devan yang dulu menyayanginya kini sudah musnah, yang ada inilah wajah asli suaminya itu dengan segala kekejamannya.
Karena Devan hanya melihat Hanna diam saja, akhirnya ia berjalan mendekati Hanna dengan tangan yang terkepal, "Apa kau tidak mendengar aku berbicara?!" tangan Devan perlahan memegang dagu Hanna, kemudian ia mengangkatnya keatas dengan mencengkram nya cukup kuat.
Hanna hanya diam dengan air mata yang semakin tumpah membasahi pipinya, ia memberanikan diri menatap mata Devan yang tajam bagai elang. Sementara manik mata hitam pekatnya penuh dengan air mata yang tidak bisa berhenti mengalir. Ketika cinta di balas penghianat maka hasilnya adalah sebuah sakit dengan begitu dalam. Dalam sekejap pandangan Hanna seakan berubah kosong, bayangan saat-saat keduanya bercanda bersama mulai berputar di kepala Hanna.
"Mas kejar Hanna......" seru Hanna.
Devan tersenyum karena Hanna bertingkah seperti anak kecil, dengan cepat ia langsung menangkap Hanna.
"Aaaaaaa," teriak Hanna saat tubuhnya berhasil di tangkap oleh Devan.
"Ayo mau lari kemana?" Devan mengangkat Hanna, dan memutar tubuhnya dengan Hanna yang juga berputar.
Kemudian Hanna merentangkan kedua tangannya, menikmati indahnya angin yang menyentuhnya, "Ahahahhaha......" Hanna tertawa dengan bahagia, perlakuan kecil Devan mampu membuatnya merasakan kebahagian yang tidak ingin dilupakan dengan begitu saja.
Perlahan hujan turun membasahi bumi yang indah ini, Hanna semakin menjadi-jadi setelah Devan menurunkannya, ia malah berlari di tengah air hujan yang menggenang. Dengan Devan yang berdiri di sana begitu gagah, kedua tangannya terlipat dan melihat apa yang dilakukan oleh Hanna. Seketika Hanna berlari kerah Devan dan memeluknya penuh cinta, hingga tubuh keduanya basah karena guyuran air hujan. Tapi tetap saja Hanna tersenyum dengan bahagia.
Tapi semua itu seakan berubah, pelukan hangat Devan kini berubah menjadi kekasaran yang membuatnya semakin terluka. Tangan Devan yang mencengkram dagunya terasa begitu menyakitkan, namun Hanna hanya menerima perlakuan itu. Demi bisa bertemu dengan buah hatinya Derren.
"Apa kau sudah tidak bisa berbicara lagi?!" Devan semakin merasa kesal, sebab Hanna hanya menitihkan air mata sambil menatap dirinya.
Mata Hanna sesekali berkedip saat mata nya tumpah bahkan sampai mengenai tangan Devan, sesaat kemudian Devan menghempaskan wajah Hanna hingga terpental di atas ranjang.
"Cepat isi botol itu!"
Hanna berusaha duduk, kembali dengan sejuta lukanya, "Kenapa?" tanya Hanna.
Satu kata itu keluar dari bibir Hanna, dengan menatap Devan.
"Kau masih bertanya!!!" tidak ada nada lembut yang di berikan Devan, yang ada hanya sebuah nada ancaman dengan segala perintah yang harus di lakukan.
"Bukankah aku bukan siapa-siapa?" tanya Hanna tersenyum miring, "Bukankah dia putra kalian? Kalian yang mengatakan nya sendiri, lalu kenapa kalian masih membutuhkan aku?!" Hanna menggeleng dan merasa tidak habis pikir dengan jalan cerita hidupnya yang sangat berduri, bahkan yang lebih menyakitkannya adalah penyebab terluka adalah orang yang kita cintai.
"Hanna jangan membuat ku semakin emosi!" kata ancaman itu kembali meluncur dari bibir Devan tanpa perduli kesakitan yang di berikan nya pada Hanna.
"Aku tidak mau memberikan asi untuk Derren!" teriak Hanna, "Kecuali kau mempertemukan aku dengan anak ku!" lanjut Hanna dengan tegas.
Kesabaran Devan seakan sampai pada puncaknya, ia seakan kembali berubah menjadi seekor singa yang siap memangsa siapa saja di hadapannya. Tangan nya yang terletak di pinggang kembali memegang dagu Hanna, pandangannya yang tajam seakan menusuk jantung Hanna. Tidak ada lagi tatapan cinta seperti dulu, yang ada hanya tatapan kemarahan seakan siap menyayat-nyayat Hanna.
"Kau sudah berani!" tangan Devan menarik rahang Hanna keatas, dan mencengkram nya dengan kuat, "Apa kau tidak ingin bernapas dengan benar lagi!" kata Devan dengan suara pelan tapi penuh penekanan.
"Aku mau memberikan asi pada Derren, kalau aku yang merawat nya.....tidak apa aku hanya menjadi pengasuhnya saja, asal aku di dekat nya atau aku tidak akan pernah mau memberikan asi padanya lagi!"
Sebenarnya Hanna tidak mungkin tega untuk tidak memberikan asi pada Derren, namun inilah cara satu-satunya agar ia bisa bertemu dengan anaknya.
Devan kembali menghempaskan Hanna, ia sejenak menimbang keinginan Hanna.
"Baik!" terdengar Diana yang berjalan masuk, entah sejak kapan ia melihat Hanna di perlukan kasar oleh Devan. Dengan perlahan Hanna masuk ke kamar itu, dan memeluk lengan Devan dan melihat Hanna, "Baik kau boleh menjadi pengasuh Derren, tapi ingat hanya pengasuh Derren tidak lebih, kau harus tutup mulut atau.....kau tidak akan pernah bertemu dengan anak ku selama nya!" kata Diana.
"Tapi bagaimana kalau dia mengatakan semuanya sayang?" tanya Devan.
Hanna tersenyum getir, panggilan Devan pada Diana sungguh menggores luka hatinya. Tapi kini Devan sudah tidak berarti lagi, yang penting adalah ia bisa memeluk Derren lagi seperti saat baru melahirkan nya dulu.
"Ingat Hanna, kalau kau berani bicara ancaman ku tidak main-main!" tegas Diana.
Bagai angin segar di tengah sesak dada, Hanna mengusap air matanya dengan cepat, persetan dengan cinta. Ia kini benar-benar merindukan Derren, terserah Devan mau bermesraan dengan Diana di hadapannya. Karena kini ia akan bertemu Derren.
"Tunggu apa lagi, apa kau mau aku berubah pikiran?!"
Diana seakan tidak bisa berbicara baik pada Hanna, ia hanya di selimuti kemarahan tanpa bisa ia kendalikan.
"Ingat sampai di rumah kami kau itu bukan siapa-siapa, kau hanya pengasuh anak kami! Berbicara sopan dan panggil suami Tuan, aku Nyonya kami majikan mu!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
fatimah azzahra sari
orang kaya berpendidikan tinggi tp devan sama diana tdk punya sopan santun dan etika yg baik......dan lebih2 tdk punya perasaan.......
2022-02-27
1
Sulastry Hutabarat
Bantuan cepat datang dong....
2021-12-19
2
wongdeso
anjing nih suami istri maaf thor emosi akuuuuh
2021-12-10
2