Derasnya Aliran Dosa

Kalau lelaki bukan tipe buaya darat lalu terjebak cinta yang salah, maka akan terus memikirkan hal itu dan merasa bersalah.

Begitu juga wanita yang sebenarnya bukan wanita nakal, tentu akan terus dihantui rasa dosa karena telah melakukan sesuatu yang fatal.

Sudah berusaha untuk saling melupakan tapi tak bisa bohong, di dalam hati kecil wajah dan namanya selalu terbayang.

Suatu sore Mario dan Soraya sedang duduk di sebuah sofa panjang di ruang keluarga, mereka duduk berdampingan dengan mesranya.

Keduanya saling bercerita tentang pekerjaan, susah payahnya Mario sampai bisa mendapat tender. Juga Soraya bercerita tentang adanya kemungkinan dia akan diangkat menjadi dekan di fakultas sastra di perguruan tinggi tempatnya mengajar.

"Papa doakan Mama bisa sukses menjadi dekan, bangga hati Papa punya istri berhasil dan sukses seperti Mama," kata Mario sambil merangkul istrinya.

"Makasih Papa, tapi kan belum pasti juga sih. Kita hanya bisa berdoa saja, makasih Papa selalu mendukung Mama," ujar Soraya sambil menatap suaminya dengan penuh cinta.

Tiba-tiba datang tim pengganggu, Mega datang dan langsung menggelayut ke tubuh Papanya, sementara Maya langsung merebahkan kepalanya ke pangkuan Mamanya.

Mega lalu duduk di pangkuan Mario sambil memeluk erat leher Papanya itu.

"Anak Papa ini sudah SMP tapi masih saja manja, sudah besar dan berat kamu itu sayang. Ketiak juga sudah ada bulunya ini dan bau pula," goda Mario sambil menggelitik anak bungsunya.

"Papa reseh,"sahut Mega sambil tetap memeluk erat Papanya.

Melihat itu Soraya hanya senyum-senyum saja.

"Papa, kapan kita piknik kemana gitu, menginap di hotel lalu ke pantai. Ayolah Papa....jangan kerja terus, luar kota terus...bete deh," ujar Maya sambil tetap berbaring dan menjadikan paha ibunya sebagai bantal.

"Ayo, Papa juga ingin tamasya, nanti kalian libur yah, kita tamasya bersama," sahut Mario.

"Papa, jangan libur sekolah deh. Sudah berulang kali kan kita semua batal, kami libur dan Papa kerja di luar kota, mau nyusul Papa tak boleh karena Papa ada di pedalaman," lanjut Maya sambil ketus manja.

"Mau susul Papa tak apa-apa, tapi memang Papa ada di pedalaman. Kalian mau libur di pedalaman pedesaan, tak ada sinyal ponsel. Pasti kalian akan kelabakan deh".

"Ya ogah dong, nanti malam saja sih Papa...Kita makan di mana gitu, makan yang enak sesekali di restoran mahal".

"Ayo, nanti malam kita makan Pizza yah. Mega mau tidak sayang?".

"Mau dong, makasih Papa".

Anak bungsunya memang tidak secerewet kakaknya, lebih banyak diam kalau tidak ditanya.

"Benar ya Papa, horeeee...Tapi Maya boleh tidak sambil bawa teman?"tanya anak sulungnya.

"Boleh saja, siapa temanmu?".

"Richard namanya Papa, dia pacarnya kakak," sahut Mega tiba-tiba.

Mario dan Soraya saling bertatapan sambil senyum.

"Bohong, bukan pacar kok. Cuma teman saja, Richard itu sahabatku," tukas Maya.

"Ya sudah, kalau temanmu mau ikut silahkan, tak apa-apa kita makan sama-sama nanti," kata Mario sambil senyum.

Sementara Soraya tak banyak bicara, dia memang sengaja membiarkan anak-anaknya berbincang mesra dengan ayahnya.

Di kota lain terlihat Asmila juga sedang makan berdua dengan suaminya.

Mereka makan di sebuah rumah makan sunda di daerah pinggiran kota, di tempat itu ada kolam ikan penuh dengan ikan warna warni.

Juga lokasinya yang berada di kaki pegunungan membuat suasana semakin romantis.

Fuad merasa bahagia sekali melihat istrinya begitu mesra kepadanya, Asmila tak segan menyandarkan kepalanya ke bahu suaminya.

Bahkan sesekali Asmila memeluk erat pinggang suaminya walau itu merupakan tempat umum dan banyak orang yang melihat.

Padahal Asmila sedang merasa berdosa kepada suaminya, jadi dia saat ini memperlakukan suaminya lebih dari biasanya.

Begitu juga Mario, dia menghabiskan waktu bersama istri dan kedua anaknya, setelah makan malam lalu mereka menonton film di bioskop.

Besok harinya juga demikian, setelah pulang ibadah di gereja, Mario membawa istri dan kedua anaknya ke rumah orang tuanya.

Lalu dia mengajak keluarga besarnya makan bersama di sebuah rumah makan terkenal.

Padahal baik Mario maupun Asmila, dibalik perhatian dan kecintaannya kepada keluarganya, keduanya saling menyimpan rasa rindu.

Mereka paham itu dosa, tapi rasa rindu itu menggelayuti hati keduanya.

Bahkan perasaan itu juga terbawa saat mereka mulai bekerja lagi di hari berikutnya.

Walau sibuk dengan segudang pekerjaan, tapi ada rasa ingin jumpa dengan orang yang baru dikenalnya dan membuat mereka sampai bercinta waktu itu.

"Rio, aku punya kenalan seorang insinyur juga di kota Cirebon. Dia selama ini menjadi orang lepasan, kalau ada job di kontraktor mana dia gabung. Ganti lagi dengan kontraktor lain, hanya keahliannya di bidang irigasi.

Besok aku mau mengajakmu kesana untuk bertemu dia dan mengajak gabung bersama kita di proyek ini," kata Wildan di suatu siang.

"Oh tapi jauh yah di Cirebon, mengapa tak ada orang di sekitar Jakarta saja?"tanya Mario sambil sebenarnya merasa diberi jalan menuju ke kota itu.

"Ya bagaimana yah bro, yang aku paham orang itu pandai membuat irigasi. Namanya Damar, kalau kau lihat orangnya pasti tak sangka kalau ternyata dia orang pandai," kata Wildan lagi.

"Baiklah aku ikut besok, tapi nanti aku minta waktu sebentar juga yah di kota sana. Kebetulan kesana, aku ada rencana mencari teman lama juga," ujar Mario dengan mata berbinar.

Dan Wildan setuju saja, dia tak paham temannya itu mau ketemu siapa, yang penting baginya nanti adalah ketemu orang bernama Damar.

Keesokan paginya Mario menjemput Wildan dan Danu, karena rumah Mario di Depok sehingga dia yang harus menjemput kedua temannya di Jakarta.

Lalu mereka melaju memasuki jalan tol menuju kota Cirebon, selain mencari tenaga ahli yang dimaksud Wildan, ada yang lain juga yang akan dicari Mario.

Perjalanan memakan waktu hampir empat jam, dan mereka akhirnya tiba di kota itu menjelang siang hari.

Akhirnya Wildan menelepon Damar untuk berjanjian bertemu di suatu rumah makan sambil makan siang saja.

Mereka bertiga menunggu di suatu rumah makan yang disebutkan oleh Damar, dan tak lama terdengar suara motor besar yang sangat berisik sekali.

Setelah memarkirkan motor besar tersebut, lalu turun seorang pria tinggi ramping berambut gondrong, memakai kaca mata hitam, dan berkulit kecoklatan.

Pria tadi matanya berkeliling memandang ke setiap meja di rumah makan tersebut, lalu dia mendekati sebuah meja yang berisi tiga orang pria yang sedang berbincang.

"Maaf dengan pak Wildan?" tanya pria tadi dengan suara berat dan serak basah bak penyanyi rock.

"Ya, saya Wildan. Apakah anda Damar?"tanya Wildan sambil berdiri.

Lalu Damar menganggukan kepala dan duduk di samping Mario.

Melihat penampilannya yang sangat santai, malah membuat Mario dan Danu terkesima.

Lalu Damar dengan santai membahas masalah membangun irigasi, dan penjelasannya membuat ketiganya semakin simpati kepadanya.

"Oke, langsung ke inti masalah saja yah. Saya mau ajak anda gabung di proyek kami. Apakah anda bersedia?" tanya Wildan sambil berharap besar.

"Bapak bertiga, nanti selesai makan mampir dulu ke tempat kerja saya, nanti baru bisa saya jawab," sahut Damar santai, sehingga membuat ketiganya penasaran.

Setelah makan, lalu Damar memandu mereka bertiga menuju ke rumahnya, dan ketiganya terkesima ketika Damar memperlihatkan foto- foto hasil kerjanya.

Sudah banyak irigasi dan jembatan yang dia buat hampir di seluruh Jawa Barat.

"Saya mau gabung, asal saya juga bawa tim,"sahutnya dengan santai.

Lalu Wildan, Mario dan Danu saling berdiskusi dan akhirnya setuju dengan permintaan Damar.

"Wildan, Danu, aku mau ijin dulu kepada kalian. Aku mau mencari teman yang bekerja di gedung Bank Berdaya, apakah tidak masalah kalau kalian aku tinggal sebentar?" tanya Mario kepada kedua kawannya.

"Oh tak masalah, gedung tersebut tak jauh dari sini. Hanya sekitar dua blok saja, nanti biar pak Wildan dan pak Danu di sini dulu saja bersama saya," kata Damar sambil memberi petunjuk jalan untuk Mario.

Dan Mario pamit untuk mencari alamat gedung Bank Berdaya tersebut, sementara kedua temannya dibawa oleh Damar ke lantai atas rumahnya.

Ternyata ada studio musik, dan mereka pun segera main musik bersama. Damar ternyata seorang drummer handal, Wildan hanya bisa main gitar sekadarnya sementara Danu juga bisa main organ walau tak terlalu pandai.

Damar menuntun mereka berdua untuk nge-jam alias main musik bareng, walau awalnya tersendat-sendat tapi lama kelamaan mereka bisa saling mengikuti iramanya.

Dilain tempat Mario akhirnya menemukan gedung Bank Berdaya, lalu setelah selesai memarkirkan mobilnya, dia berjalan menuju pintu utama gedung tersebut.

Setelah bertanya kepada penjaga keamanan di sana dimana letak kantor Asuransi Berdaya, dan dia diberi petunjuk untuk naik lift ke lantai tiga.

Mario melangkah menuju lift, hatinya berdebar-debar setidaknya dia akan bertemu lagi dengan Asmila.

Tujuan dia adalah ingin meminta maaf kepada Asmila kalau kemarin ini sempat terjadi hal yang di luar dugaan diantara mereka berdua.

Batin sebenarnya berperang di dalam hati, apakah harus bertemu lagi untuk meminta maaf atau lupakan sajalah anggap hanya sekedar cinta semalam.

Tapi sekarang sudah di dalam gedung, bahkan sedang di dalam lift yang akan mengantarnya menuju lantai tiga.

Akhirnya tiba di lantai tiga gedung itu, dan Mario melangkahkan kakinya keluar pintu lift. Dihadapannya ada pintu kaca lebar yang bertuliskan Berdaya Life Insurance.

Mario masuk dan disambut oleh seorang petugas di kantor itu.

"Selamat siang pak, selamat datang di Berdaya Life Insurance, ada yang bisa kami bantu?".

"Selamat siang, saya mau bertemu dengan Ibu Asmila. Apakah beliau ada sekarang?"

tanya Mario sambil berharap Asmila sedang pergi.

"Oh Ibu Asmila ada pak, maaf apakah sebelumnya sudah membuat janji dengan beliau?" tanya petugas itu dengan ramah.

"Saya belum janji sih, tapi bilang saja kepada beliau dicari pak Rio," sahut Mario sambil senyum.

Petugas itu mempersilahkan Mario menunggu di dalam ruangan kerja Asmila.

Mario menatap meja kerjanya, dan ada foto Asmila dengan seorang pria cukup tampan dan tinggi besar. Mungkin itu suaminya pikir Mario, lalu Mario juga menatap dinding ruangan itu, banyak terdapat piagam penghargaan atas nama Asmila Maryana dan juga penghargaan untuk kantornya.

Asmila sedang mengamati jalannya ujian untuk agen asuransi jiwa yang baru bergabung, mereka harus melalui suatu ujian online agar bisa menjadi anggota Asuransi Jiwa Berdaya.

"Bu Asmila, maaf ada tamu sedang menunggu di ruang kerja ibu," kata petugas tadi memberitahu kepada Asmila.

"Oh, siapa yah? Saya sedang tidak ada janji dengan siapapun juga hari ini," kata Asmila merasa aneh.

"Tidak tahu Bu, saya lupa namanya. Maaf yah Bu, tapi orangnya keren kok," kata petugas tadi sambil merasa malu karena lupa nama tamunya.

"Kamu itu kebiasaan memang, selalu lupa nama orang," kata Asmila sambil beranjak dan berjalan menuju ruang kerjanya.

"Selamat si.....," mata Asmila membulat ketika melihat siapa yang tengah duduk di ruangan kerjanya.

Asmila segera menutup pintu ruangan kerjanya, lalu berkata,

"Rio, mau apa kamu kemari? Gila kamu, aku tak mau bertemu lagi denganmu".

"Aku kemari mencarimu, dan seperti biasa aku meminta maaf atas kejadian kemarin ini," sahut Mario sambil berdiri dan membungkuk ala orang Jepang.

"Rio, sudah kamu pergi saja deh. Aku sudah melupakan kejadian kemarin, lebih baik kita tak usah bertemu lagi".

"Aku akan pergi sekarang dan melupakan kejadian kemarin, tapi aku juga butuh kejujuran dari kamu. Apakah benar kamu tidak akan peduli lagi dengan kita?".

Kalau benar tak peduli seharusnya Asmila mengusir dan membentak Mario agar pergi dari kehidupannya. Tapi Asmila hanya diam sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

Mario melihat itu lalu dia berjalan mendekati pintu ruangan kerja Asmila untuk keluar dari sana.

"Rio, kamu sialan!!!"seru Asmila sambil menatap punggung Mario.

Mario yang hendak keluar pintu jadi terdiam dan berbalik menatap Asmila.

Asmila mendekat dan merangkul bahu Mario, lalu mereka kembali berciuman dengan panas di dalam ruangan itu.

Tak bisa memungkiri kalau Asmila sudah jatuh hatinya kepada Mario, dan begitu juga Mario merasa Asmila membawa gairah baru dalam hidupnya.

"Aku tak bisa lama di kota ini, sore ini harus segera kembali ke Depok karena aku bersama dengan kedua rekan kerjaku," kata Mario sambil mengelus kepala Asmila.

"Rio, kamu jahat sekali, aku tidak bisa menghilangkan bayanganmu dari benakku. Kamu telah membuat aku sulit untuk melupakan dirimu," ujar Asmila sambil memeluk erat Mario sambil kepalanya menempel ke dada bidangnya.

"Sama aku juga Mila, aku juga sulit melupakan kamu. Tapi ini salah, kita berdua sudah punya pasangan dan keluarga," kata Mario sambil memegang bahu Asmila dan menjauhkannya dari tubuhnya.

"Kalau kau tahu ini salah, lalu untuk apa mencari aku? Bohong kalau hanya sekedar minta maaf, berulang kali kata itu kau ketik di chat ponsel kepadaku," sahut Asmila dengan kesal.

"Ini salah Mila, tapi entah aku tak bisa mengelak kalau aku sayang sama kamu. Walau kita belum lama bertemu, tapi aku sayang kepadamu," ujar Mario memegangi wajah Asmila dengan tatapan yang dalam.

Mario dan Asmila lama berbincang di dalam ruangan itu, mereka bingung dengan keadaan ini tapi hati tak bisa bohong kalau mereka saling menyukai dan mencintai.

Namun mereka dengan pasangan di rumah juga tak mungkin berpisah demi mempersatukan cinta mereka.

Terlalu banyak hal yang sudah dilakukan oleh pasangan mereka masing- masing kepada diri mereka.

Soraya istri mandiri yang tak pernah menuntut apapun, bahkan selalu mendukung setiap hal yang dilakukan Mario.

Fuad adalah suami yang selalu membela dan menerima setiap kekurangan Asmila, bahkan Fuad selalu memberi ijin kepada Asmila yang selalu mengejar ambisi untuk meraih kesuksesan.

"Kita bisa bertemu sesekali, dan kita tetap bisa saling menghubungi. Tapi ingat jangan kirim chat yah," kata Mario sambil memegang ujung hidung Asmila.

"Oke, telepon tanpa chat. Sesekali saja yah chat ya untuk hal tertentu,"sahut Asmila sambil nyengir.

"Kamu baik-baik yah dengan Fuad, berikan yang terbaik untuk suamimu," kata Mario sambil mengelus rambut Asmila.

"Rio, kamu juga jangan pernah sakiti Soraya. Jaga dan cintai dia, juga anak-anakmu selalu sayangi mereka yah," kata Asmila lalu memeluk Mario lagi.

"Aku harus pulang sekarang, nanti saja minggu depan atau bulan depan kita bertemu di suatu tempat yah".

Asmila mengerjapkan matanya tanda setuju dengan kesepakatan mereka berdua.

Mario lalu pamit pulang, dia menjemput kedua temannya lalu kembali ke kotanya.

Masalah pekerjaan beres, masalah perasaan juga beres.

Tapi entah mengapa hati masih saja tak tenang, mungkin karena saat ini menyimpan dusta.

Mario mencoba menyimpan rapat kisah cinta dengan Asmila, cinta terlarang yang sebenarnya adalah dosa besar.

Dosa besar juga terjadi di kota lain, seorang dosen pengajar di salah satu Universitas Swasta di Kota Semarang juga saat itu sedang bergulat batin.

Ada dosa dan cinta terlarang yang sedang dilakukan secara sadar, dan andai ada yang tahu pasti akan turut geram melihatnya.

Asrul Mubarok seorang dosen fakultas Arsitektur di salah satu Universitas Swasta terkenal di kota Semarang.

Istrinya seorang dokter gigi yang tersohor bernama Aletha Nayoan.

Aletha selain berpraktek di salah satu rumah sakit swasta terkenal, juga membuka klinik sendiri.

Penghasilannya cukup tinggi bahkan melebihi penghasilan suaminya.

Tapi itu bukan masalah, Aletha sangat mencintai suaminya dan juga anak mereka Edwin.

Dari penghasilannya, Aletha membeli sebuah rumah tiga lantai. Rumahnya tidak terlalu besar tapi unik dan minimalis.

Halaman rumahnya dipenuhi rumput hijau yang mulus merata, di samping ada garasi untuk dua unit mobil dan satu sepeda.

Lantai satu ruang tamu, ruang makan, dapur, kamar mandi bersama dan kamar tidur Aletha dan Asrul.

Lantai dua, ruang keluarga untuk menonton televisi dan juga kamar Edwin anak mereka.

Sedangkan lantai tiga khusus untuk ruang kerja Asrul, karena dia suka mendapatkan pekerjaan di luar tugas mengajarnya. Sering ada yang meminta dibuatkan rancangan bangunan atau juga minta dibuatkan maket atau miniatur bangunan arsitektur.

Aletha sangat sibuk banyak pasien jadi sering pulang malam, sehingga setibanya di rumah dia langsung masuk kamar untuk mandi dan segera tidur.

Pagi jadwalnya sudah padat untuk praktek di rumah sakit, siang sampai malam praktek di klinik miliknya.

Asrul lebih banyak di rumah, dia memiliki jam mengajar yang tidak padat. Sehingga kadang tugas membersihkan rumah dan sebagainya dilakukan olehnya apabila pembantu tidak masuk kerja.

Kesalahan Asrul adalah dia jatuh cinta kepada salah satu mahasiwinya yang bernama Jena Anindia.

Mahasiswi asal kota Palembang, termasuk gadis yang pandai dan dia juga tampak mencintai sang dosen.

Edwin bersekolah cukup jauh dari rumah, tetapi sekolahnya anak itu dekat dengan rumah orang tuanya Aletha.

Sehingga Edwin lebih sering tinggal di rumah Kakek dan Neneknya ketimbang di rumah sendiri.

Jena Anindia sering sekali diam-diam menyambangi rumah dosennya, entah sekedar lewat atau memang sengaja menemui pak dosen di rumahnya.

Asrul dan Jena sudah lupa dengan kata dosa, mereka sering sekali bercinta di kamar tidur Asrul dan Aletha tanpa ada yang tahu.

Hingga suatu hari Jena menangis dan berkata kalau dia hamil, saat itu Asrul panik tapi tak mungkin juga kalau harus mengugurkan kandungan kekasihnya.

Jena diusir oleh pemilik kost karena tak mau menampung gadis hamil tanpa suami.

Akhirnya Asrul memutuskan agar Jena tinggal di lantai tiga rumah mereka.

"Jena, ruangan ini harus kamu kunci rapat kalau aku pergi mengajar. Kamu boleh turun ke bawah kalau ada aku dan tak ada orang lain, tapi kalau aku tak ada kunci saja dan jangan turun juga jangan bersuara," kata Asrul mengingatkan kepada Jena yang akhirnya memutuskan tinggal di rumah dosennya itu.

"Sayang, Edwin kemarin malam mengeluh padaku karena di lantai atas tempat kerjamu terdengar langkah kaki dan suara- suara tak jelas. Ada apakah di ruang kerjamu itu sayang?" tanya Aletha di pagi hari ketika sedang sarapan bersama.

"Ah, Edwin saja yang terlalu banyak menonton film aneh jadi seakan-akan ada suara angin atau kucing berjalan juga disangkanya sesuatu yang mengerikan," sanggah Asrul kepada istrinya.

"Lalu Bik Sumi juga sekarang jam kerjanya kamu kurangi, dia hanya seminggu dua kali dan tak boleh membereskan ruangan kerjamu, kenapa sih ?"tanya Aletha lagi yang merasa aneh.

"Letha sayang, aku mengajar paling hanya delapan jam seminggu berarti hanya dua hari saja. Sisanya aku membuat gambar dan maket di rumah".

"Hmmm....aku kan bisa mengerjakan urusan rumah, nanti Sumi hanya tinggal mencuci atau menyetrika pakaian saja. Dua atau tiga kali seminggu sudah cukuplah," kata Asrul sambil menaruh selai di atas roti, padahal dia sudah membuat tiga tangkup dan sekarang membuat lagi satu tangkup.

"Banyak sekali makanmu, roti empat tangkup memangnya akan habis sendiri?" Aletha merasa geli melihat suaminya membuat roti selai sebanyak itu.

"Tenang sayang, pasti habis kok, sambil menggambar sambil makan roti," jawab Asrul sambil mengedipkan matanya kepada sang istri.

"Terserah saja deh, oh iya, Edwin akan menginap lama di rumah Papih dan Mamihku. Dia merasa tak nyaman karena mendengar suara aneh dari lantai tiga, juga dia akan diajak Papih dan Mamih jalan-jalan ke luar kota," ujar Aletha menceritakan tentang anak mereka.

"Baiklah sayang, tak apa dia lebih bahagia di sana. Tapi aku yakinkan di lantai tiga tak ada apa-apa dan kamu tak usah khawatir. Disana banyak sekali potongan maket yang belum jadi," kata Asrul sambil mengecup pipi istrinya.

"Baiklah, aku praktek dulu yah sayang. Eh iya, kemarin aku membeli jeruk sekilo, dan pagi ini sudah habis semua yah. Tumben kamu jadi suka buah itu sayang?"tiba-tiba Aletha ingat dengan apa yang dia beli kemarin.

"Ya gitu deh, aku sedang senang makan. Tak masalah bukan?".

Aletha senyum dan pamit kepada suaminya, padahal yang makan adalah Jena. Gadis hamil itu sedang kelaparan karena berbadan dua, sehingga porsi makannya jadi lebih banyak.

Tak hanya itu, kalau orang tua atau mertuanya datang ke rumah mereka membawa banyak makanan, pasti Asrul selalu tampak memisahkan sebagian ke sebuah piring dan nanti dibawa ke lantai atas.

Alasannya nanti akan makan lagi sambil menggambar atau membuat maket, dan begitu bodohnya Aletha yang sangat percaya kalau suaminya sedang senang makan banyak.

Hal itu berlangsung berbulan- bulan lamanya, dan selama itu juga Edwin malas pulang ke rumahnya sendiri karena takut dengan suara aneh dari lantai tiga.

Pekerjaan menggambar rancangan bangunan sudah selesai, maket bangunan sudah dikirimkan.

Kandungan Jena semakin membesar, maka Asrul meminta ijin kepada Aletha akan pergi sekitar dua atau tiga bulan ke kota Palembang karena ada pekerjaan di sana.

"Lama sekali sayang? Ada apa dengan kota Palembang, mengapa harus mendapat job dari sana?" tanya Aletha dengan heran atas ijin yang diminta suaminya.

"Aku sudah mengajukan cuti mengajar, dan kebetulan ada yang menawari aku pekerjaan di sana merancang bangunan. Sayang dong kalau tidak aku ambil, ini kesempatan buat aku".

"Rasanya aku juga ingin membuktikan kepada keluarga besar kita kalau aku juga bisa berhasil. Selama ini aku selalu diejek dan dihina sebagai lelaki yang berlindung di balik ketiak istri," kata Asrul sambil terlihat sedikit emosi.

Aletha tak bisa berkata apapun lagi, dia paham kalau suaminya suka seperti itu. Jadi dia ijinkan suaminya berangkat ke Palembang.

Keesokan harinya saat Aletha sedang praktek, suaminya minta ijin harua segera berangkat ke Palembang.

Aletha terkejut sekali karena mendadak sekali bahkan saat ini dia sedang praktek di rumah sakit.

"Panggilan mendadak sayang, tak mungkin aku harus menunggumu. Aku harus segera berangkat karena tuntutan pekerjaan," kata Asrul sambil terdengar nada panik.

Aletha akhirnya mengalah dan memberikan ijin kepada suaminya, walau dia merasa agak aneh karena dari belakang Asrul terdengar suara wanita seperti kesakitan.

Tapi Aletha tak mau banyak pusing, lantas dia kembali melanjutkan memeriksa gigi pasiennya.

Padahal saat itu Asrul sedang di klinik bidan yang letaknya sangat jauh ke arah luar kota Semarang.

Jena akan segera melahirkan bayi mereka, dan rencananya setelah bayi ini lahir, akan dibawa ke kota Palembang ke rumah orang tua Jena.

Asrul dan Jena akan melangsungkan akad nikah siri sebelum mereka ke Palembang, saat ini Asrul sedang konsultasi dengan Ustadz di daerah itu.

Dan mereka akan membantu Asrul dan Jena, seminggu setelah melahirkan nanti akan berlangsung akad nikah.

Bayi mereka perempuan, lalu Asrul dan Jena menyewa sebuah rumah petak untuk sementara sambil persiapan akad nikah sirinya.

Dan selama dua minggu berada di pinggiran kota Semarang, Asrul selalu berkabar dengan Aletha kalau dia sudah di Palembang.

Sampai akhirnya selesai juga pernikahan siri mereka berdua, tinggal persiapan untuk berangkat ke kota Palembang.

Mereka menuju kota Jakarta dengan naik bis, karena tak mungkin naik kereta api sebab harus masuk ke kota lagi.

Naik bis ke Jakarta menuju bandara untuk memulangkan Jena ke kota asalnya.

Episodes
1 Berita duka itu benar
2 Seharusnya masih hidup
3 Saat Dosa Mengalir
4 Derasnya Aliran Dosa
5 Mario dan Soraya Masa Itu
6 Fuad, kamu yakin pada Asmila?
7 Jalan Keraguan
8 Rumah Tangga dan Amarah
9 Istri Mario Maliangkay
10 Kebahagiaan Keluarga Besar
11 Selamat Jalan Oma Elisabeth
12 Setelah Oma Pergi
13 Ada Awal dan Ada Cobaan
14 Ujian Oh Ujian
15 Kesepakatan
16 Bayi Kedua
17 Hanya Tinggal Rencana
18 Asmila Mati Juga Tak Apa
19 Belum Tentu Baik
20 Untuk Apa Juga
21 Awal Jena
22 Astaga Jena
23 Menjelang 1
24 Menjelang 2
25 Menjelang 3
26 Menjelang 4
27 Menjelang 5
28 Sebelum 1
29 Sebelum 2
30 Sebelum 3
31 H - 2
32 H - 1
33 Hari Itu 1
34 Hari Itu 2
35 Hari Itu 3
36 Hari Itu 4
37 Hari Minggu
38 Hari Senin
39 Hari Selasa di Rumah Mario
40 Hari Selasa Fuad dan Aletha
41 Rabu Pemakaman Mario
42 Rabu Pemakaman Asmila
43 Hari-hari Selanjutnya
44 Awal Hari Baru
45 Awal Hari Baru Cemburu
46 Sesal Aliong
47 Palembang
48 Persahabatan Baru
49 Beban Pikiran
50 Tak Menyangka
51 Kekesalan
52 Tawa dalam duka
53 Big Beauty Resto 1
54 Big Beauty Resto 2
55 Big Beauty Resto 3
56 Pengkhianatan Cinta
57 Kecamuk 1
58 Kecamuk 2
59 Kristy
60 Jimmy
61 Kejutan Kecil di Hari Jum'at
62 Warna Warni Hari Sabtu
63 Fix You
64 Rupa-rupa Kisah
65 Kecolongan Ciuman
66 Mulai Ada Godaan
67 Video Call
68 Peluk Cium
69 Tidak Mau Sia-sia
70 Tidak Akan
71 Saat Ramadhan 1
72 Saat Ramadhan 2
Episodes

Updated 72 Episodes

1
Berita duka itu benar
2
Seharusnya masih hidup
3
Saat Dosa Mengalir
4
Derasnya Aliran Dosa
5
Mario dan Soraya Masa Itu
6
Fuad, kamu yakin pada Asmila?
7
Jalan Keraguan
8
Rumah Tangga dan Amarah
9
Istri Mario Maliangkay
10
Kebahagiaan Keluarga Besar
11
Selamat Jalan Oma Elisabeth
12
Setelah Oma Pergi
13
Ada Awal dan Ada Cobaan
14
Ujian Oh Ujian
15
Kesepakatan
16
Bayi Kedua
17
Hanya Tinggal Rencana
18
Asmila Mati Juga Tak Apa
19
Belum Tentu Baik
20
Untuk Apa Juga
21
Awal Jena
22
Astaga Jena
23
Menjelang 1
24
Menjelang 2
25
Menjelang 3
26
Menjelang 4
27
Menjelang 5
28
Sebelum 1
29
Sebelum 2
30
Sebelum 3
31
H - 2
32
H - 1
33
Hari Itu 1
34
Hari Itu 2
35
Hari Itu 3
36
Hari Itu 4
37
Hari Minggu
38
Hari Senin
39
Hari Selasa di Rumah Mario
40
Hari Selasa Fuad dan Aletha
41
Rabu Pemakaman Mario
42
Rabu Pemakaman Asmila
43
Hari-hari Selanjutnya
44
Awal Hari Baru
45
Awal Hari Baru Cemburu
46
Sesal Aliong
47
Palembang
48
Persahabatan Baru
49
Beban Pikiran
50
Tak Menyangka
51
Kekesalan
52
Tawa dalam duka
53
Big Beauty Resto 1
54
Big Beauty Resto 2
55
Big Beauty Resto 3
56
Pengkhianatan Cinta
57
Kecamuk 1
58
Kecamuk 2
59
Kristy
60
Jimmy
61
Kejutan Kecil di Hari Jum'at
62
Warna Warni Hari Sabtu
63
Fix You
64
Rupa-rupa Kisah
65
Kecolongan Ciuman
66
Mulai Ada Godaan
67
Video Call
68
Peluk Cium
69
Tidak Mau Sia-sia
70
Tidak Akan
71
Saat Ramadhan 1
72
Saat Ramadhan 2

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!