Mario baru saja selesai urusan bisnis di kota Bandung dan sekarang dia harus ke Jakarta selama tiga hari untuk urusan pekerjaan juga.
Siang itu dia naik taksi online menuju stasiun Bandung untuk naik kereta api menuju Jakarta.
"Eh, maaf pak," kata seorang wanita yang tak sengaja badannya menabrak Mario yang baru saja turun dari taksi online.
"Tak apa-apa," sahut Mario sambil terus masuk ke dalam stasiun.
Wanita yang menabraknya tadi memang tampak sibuk mengeluarkan koper besar dari bagasi mobil.
Mario tak ambil pusing dan segera menuju mesin cetak tiket, lalu berjalan menuju petugas yang memeriksa tiket dan juga tanda pengenal.
Setelah itu dia berjalan masuk mencari kereta api yang akan membawanya ke Jakarta.
Sudah dua hari dia di Bandung memeriksa pekerjaan pembangunan di sana, dan sekarang dia ditunggu oleh kawannya untuk mega proyek akan mereka garap bersama.
Setelah menemukan kereta apinya lalu dia mencari gerbong eksekutif sesuai dengan tiket yang dia pesan.
Tak lama dia menemukan gerbong tersebut dan segera menemukan juga kursi yang sesuai dengan yang tertera pada tiket.
Kopernya dia simpan di rak atas, lalu segera duduk di bangku samping jendela dan segera memejamkan mata.
Sebenarnya Mario merasa lelah karena kemarin dua hari di Bandung cukup menguras banyak energi, karena staf kepercayaannya melakukan salah perhitungan sehingga bangunan yang sedang didirikan bisa roboh sewaktu- waktu.
Untung Mario datang tepat waktu, melihat tembok miring sehingga hal tersebut harus segera diperbaiki dan itu menguras tenaga dan pikirannya.
Hampir dua puluh empat jam dia harus mengawasi dan memeriksa proses perbaikan tembok bangunan miring tersebut, sampai lupa makan dan juga lupa tidur.
Mario selalu ingin memberi yang terbaik kepada nasabah yang sudah percaya atas hasil kerjanya dan juga seluruh tim nya.
Padahal kereta api sama sekali belum bergerak tapi Mario sudah tidur di bangku kereta karena kelelahan.
Dia tak tahu siapa yang duduk disebelahnya, hanya mendengar suara wanita bicara tapi karena sangat mengantuk sehingga dia tak peduli lagi.
"Aneh sekali bapak ini, seharusnya saya yang duduk di samping jendela. Tapi malah tidur pulas dan sama sekali tidak bisa dibangunkan,"
kata wanita yang duduk di samping kursi Mario.
Wanita itu merasa kesal, karena seharusnya dia yang menempati nomor kursi disamping jendela. Tapi Mario malah mendahului dan duduk di tempat itu.
"Ya sudah Bu, nanti kalau bapak itu sudah bangun, bisa minta tukar tempat saja," kata orang yang duduk di seberang kursi yang wanita itu tempati.
"Ya nanti kalau bapak ini bangun akan saya minta tukar. Tapi coba saja lihat, dari tadi tidur pulas tak bisa dibangunkan," wanita itu tampak kesal sekali kepada Mario.
Perjalanan hampir dua berlalu, perkiraan sekitar satu jam lagi sudah tiba di Jakarta, dan Mario masih juga belum bangun.
Wanita yang duduk disebelahnya sudah semakin kesal saja dengan Mario, karena saat ini dia mendapat bonus suara mendengkur dari mulut Mario.
Tiba- tiba kereta api berhenti dan hentakan rem nya cukup kencang terasa ke seluruh gerbong, otomatis Mario terbangun dan langsung melirik jam tangannya.
Dia merasa kaget juga karena tenyata dia sudah hampir dua jam tertidur di kursi kereta api tersebut.
Dengan wajah masih kusut karena bangun tidur, dia melirik ke orang yang duduk di kursi sebelahnya. Ternyata seorang wanita dan tampaknya dia pernah melihatnya tapi entah dimana.
Wanita itu tampak sebal kepadanya dan meliriknya dengan tajam sambil berkata,
" Pak, seharusnya saya yang duduk di samping jendela dan bapak duduk di kursi yang saya duduki ini".
"Oh begitu ya Bu, maaf yah saya tadi tidak memeriksa lagi nomornya dan saya pikir sama saja kursinya," sahut Mario sambil mencoba tersenyum.
Tapi wanita itu tetap cemberut dan tetap memasang wajah kesal.
"Ibu mau tukar tempat dengan saya?" tanya Mario dengan sopan.
"Terlambat pak, sebentar lagi juga sampai ke Jakarta. Saya juga sudah malas pindah duduk lagi," jawabnya dengan ketus sekali.
"Baiklah, kalau ibu mau tukar tempat silahkan. Kalau tidak jadi juga tidak masalah, saya permisi sebentar mau ke toilet lalu ke gerbong restoran. Saya lupa belum makan sejak kemarin," ujar Mario sambil beranjak berdiri dan minta jalan kepada wanita itu.
Wanita itu memberi jalan dengan mata yang masih mendelik tajam dan menyiratkan kekesalan kepada Mario.
Tapi Mario tak ambil pusing, dia mengusap rambutnya dengan kedua tangannya lalu berjalan menuju toilet dan setelah itu dia masuk ke gerbong restoran untuk memesan makanan.
Asmila, nama wanita yang duduk di kursi sebelah Mario sedang merasa keheranan.
Ada suara ponsel bunyi tapi ketika dia periksa di tasnya ternyata bukan miliknya yang bunyi.
Tapi suara ponsel itu cukup keras, nyaring dan sangat dekat dengannya.
Lalu Asmila mencari di kursi sebelahnya dan benar saja ponsel Mario rupanya terselip di pinggir kursi, lalu ponsel itu diambilnya untuk dihentikan suaranya, tapi tetap saja berdering lagi terus menerus.
Tertera nama "My Mega", pasti wanita muda yang menelepon atau jangan-jangan wanita simpanan orang tadi. Itu yang terbersit dalam benak Asmila saat melihat nama tersebut dan dia beberapa kali menghentikan suara dering ponsel itu.
Mario sedang makan nasi goreng dan saat itu dia baru sadar kalau ponselnya tak ada disaku celana panjangnya.
Dia segera makan dengan cepat dan setelah membayar langsung berjalan cepat menuju gerbong tempat dia tadi duduk.
Asmila memberikan ponsel milik Mario sambil tetap memasang wajah cemberut.
Mario melihat anaknya menelepon, lalu dia balik menghubungi Mega si bungsu kesayangannya.
"Ada apa sayang? kangen sama Papa yah?"tanya Mario dengan penuh cinta.
"Mega disuruh Mama tanya apakah Papa sudah tiba di Jakarta? Mamanya sedang menyetir mobil. Kami habis pulang dari supermarket, Mama belanja bulanan banyak sekali," Mega langsung bercerita kepada Papanya.
"Oh begitu, mengapa bukan Mama sendiri yang tanya kepada Papa?"tanya Mario padahal dia tahu kalau istrinya sengaja karena Mega memang paling susah diajak bicara.
"Entahlah Mama," sahutnya dengan nada acuh tak acuh.
"Ya sudah, nanti hari sabtu Papa akan pulang yah. Mega tunggu Papa ya sayang. Bilang Mama sama Kakak juga yah, kalau Papa kangen sama kalian," ujar Mario sambil senyum sendiri dan mengakhiri pembicaraan dengan anaknya.
"Cowok pecinta keluarga juga rupanya orang ini," ujar Asmila dalam hatinya.
"Anak bungsu saya yang telepon, kangen mungkin sama Papanya," kata Mario sambil menatap Asmila dan dibalas dengan lirikan sebal oleh Asmila lalu menutup matanya.
"Ada yah perempuan sampai dendam seperti itu gara-gara kursi kereta api saja," batin Mario sambil merasa geli hatinya.
Tak lama mereka tiba di kota Jakarta, Asmila menurunkan kopernya dengan susah payah dan Mario hanya melihat saja sambil ingin tertawa. Dia geli saja melihat wanita sok gengsi dan penuh dendam seperti itu kepadanya.
Lalu Mario keluar gerbong kereta dan segera menuju pintu keluar utama, lantas dia memesan taksi untuk menuju ke sebuah hotel.
Tak lama dia tiba di sebuah hotel berbintang dan segera menuju customer service untuk segera check in karena sebelumnya memang sudah memesan sebuah kamar via online.
Setelah mendapat kunci kamar, segera dia menuju lift dan naik ke lantai tiga karena nomor kamarnya adalah 306.
Mario masuk kamar dan langsung merebahkan diri ke tempat tidur, dia merasa penat seluruh tubuhnya.
Ponselnya berdering, tenyata dari temannya yang akan mengajak kerjasama.
"Rio, kau sudah Jakarta? jam berapa kita bisa ketemu?" tanya Wildan teman baiknya.
"Sudah bro, aku menginap di Kempinski. Kau kemari saja kita makan dan ngobrol di resto sini," sahut Mario kepadanya.
"Oke, jam tujuh malam aku kesana yah. Kita ketemu di resto yah, nanti aku bersama Danu dari perusahaan lain," ucap Wildan dan disetujui oleh Mario.
Waktu menunjukkan setengah tujuh malam, Mario sudah mandi dan saat ini sedang mengenakan pakaian. Lalu mematut di cermin untuk menyisir rambut lurusnya sambil merapihkan pakaiannya.
Kalau sudah dandan rapi, Mario memang terlihat sangat hot daddy, kulit putih, tubuh tinggi, wajahnya tambah ganteng dengan bulu tipis di pipinya.
Ketika merasa sudah rapih, lalu dia mengambil tas selempangnya yang berisi dompet dan ponsel, lalu dia keluar dari kamarnya.
Bersamaan dengan itu, dari kamar sebelah nomor 308 keluar seorang wanita berpakaian rok terusan berwarna merah, bersepatu high heels hitam sambil menjinjing tas kecil berwarna hitam.
Wajahnya di pulas sederhana tapi sangat menggoda, ditambah dengan perona bibir yang berwarna merah menyala senada dengan pakaiannya.
Mario sampai tertegun memandang wanita itu, begitu juga dengan wanita itu tampak terhenyak melihat sosok Mario.
Setelah Asmila sadar kalau pria tampan di depannya adalah orang yang tadi siang duduk di sampingnya saat di kereta api, langsung saja wajah cemberutnya dia pasang lagi dan berjalan melewati Mario untuk menuju lift.
Mario juga sadar kalau itu adalah wanita yang tadi siang bersamanya di kereta api, melihat wanita itu berjalan menuju lift maka Mario juga mengikutinya dari belakang.
"Mengapa bapak mengikuti saya sih?!"tanya Asmila dengan ketus.
"Loh, saya juga mau turun ke lantai bawah. Jadi harus pakai lift ini juga dong, masa saya loncat dari jendela," sahut Mario dengan santai.
Asmila yang mendengar itu mulai merasa lucu dengan jawaban Mario, tapi dia menahan gengsi dan tetap diam mempertahankan wajah judesnya.
Ketika sampai di lantai bawah, ternyata mereka menuju tempat yang sama yaitu resto di hotel tersebut.
Masing-masing sudah ditunggu oleh temannya, Mario mendapati Wildan dan Danu sedangkan Asmila terlihat bersama kelompok besar orang entah dari mana.
Mario bersama Wildan temannya dan juga Danu kenalan barunya membahas proyek yang akan segera mereka terima dari salah satu Badan Usaha Milik Negara.
Ketiganya membahas dengan serius mengenai proyeknya, dananya dan juga pengelolaan nantinya.
"Aku tak mungkin bergerak sendiri, jadi aku ajak kau, Rio, dan juga Danu. Kita diminta presentasi hari Jum'at pagi besok, dan aku bilang kepada mereka di hotel ini saja. Aku sudah booking satu ruangan meeting untuk hari Jum'at," kata Wildan dengan semangat karena sebenarnya dia yang menerima penunjukkan untuk proyek tersebut.
"Maksudmu nanti aku dan Mario adalah sebagai sub kontraktor atas pekerjaan yang kau terima atau bagaimana?" tanya Danu ingin tahu.
"Tidak bro, kita gabung dengan memakai bendera perusahaan baru, besok aku bawa tim lalu kita buat bahan presentasi bersama," ujar Wildan lagi.
"Kita buat di sini saja, aku juga besok panggil Jimmy adikku dan satu orang insinyur lagi yang ada di tim aku. Menurutku kalau kita meeting di salah satu perusahaan kalian atau di perusahaanku, nanti jatuhnya tidak enak karena proyek ini di luar kepentingan perusahaan kita masing-masing," ujar Mario menjelaskan keinginannya.
Ketiganya sepakat, dan mereka sekarang membahas masalah dana dan lain hal lagi.
Sambil berbincang serius, sesekali mata Mario mencuri pandang ke arah Asmila yang tengah sibuk dengan kelompok besarnya. Sepertinya ada acara ulang tahun atau perayaan sesuatu yang dilakukannya di resto itu.
Mario merasa tertarik dengan penampilan Asmila, terlihat klasik dan sensual dengan gaun merah yang dikenakannya. Apalagi di antara kelompok orang yang ada di sana, Asmila terlihat sangat menonjol dan semua orang seperti sangat mengaguminya.
"Sebenarnya perempuan judes itu siapa yah? mengapa dia tampak disoroti oleh kelompok orang itu?"tanya Mario dalam hatinya sambil diam-diam menatap Asmila.
"Jadi begitu yah Rio, besok kita kumpul lagi di sini sambil membawa tim sendiri-sendiri, Rio....?Rio....?"Wildan melambaikan tangannya ke depan wajah Mario.
"Hei...iya...oke," sahut Mario gelagapan.
"Lihat apa sih bro? dari tadi aku bicara malah melamun," ujar Wildan sedikit kesal.
"Tenang bro, cuma ingat sesuatu saja. Oke besok jam delapan pagi kita kumpul dulu di sini, nanti coba cari ruangan dan kita buat bahan presentasi untuk jum'at," Mario kembali menegaskan dan mereka semua sepakat.
Mario menghubungi Jimmy adiknya yang bekerja bersama di perusahaannya, meminta agar besok membawa salah satu teknisi ke hotel ini untuk meeting bersama.
Lalu Mario menemui petugas hotel dan memesan satu ruangan meeting lagi untuk besok.
"Pak Mario, bagaimana kalau misalkan di tempat yang sama dengan yang sudah dipesan oleh Bapak Wildan. Jadi nanti ruangan tersebut saya catat untuk dua hari pemakaian," kata petugas hotel menjelaskan kepada Mario.
Tentu saja Mario setuju, dan segera menandatangani pemesanan tersebut.
Setelah itu dia berjalan sambil mengetik chat di ponselnya, dia menuju lift untuk kembali ke lantai kamarnya.
Mario masuk ke dalam lift ketika pintunya terbuka sambil tetap mengetik chat, setelah selesai dia mendongak dan terkejut karena Asmila ada disampingnya.
"Enak sekali yah, mengetik chat lalu segera tiba di lantai kamar. Luar biasa...," ujar Asmila sambil berlalu ketika pintu lift terbuka.
Mario kembali tertawa kecil sambil melangkah di belakang Asmila, dia melihat wanita itu berjalan cepat menuju kamarnya.
Setibanya di kamar, lalu Mario menelpon anak dan istrinya memberi kabar mengenai pekerjaan dan kondisinya.
Setelah selesai menelepon, tenyata dia merasa belum mengantuk. Mungkin karena efek tadi siang dia tidur lama, sehingga sekarang dia masih terjaga.
Sementara jam sudah menunjukkan jam sepuluh malam, lalu timbul niat iseng ingin menggoda orang di kamar 308.
Mario menghampiri telepon yang ada di meja kecil di samping tempat tidur dan menekan tombol 308, tuuuutttt...tuuuutttt....nada tersambung.
Asmila belum mengantuk, dia baru selesai membersihkan wajahnya sambil hanya mengenakan pakaian dalam saja.
Kriiingg....kriiingg...telepon di kamarnya berbunyi dan segera dia angkat karena dipikirnya pasti dari pihak hotel.
"Selamat malam, maaf Ibu 308 saya mengganggu. Ini saya dari kamar 306 mau minta maaf, barangkali saya ada kesalahan kepada Ibu," ujar Mario kepada Asmila.
"Astaga bapak ini, sekarang jam berapa yah. Dan mau apa sih mengganggu hidup saya,"
sahut Asmila dengan kesal.
"Saya hanya mau minta maaf saja kok bu, masa sih tidak boleh berteman dengan ibu yang tampak cantik dan ramah ini?" goda Mario sambil menahan tawa.
"Ya sudah saya maafkan, lalu apa lagi?"tanya Asmila masih dengan ketus.
"Ngobrol dong, masa sama teman tidak ngobrol," jawab Mario.
"Pak, tangan saya pegal kalau ngobrol sambil pegang telepon," kata Asmila lagi.
"Ya sudah buka saja pintu penghubung kamar, nanti kita ngobrol di depan pintu itu yah," kata Mario sambil melihat ada pintu penghubung antar kamar di hotel itu.
"Hmmm...," sahut Asmila sambil menutup telepon.
"Ini orang mau apa sih? baiklah aku mau tahu sampai dimana orang itu menggangu aku," ujar Asmila bicara sendiri dengan kesalnya.
Segera dia memakai pakaian tidurnya, lalu membuka pintu penghubung antar kamar tersebut.
Mario tampak sudah ada di depan pintu dan menyapanya dengan ramah.
"Ini apel buat ibu cantik dan ramah,"kata Mario sambil memberikan sebutir buah apel yang digenggamnya kepada Asmila.
Tapi Asmila diam saja tak mau menerima buah apel itu. Lalu dia berkata," Bapak dapat buah itu darimana? Mana saya tahu apelnya sudah diisi racun atau obat apalah, lalu saya ambil dan saya makan. Nanti saya pingsan, diperkosa dan harta saya diambil".
"Apel ini dari resto tadi, dan tak ada racunnya. Kalau ada juga dan ibu pingsan, pasti saya pilih opsi pertama deh. Sebab kalau ambil harta sih repot," sahut Mario sambil mengedipkan mata kepada Asmila.
Semakin sebal rasanya Asmila kepada pria itu, tapi hatinya tak bisa bohong kalau Mario itu termasuk pria yang tampan dan menggoda.
Mario menjulurkan tangannya untuk mengenalkan dirinya.
"Mario Maliangkay".
"Asmila," jawab Asmila sambil menyambut salam tangannya Mario, tapi segera dia tarik kembali.
"Kita berteman yah, jadi jangan judes lagi sama saya," kata Mario sambil senyum.
"Insyaallah yah...sudah malam saya mau istirahat," Asmila segera menutup pintu penghubung itu. Tapi ketika sudah menutup, jantungnya berdebar kencang. Rupanya pesona Mario sangat menggoda ke dalam hatinya, apalagi tatapan matanya sangat lembut menghujam ke arah jantung.
"Astagfirullah Mila, kamu sudah punya suami," kata Asmila menasehati diri sendiri, lalu diapun segera naik tempat tidur dan memejamkan matanya.
Tapi ternyata sulit rasanya memejamkan mata ini, wajah tampan Mario membayangi dirinya.
Asmila duduk sambil menatap ponselnya, dia berpikir ingin menelepon suaminya. Tapi dipikir lagi olehnya, suaminya jam segini pasti sudah tidur.
Saat resah, tiba-tiba telepon kamar berdering lagi membuatnya terkejut, tapi dia mengangkatnya.
"Lapar tidak? kalau iya turun yuk kita jalan cari kuliner. Kalau tidak berarti ibu sombong tak mau berteman".
Asmila terdiam sebentar, kesal sih hatinya tapi karena tidak bisa tidur maka dipikir olehnya ajakan itu cukup lumayan.
"Lima belas menit, ketemu di lobby," jawab Asmila.
"Yes...!!!"seru Mario sambil menutup telepon.
Benar saja sekitar lima belas menit kemudian Asmila turun memakai pakaian kasual yang simpel tapi tetap terlihat menarik.
Mario sudah memesan taksi online dengan tujuan kota tua yang merupakan salah satu tempat wisata bersejarah yang sangat unik dan menarik.
Biasanya banyak penjual kuliner malam di pinggir museum kota tua, dan di sana banyak sekali pilihan aneka makanan yang menggiurkan.
Setibanya di sana Mario dan Asmila berjalan kaki memilih makanan yang menarik untuk mereka. Akhirnya terpilihlah angkringan, Mario memesan nasi kucing dan Asmila memesan susu jahe hangat.
"Asmila menikah?"tanya Mario sambil mengunyah perkedel.
"Ya, suami saya insinyur pertambangan yang bekerja di lepas pantai".
"Wow...Perusahaan Minyak Negara, banyak duitnya dong".
"Hmm...pak Mario menikah?".
"Ya, istri dosen dan dua anak gadis cantik. Anakmu berapa orang?".
"Belum punya anak".
"Oh...sabar saja memang ada sebagian orang susah juga mendapatkannya".
"Asmila muslim? mengapa tak pakai hijab?".
"Hahaha...KTP Pak, saya belum siap berhijab, pak Mario muslim atau non?".
"Non...dan sama KTP juga, berdoa cuma hari minggu saja di gereja dan itupun kalau sempat...hahahah".
"Mungkin karena kesibukan ya pak, asal jangan berbuat jahat sajalah".
Lalu mereka juga saling cerita soal pekerjaan mereka masing-masing, dan ternyata Asmila adalah seorang Agency Director di salah satu perusahaan asuransi jiwa terkenal.
Tadi adalah acara makan malam karena Asmila mendapatkan penghargaan lagi tahun ini sebagai orang yang mendapatkan pencapaian produksi tertinggi.
"Luar biasa ternyata ibu ini".
"Terima kasih pak Mario".
"Panggil Mario saja atau Rio".
Asmila menganggukan kepala dan tak lama mereka kembali lagi ke hotel karena sudah larut malam dan mulai ada rasa kantuk.
Keesokan harinya ternyata tempat meeting mereka saling berhadapan. Mario berada di ruangan bertembok kaca, sedangkan Asmila di suatu ruangan yang cukup besar untuk menampung sekitar seratus orang lebih.
Mario membawa tim dari perusahaannya yaitu Jimmy adiknya dan juga Beni salah satu insinyur senior. Wildan dan Danu juga masing- masing membawa tim dari tempat kerja mereka.
Bersembilan mereka sibuk membuat bahan presentasi untuk esok hari akan disampaikan kepada pihak pemberi kerja.
Sementara Asmila tampak begitu bersemangat memberi motivasi kepada setiap orang yang hadir di seminar yang diadakannya.
Mario dan kawan-kawannya akhirnya selesai juga dengan semua materi yang akan mereka angkat kepada pemberi kerja esok hari.
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, dan ruangan seberang sudah kosong.
"Bang Rio, kok tidak pulang ke Depok saja sih. Kan lewat tol dekat juga kemari?"tanya Jimmy adiknya sekaligus tangan kanannya.
"Aku lelah Jim, kalau di rumah mana mungkin bisa meeting begini. Kau tahu sendiri kedua keponakanmu pasti saja ada ini dan itu walau sudah besar juga," sahut Mario kepada adiknya.
"Iya juga sih, oke lah aku pulang dulu. Kasihan Mama pasti sudah masak di rumah," kata adiknya yang masih jomblo itu.
"Kapan kau nikah Jim?".
"Nanti sajalah, aku belum siap. Tahun depan Rinjani dulu Bang, baru nanti aku pikirkan lagi untuk mencari jodoh," sahut Jimmy yang penggemar naik gunung.
"Awas saja kau menikahi kambing gunung, tiap tahun naik gunung. Ya sudah sana, salam untuk Papa dan Mama. Bilang nanti hari minggu aku ajak Soraya dan anak-anak ke rumah".
"Siap Bang, sampai besok".
Mario masuk ke kamarnya dan merebahkan badannya, besok pagi harus meeting dengan pemberi kerja yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara. Sehingga dia tak boleh meleset dalam menyampaikan materinya nanti.
Setelah mandi dia membuka laptop dan mempelajari lagi segala hal untuk bahan presentasi besok.
Akhirnya selesai sudah, tapi masih jam sembilan malam dan belum merasa mengantuk.
Mario mematikan dan menutup laptop nya, lalu meregangkan badannya yang terasa pegal.
Kring...Kring...gantian kamar Mario yang teleponnya sekarang bunyi.
Lantas dia mengangkatnya dan terdengar suara lembut,
"Rio, ternyata di hotel ini ada karaoke room loh. Minat tidak?".
"Lima menit aku tunggu di depan kamarmu".
Lalu mereka berdua turun ke lobby dan mencari tempat karaoke, ternyata ada di bagian belakang gedung hotel.
Lalu mereka memesan satu bilik karaoke berukuran kecil yang cukup untuk empat orang.
Mereka berdua memesan minuman juice dan mulai memilih lagu.
Asmila ternyata pandai bernyanyi dan suaranya sangat merdu sekali, Mario juga tak kalah enak suaranya sehingga mereka berdua padu padan dalam menyanyi.
Memilih lagu yang bisa dibawakan duet, dari lagu pop Indonesia, barat dan lagu daerah.
Keduanya larut dalam kegembiraan dan bisa tertawa lepas, bahkan saking terbawa suasana Mario mulai memeluk pinggang Asmila.
Lagu romantis mendayu menghanyutkan suasana tenang berdua di bilik karaoke itu. Tak lama merekapun terbawa suasana dan saling berciuman sambil berpelukan erat.
Pagi harinya Mario siap dengan meeting bersama dengan tim pemberi kerja. Semua tim sudah lengkap dan meeting pun dimulai.
Wildan dan Mario bergantian membawakan materi meeting mengenai proses dan teknik pembangunan di beberapa tempat. Kemudian Danu bagian menyampaikan dana yang harus disediakan untuk pembuatan proyek tersebut.
Setelah dipelajari dan dibahas lebih lanjut ternyata proposal mereka bisa disetujui, akhir bulan akan diadakan tanda tangan kontrak dan awal bulan depan mulai pekerjaan proyek tersebut. Terobosan baru yang luar biasa, mereka harus menyelesaikan pembangunan irigasi dan jembatan di hampir seluruh wilayah Pulau Jawa dan Madura.
Target dalam tiga tahun harus selesai semua proyek untuk beberapa wilayah terpencil.
Malamnya mereka merayakan kemenangan dengan makan dan minum sepuasnya, di resto tersebut.
Sesudah selesai, Mario kembali ke kamarnya karena kepalanya terasa agak pusing habis minum anggur.
Dia merebahkan diri di tempat tidur, tiba-tiba notifikasi chat pada ponselnya berbunyi.
"Aku di pintu penghubung".
Mario segera bangkit dan membuka pintu penghubung yang ada di kamarnya.
Terlihat Asmila membawa kue dan botol untuk mereka berdua, dan Asmila melangkahkan kakinya memasuki kamar Mario.
Mereka berdua kembali berbincang dan besok siang keduanya akan berpisah.
Asmila kembali ke Cirebon dan Mario pulang ke Depok, malam ini Asmila merayakan dengan membawa kue dan sebotol anggur.
Keduanya makan kue sambil minum anggur dan akhirnya mereka mulai mabuk.
Mata Asmila mengerjap karena tersorot sinar matahari pagi, dia membuka matanya dan terkejut sendiri.
Dia ada di kamar Mario dalam keadaan tertutup selimut tapi tanpa busana, begitu juga Mario.
Asmila menangis dan meratapi diri karena dia telah berdosa karena berbuat zinah dengan Mario.
Tak lama Mario bangun, dan sama dia juga tak habis pikir mengapa bisa sampai terjadi perzinahan antara dia dan Asmila.
Tanpa banyak kata, Asmila turun dari tempat tidur, mengambil semua pakaiannya dan berlari ke kamarnya lalu dia menutup pintu penghubung.
Mario juga segera mandi dan kemudian berkemas, dia mencoba menghubungi kamar Asmila dan tak ada jawaban.
Selesai berkemas, lalu Mario segera keluar kamar dan dia kaget karena kamar sebelah sedang mulai dibersihkan oleh petugas hotel, pertanda penyewa sudah tidak di situ lagi.
Dikejar ke lobby juga sudah tak nampak lagi, dan akhirnya dia menyerah dan pulang ke rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments