๐๐ท๐ฐ๐ฒ๐ท ๐ด๐พ ๐ถ๐ฎ๐ท๐ช๐ท๐ฐ๐ฒ๐ผ ๐ญ๐ช๐ต๐ช๐ถ ๐ผ๐ช๐ญ๐ช๐ป ๐ถ๐ช๐พ๐น๐พ๐ท ๐ญ๐ช๐ต๐ช๐ถ ๐ถ๐ช๐ซ๐พ๐ด๐ด๐พ, ๐ญ๐ฒ๐ผ๐ฎ๐ฝ๐ฒ๐ช๐น ๐ด๐พ ๐ต๐ฒ๐ฑ๐ช๐ฝ ๐ญ๐พ๐ท๐ฒ๐ช ๐ฑ๐ช๐ท๐๐ช
๐ถ๐ฎ๐ท๐ช๐ถ๐น๐ช๐ด๐ด๐ช๐ท ๐ซ๐ช๐ฑ๐๐ช ๐ญ๐ฒ๐ป๐ฒ๐ด๐พ ๐ฝ๐ช๐ด ๐น๐ช๐ท๐ฝ๐ช๐ผ ๐ช๐ญ๐ช!
๐๐ฎ๐ท๐ช๐ป๐ด๐ช๐ฑ ๐ฒ๐ฝ๐พ? ๐๐ด๐พ ๐ซ๐ฎ๐ป๐ฝ๐ช๐ท๐๐ช ๐ญ๐ช๐ต๐ช๐ถ ๐ฑ๐ช๐ฝ๐ฒ, ๐ฑ๐ช๐ท๐๐ช ๐น๐ช๐ญ๐ช ๐ฑ๐ช๐ฝ๐ฒ. ๐ฃ๐ช๐ด ๐ซ๐ฎ๐ป๐ช๐ท๐ฒ ๐ด๐พ ๐พ๐ท๐ฐ๐ด๐ช๐น ๐ญ๐ฎ๐ท๐ฐ๐ช๐ท ๐ด๐ช๐ฝ๐ช, ๐ฝ๐ช๐ท๐ฐ๐ฒ๐ผ๐น๐พ๐ท ๐ฝ๐ช๐ด ๐ผ๐ช๐ถ๐น๐ช๐ฒ ๐ด๐ฎ ๐ซ๐พ๐ถ๐ฒ. ๐๐ช๐ป๐ฎ๐ท๐ช ๐ช๐ด๐พ ๐ถ๐ช๐ต๐พ ๐ซ๐ฒ๐ต๐ช ๐ซ๐ฎ๐ป๐ฝ๐ช๐ท๐๐ช ๐น๐ช๐ญ๐ช ๐ฝ๐ช๐ท๐ช๐ฑ, ๐ญ๐ฒ๐ช ๐ผ๐ฎ๐ต๐ช๐ต๐พ ๐ฝ๐ช๐ท๐ฐ๐ฐ๐พ๐ท๐ฐ ๐ญ๐ฎ๐ท๐ฐ๐ช๐ท ๐ผ๐ฎ๐ฐ๐ช๐ต๐ช ๐ช๐น๐ช ๐๐ช๐ท๐ฐ ๐ด๐พ๐ต๐ช๐ด๐พ๐ด๐ช๐ท, ๐ถ๐ฎ๐ท๐ช๐ฑ๐ช๐ท ๐ผ๐ช๐ด๐ฒ๐ฝ ๐ซ๐ฒ๐ต๐ช ๐ฑ๐ช๐ฝ๐ฒ ๐ช๐ด๐พ ๐ซ๐ฎ๐ป๐ญ๐ธ๐ผ๐ช ๐ญ๐ฒ ๐ช๐ฝ๐ช๐ผ๐ท๐๐ช.
๐๐ด๐พ ๐น๐พ๐ท ๐ถ๐ช๐ต๐พ ๐ซ๐ฒ๐ต๐ช ๐ซ๐ฎ๐ป๐ฝ๐ช๐ท๐๐ช ๐น๐ช๐ญ๐ช ๐ฑ๐พ๐ณ๐ช๐ท, ๐ฝ๐ฎ๐ป๐ต๐ฎ๐ซ๐ฒ๐ฑ ๐ซ๐ฒ๐ต๐ช ๐ถ๐ฎ๐ท๐ช๐ท๐ฐ๐ฒ๐ผ ๐ซ๐ฎ๐ป๐ผ๐ช๐ถ๐ช ๐ญ๐ฎ๐ท๐ฐ๐ช๐ท ๐ป๐ฒ๐ท๐ฝ๐ฒ๐ฑ๐ช๐ท๐ท๐๐ช, ๐ญ๐ฒ๐ช ๐ผ๐ฎ๐ต๐ช๐ต๐พ ๐ซ๐ช๐ท๐ฝ๐พ ๐ช๐ด๐พ ๐ฝ๐ฎ๐ฝ๐ช๐น ๐ซ๐ฒ๐ผ๐ช ๐ถ๐ฎ๐ต๐ฒ๐ฑ๐ช๐ฝ ๐ด๐ฎ๐ฒ๐ท๐ญ๐ช๐ฑ๐ช๐ท, ๐ฝ๐ฎ๐ฝ๐ช๐น ๐ซ๐ฒ๐ผ๐ช ๐ถ๐ฎ๐ท๐ฐ๐ฑ๐ฒ๐ป๐พ๐น ๐พ๐ญ๐ช๐ป๐ช ๐ผ๐ฎ๐ฐ๐ช๐ป, ๐ญ๐ฒ๐ช ๐ผ๐ฎ๐ต๐ช๐ต๐พ ๐ฝ๐ช๐ท๐ฐ๐ฐ๐พ๐ท๐ฐ ๐ด๐ฎ๐ซ๐ฎ๐ป๐ช๐ฝ๐ช๐ท ๐ซ๐ฎ๐ซ๐ช๐ท ๐ญ๐ช๐ป๐ฒ ๐ท๐ช๐ฏ๐ช๐ผ๐ด๐พ ๐ฝ๐พ๐ด ๐ญ๐ฒ๐ช ๐ผ๐ฒ๐ถ๐น๐ช๐ทโฆ
๐๐ด๐พ ๐ผ๐ช๐ท๐ฐ๐ช๐ฝ ๐ถ๐ช๐ต๐พ ๐น๐ช๐ญ๐ช ๐ช๐ท๐ฐ๐ฒ๐ท, ๐ญ๐ฒ๐ช ๐ผ๐ฎ๐ต๐ช๐ต๐พ ๐ถ๐ช๐ถ๐น๐พ ๐ด๐ฎ๐ป๐ฒ๐ท๐ฐ๐ด๐ช๐ท ๐ช๐ฒ๐ซ๐ด๐พ ๐ฑ๐ฒ๐ท๐ฐ๐ฐ๐ช ๐ฝ๐ช๐ด ๐ต๐ช๐ฐ๐ฒ ๐ช๐ญ๐ช, ๐ญ๐ฒ๐ช ๐ผ๐ฎ๐ต๐ช๐ต๐พ ๐ผ๐ฎ๐ณ๐พ๐ด๐ด๐ช๐ท ๐ฑ๐ช๐ฝ๐ฒ ๐ญ๐ช๐ท ๐น๐ฒ๐ด๐ฒ๐ป๐ช๐ท ๐ญ๐ฒ ๐ผ๐ฎ๐ฝ๐ฒ๐ช๐น ๐ซ๐ฎ๐ซ๐ช๐ท ๐ช๐ญ๐ชโฆ
๐ฃ๐ช๐ด ๐ถ๐พ๐ท๐ฐ๐ด๐ฒ๐ท ๐ต๐ช๐ฐ๐ฒ ๐ช๐ด๐พ ๐ซ๐ฎ๐ป๐ฝ๐ช๐ท๐๐ช ๐น๐ช๐ญ๐ช ๐ถ๐ฎ๐ป๐ฎ๐ด๐ช, ๐ช๐ด๐พ ๐ฑ๐ช๐ท๐๐ช ๐ถ๐ช๐ถ๐น๐พ ๐ซ๐ฎ๐ป๐ฝ๐ช๐ท๐๐ช ๐น๐ช๐ญ๐ช ๐ฑ๐ช๐ฝ๐ฒโฆ
๐๐ฒ๐ช๐ป๐ต๐ช๐ฑ ๐ฑ๐ช๐ท๐๐ช ๐ฑ๐ช๐ฝ๐ฒ ๐๐ช๐ท๐ฐ ๐ซ๐ฎ๐ป๐น๐ฒ๐ด๐ฒ๐ป ๐ฝ๐ฎ๐ท๐ฝ๐ช๐ท๐ฐ ๐ช๐น๐ช ๐ญ๐ช๐ท ๐ซ๐ช๐ฐ๐ช๐ฒ๐ถ๐ช๐ท๐ชโฆ
๐๐ฒ๐ช๐ป๐ต๐ช๐ฑ ๐ฑ๐ช๐ท๐๐ช ๐ฑ๐ช๐ฝ๐ฒ ๐๐ช๐ท๐ฐ ๐ถ๐ฎ๐ป๐ช๐ผ๐ช๐ด๐ช๐ท๐ท๐๐ชโฆ
๐๐ฒ๐ช๐ป๐ต๐ช๐ฑ ๐ฑ๐ช๐ท๐๐ช ๐ฑ๐ช๐ฝ๐ฒ๐ด๐พ ๐ผ๐ช๐ณ๐ช ๐๐ช๐ท๐ฐ ๐ถ๐ฎ๐ท๐ช๐ท๐ฐ๐ฒ๐ผ ๐ซ๐ฒ๐ต๐ช ๐ผ๐ช๐ด๐ฒ๐ฝ ๐ถ๐ฎ๐ต๐ช๐ท๐ญ๐ชโฆ
๐๐ด๐พ ๐ฝ๐ช๐ด ๐ฒ๐ท๐ฐ๐ฒ๐ท ๐ถ๐ฎ๐ท๐๐ช๐ด๐ฒ๐ฝ๐ฒ ๐๐ช๐ท๐ฐ ๐ต๐ช๐ฒ๐ท. ๐๐พ๐ด๐พ๐น ๐ผ๐พ๐ญ๐ช๐ฑ ๐ด๐ฎ๐ผ๐ช๐ต๐ช๐ฑ๐ช๐ท๐ด๐พ. ๐๐พ๐ด๐พ๐น ๐น๐พ๐ต๐ช ๐ช๐ด๐พ ๐ณ๐ช๐ญ๐ฒ ๐ซ๐พ๐ป๐ธ๐ท๐ช๐ท ๐๐ช๐ท๐ฐ ๐ผ๐ฒ๐ช๐น ๐ถ๐ช๐ผ๐พ๐ด ๐ญ๐ช๐ต๐ช๐ถ ๐๐น๐ฒ ๐๐๐ชโฆ
๐๐ฒ๐ช๐ป๐ต๐ช๐ฑ ๐ด๐ฎ๐ญ๐พ๐ช ๐ฝ๐ช๐ท๐ฐ๐ช๐ท ๐ฒ๐ท๐ฒ ๐ถ๐ฎ๐ป๐ฎ๐ท๐ฝ๐ช๐ท๐ฐ ๐ต๐ฎ๐ถ๐ช๐ฑโฆ
๐๐ฒ๐ท๐ฐ๐ฐ๐ช ๐ฑ๐ช๐ท๐๐ช ๐๐ต๐ต๐ช๐ฑ ๐๐ช๐ท๐ฐ ๐ถ๐ฎ๐ป๐ฎ๐ท๐ฐ๐ด๐พ๐ฑ๐ท๐๐ช, ๐ถ๐ฎ๐ป๐ฎ๐ท๐ฐ๐ด๐พ๐ฑ ๐ญ๐ฎ๐ท๐ฐ๐ช๐ท ๐ก๐ฒ๐ญ๐ต๐ธ ๐๐๐ชโฆ ๐ช๐ถ๐ฒ๐ฒ๐ทโฆ
Kedua tangannya benar-benar merentang lemah di atas lantai kamarnya, pintu kamar sengaja di kuncinya, sehingga panggilan untuknya tak ada satupun yang bisa mengganggunya.
Dia tatap langit-langit kamarnya. Dan terus saja diam, melepaskan segala pikirannya. Tak satupun ingatan maupun yang akan terjadi diingat dan direncanakannya.
Dia hanya diam. Diam tak berbicara apa-apa. Tak keluarkan suara apa-apa. Diam memejamkan kedua matanya, bukan berarti dia tidur. Diam merentangkan kedua tangannya, tuk mendapat sebuah ketenangan.
Hingga habislah seluruh permasalahan yang mengerubungi kehidupannya. Hinggalah segalanya, dan hanya ada dia dan Allah di hatinya. Saat perlahan dia buka kedua pejaman matanya.
โHabibah, ada di dalamkah kau, nak?โ satu panggilan untuknya, sedikit membuatnya
cukup terkejut. Habibah pun langsung beranjak dari atas lantai dan berjalan menuju pintu
kamar.
Habibah membukakan, saat itu pulalah terlihat olehnya Sang Ibu telah berdandan begitu rapi, dia pun langsung bertanya,
โHendak kemanakah kau, Ibu?โ
Sang Ibu tersenyum, โKe rumah Bibimu,โ
โUntuk apa, Bu? Bukankah jauh? Lalu Ibu hendak kesana dengan siapa?โ
โAda keperluan saja, nakโฆ jauh tak jadi masalah, Ibu sendiri juga tak apa, nakโฆโ
โAh Ibu semakin membuatku khawatirโฆโ ucap Habibah. Tersenyumlah Sang Ibu, dan perlahan dibelailah Habibah sembari berkata,
โDengarlah, nakโฆ InsyaAllah Ibu akan baik-baik saja, bila hal itulah yang engkau percayai tuk terjadiโฆ Namun, bila memang kau percaya yang sebaliknya, InsyaAllah hal itu pulalah yang terjadiโฆโ
Terdiamlah Habibah mendengarnya. Dia membenarkan segala kata-kata Sang Ibu, dan
bukankah itu sering dia ucapkan dulu sewaktu masih di penjara suci? Mengapa kini dilupakannya begitu saja? Begitu banyakkah problem yang menyelimutinya, hingga seolah
tak ada yang mampu selesaikan? Hanya Habibah dan Allah yang tahu.
Sang Ibu pun pergi, sebelumnya dia ciumi tangan Sang Ibu. dan menjawab salamnya.
Dia tatap kekejauhan, dimana kini hanya menyisakan jejak kepergian Sang Ibu. lalu dia
kembali masuk ke dalam rumah, seketika itu teringatlah dia pada seseorang.
โAstagfirullah!โ pekiknya.
Seketika gejolak di hatinya begitu membingungkannya. Antara ego dan hati. Namun langkah kakinya pun membiarkan egonya untuk mengalah akan segalanya. Baginya yang lalu biarlah berlalu. Meski terkadang, sebagai kodratnya, selalu membuatnya lupa akan prinsip hidupnya.
Tanpa harus mengetuk pintu, dia langsung buka engsel pintu hingga terbukalah pintu kamar itu. Sebelum benar-benar dia memasuki kamar, dia siapkan sudah sebuah senyuman yang telah lama di simpannya, yang lama seolah terkubur, yang telah lama hilang.
โAssalamuโalaikumโฆโ ucapnya, setelah sempurna terbukanya pintu, tak lepas pula senyuman yang telah dipersiapkannya pun terlihat.
โWaโalaikumsalam.โ Hanya itulah yang di dengar Habibah. Dia tahu maksud dari jawaban salam sebeku itu. Baginya keterkejutan yang dia dapati. Kini dari seorang Aby Mahbub adalah suatu kewajaran. Dia merindukan Aby.
Langsung berlarilah dia ke pelukan Aby, setelah dia dengar jawaban salam dari Aby. Tanpa menunggu izin dari Aby bahwa dia ingin memeluk Aby. Dan seketika itu pulalah
semakin lengkap sudah keterkejutan yang mengerubung hati dan pikiran Aby.
Dan saat pelukan hangat dari seorang Habibah kembali dirasakannya, baru saat itulah dia kembali bisa mendengar suara, sebuah suara yang sangat lama tak pernah didengarnya.
โAku rindu kakakโฆ aku sayang kakakโฆ maafkan aku, kakโฆโ terasa tercekatlah Habibah mengucapkannya setelah ketiga kalimat itu mampu terungkap. Lengkap sudahlah tangisannya tuk bisa menahannya. Kini deraslah sudah tangisan Habibah seolah tak ada lagi penghalang baginya.
Sedangkan apa yang terjadi pada Aby, tak jauh berbeda dengan apa yang terjadi dengan Habibah. Air matanya mengalir secara tiba-tiba. Dia tak mampu menjawab apa pun. Meski ingin sekali dia berkata-kata, namun yang dialaminya lebih tak mampu melakukannya.
Sakitnya menahannya. Aby hanya bisa membalas pelukan hangat seorang Habibah. Aby memeluknya dengan sangat erat dan tersedu.
Begitu lama keduanya beradu tangis dalam pelukan hangatnya kerinduan. Seolah hal itu
menjadi alasan untuk keduanya tak ingin melepaskan pelukan itu. Namun banyaknya yang ingin Habibah sampaikan, dia pun akhirnya mau melepaskannya.
Namun yang terjadi setelah keduanya telah usai berpelukan, tanpa mengeluarkan kata๏ฟพkata, Habibah langsung membantu kakaknya untuk menaiki kursi roda. Dan dia pun mendorongnya.
โAkankah kau membawaku ke suatu tempat?โ Tanya Aby, memecahkan kediaman antara keduanya.
Mendengarnya, langsung tersenyumlah Habibah, โTak ada yang tahu, kakโฆ aku pun tidak. Biarlah Allah yang biarkan langkah kaki ini membawa kita kemanaโฆโ jawab Habibah.
โKau yakin akan membuatku berubah?โ Tanya Aby lagi.
Sedikit bingung lah Habibah mendengar pertanyaan Aby yang dia sendiri kini sedang
dipertanyakan oleh hatinya, namun Habibah berusaha bisa menjawabnya.
โInsyaAllah.โ Sembari berusaha untuk tersenyum.
Habibah menghentikan langkahnya, setelah berada tepat di dalam taman rumahnya.
Sedangkan Aby, mendapati Habibah membawanya ke taman. Langsung menahan tawa lah Aby. Memang benar kini Aby hampir lupa dengan adanya taman di belakang rumahnya, namun setidaknya dia juga pernah ketahui keberadaan taman itu.
Padahal dia telah berpikir Habibah akan membawanya ke suatu tempat, dimana tempat itu tak pernah diketahuinya.
Saat Habibah tahu bahwa Aby kini sedang menahan tawanya, langsung bertanyalah dia.
โAda yang lucu, kak?โ
Sedangkan Aby langsung menjawab, โKurasa kau pun tahu di sisi mananya yang ingin
membuatku tertawa.โ
Habibah menyungging senyum sinis. Dia pun berjalan sedikit menjauhi Aby dan dia pun
mulai menunjukan pada Aby apa yang sebenarnya ingin ditunjukannya. Dan saat itulah
Aby tercengang melihatnya. Baru pertama kali itu Aby melihat sebuah hal yang bukan hanya ada di dongeng, namun di kehidupannya.
Taman yang begitu tertata rapi, tatanan yang tak ada perubahan sedikitpun dari sejak
keduanya masih kecil. Dimana terdapat pohon-pohon yang berjajaran rapi itu tiba-tiba
bergerak. Pohon yang sejenis berkumpulan dengan sendirinya secara perlahan. Tanah di
sekelilingnya seolah berputar dengan sendirinya secara perlahan.
Ada dua pohon besar yang awalnya berhadapan dengan jarak lebih dari 100 meter, kini telah berdampingan hanya menyisakan jarak sejauh 2 meter. Kedua pohon besar itu membelah seolah hancur, namun perlahan kedua pohon itu tiba-tiba membentuk sebuah jembatan yang memisahkan antara taman dan ladang.
Dimana ada aliran air diantara taman dan ladang. Hingga dengan jembatan itulah kini dia lihat mampu untuk ke ladang yang berada di selatan aliran air itu.
โSetiap hari aku kesana, kakโฆ pergi ke ladang untuk membantu Ibu. Dulu sewaktu kita
masih kecil, kita tak pernah tahu bagaimana cara Ibu berladang? Kita juga tak pernah tahu
sejatinya apa yang tersembunyi? Dan ternyata inilah yang ada. Bila kita berdiri tepat di
tengah-tengah gundukan tanah di taman ini, akan terbentuklah jembatan pemisah antara
keduanya.โ Jelas Habibah pada Aby.
Lalu Habibah pun bertanya,โTerkejutkah kakak dengan semua ini?โ
Dimana saat itu juga, tersadarlah Aby dari keterkejutannya yang panjang. Dia pun
menoleh pada Habibah, dia bertanya, โApa?โ
Tersenyumlah Habibah, jelas saja hal itu membuktikan baginya tanpa harus Aby jawab,
secara tidak langsung dia telah menjawab bahwa dia bukan hanya terkejut, namun seolah tak percaya.
โAda apa kak? Kakak baik-baik saja, kan?โ
Sambil tersenyum, โIyaโฆ baik-baik saja,,, dan beginilah!โ terdiam lah dia sejenak, lalu kembali berkata, โTerimakasih.โ Ucapnya tiba-tiba.
Langsung digenggam lah tangan Aby oleh Habibah setelah mendengarnya. โKakak
memang harus ketahui hal ini juga, bukan? Dan kenapa harus berterimakasih?โ
โTerimakasih karena kau telah mampu membuatku tersenyumโฆโ
Dan tersenyumlah Habibah. Begitu pula Aby, hingga menampakan lesung di pipinya.
Seketika itu, menyeruak lah kegembiraan yang Aby rasakan, hanya melihat senyum Habibah.
...****************...
Sepeda motor terus saja melaju lurus hingga sampailah tepat di tempat parkir kampus.
Setelah dia parkirkan dengan tepat, tatapannya pun menelisik ke sekitarnya. Yang dia lihat
begitu ramai namun sunyi.
Masing-masing sibuk dengan sendirinya. Meski jalanan terlihat begitu penuh. Perlahan dia menggeleng, lalu dia pun mulai beranjak menjauhi tempat parkir dan menuju ke kelasnya.
Di tengah perjalanan, kedua tatapannya seketika mengerut begitu merasa terheran. Dia
pun langsung berjalan mendekat. Dia mencoba menyapa dengan sebuah salam.
โAssalamuโalaikumโฆโ
Sedangkan langsung menjawab terkejut lah seseorang yang telah dia ucapkan salam
olehnya.
โWaโalaikumsalamโฆโ
Dia coba memberikan sebuah senyuman terbaiknya, dimana hingga tampaklah lesung di
pipinya, lalu dia pun berkata dengan cara se sopan mungkin.
โIbu sepertinya sedang membutuhkan bantuan? Bisakah saya bantu?โ
โSubhanallah!...โ pekiknya, lalu berkata,โIya, nakโฆ aku ingin ke sini, tepatnya temui tempat yang bisa membantu pendaftaran anak saya dengan jalur beasiswa hafal Qurโan 30 Juzโฆ tapi aku gak tahu dimana tempatnya?โ
โSubhanallahโฆโ pekiknya lirih, setelah mendengar niat mulya seorang Ibu di depannya.
Lalu dia pun berkata, โIbu langsung ke ruang TUโฆ bila Ibu tidak tahu tempatnya, bolehkah
saya bisa antar?โ
โAllahu akbar!โ pekik Ibu itu lagi, lalu kembali melanjutkan, โKau selalu menawarkan
diri, nakโฆ seharusnya aku yang membutuhkan bantuanmu, nakโฆโ
Tersenyumlah dia, sembari berkata, โTak ada hal itu, Buโฆ bila Allah memang telah menuliskan bahwa memulyakanNya salah satunya dengan cara memulyakan yang lebih tuaโฆโ
โBarakallah!โ pekik Ibu itu lagi.
Kembali tersenyumlah dia, terlebih setelah mendengar pertanyaan Ibu itu, โBolehkah aku
tahu siapa namamu, nak?โ
โAhmad Habibi, panggil saja Ahmadโฆ, Ibu siapa?โ
โAisyah Ahibbaโฆ panggil saja aku layaknya Ibumu, nakโฆ tanpa memanggil namaโฆโ
โBaiklah Ibu, mari saya antarโฆโ dia sembari tersenyum. Aisyah pun ikut tersenyum.
Seusai Aisyah diantarkan oleh Ahmad, Aisyah pun langsung berterimakasih padanya dan
mengatakan bahwa dia tak tahu harus membalasnya dengan bentuk apa.
โAh, Ibu terlalu berlebihanโฆ anggap saja semua yang telah terjadi sebagai bonus kelelahan dari yang Ibu rasakan,โ ucap Ahmad.
โSungguh terpuji, nakโฆ andai saja bila kau menjadi menantuku, nakโฆโ
Tersenyumlah Ahmad, โAmiin, InsyaAllahโฆโ
Kembali tersenyumlah Ahmad, โUcapan Ibu adalah doโa, bila Allah menghendaki, aku pun tak bisa mengelaknyaโฆโ ucap Ahmad, lalu dia melanjutkan,
โKalau boleh saya tahu, Ibu memiliki berapa anak?โ
โAda dua, nakโฆ putra dan putriโฆ mereka kembar.โ
โSiapa nama putra Ibu?โ
โAby Mahbub.โ
Terdiamlah Ahmad mendengar jawaban Aisyah. Dia pun membatin, โBukankah dia yang waktu ituโฆโ dan seketika itu pula pikirannya pun melayang tak berkedip.
Tin! Tin! Tin!
Tiiiiinnโฆ
Brakh!
โWoy! Hei kau!โ
โAyoโฆ! Ayo! Tolong diaโฆโ
โLaporkan polisi! Tangkap sopir pick up!โ
โTapi, tadi saya melihatnyaโฆโ
โSudah biarlah Allah urusan motor yang telah menabrak dahulu itu! Yang penting sudah
jelas yang melindas langsung kaki korban, dari pick up itu! Dan serahkan pada polisiโฆโ
โAh betapa bodohnya aku bisa menabrak seseorang hingga terjadi kecelakaan pick up?!
Allahโฆ aku sangat berdosa, apa yang harus kulakukan?โ
โSiapa nama korban?โ
โAby Mahbub, Pak polisiโฆโ
โAby Mahbub?!.. Oh tidak! Kenapa Aby?! Aku harus segera pergi. Semoga kelak aku
bisa membalas yang kulakukan tanpa sepengetahuanmu, Allahโฆ ridloi hamba.โ
โNakโฆโ Aisyah memanggil.
Seketika langsung tersadarlah Ahmad dari lamunannya, dan dia mencoba tersenyum.
Pikirannya bercampur aduk. Meski dia tahu nama Aby Mahbub bukan hanya putra dari Ibu Aisyah di depannya. Namun entah apa yang membuat hatinya meyakini Aby Mahbub putra Aisyah.
โIya Ibuโฆโ jawabnya kemudian.
โMengapa kau tak bertanya juga nama putriku? Kenapa hanya nama putrakuโฆ?โ
Kini tertawalah Ahmad sembari menjawab,
โKarena saya berpikir, tak mungkin aku
melamar putra Ibuโฆ Bila aku bertanya tentang putri Ibu, begitu terkesan bahwa diriku ingin
melamar putri Ibuโฆ heheheโฆโ
โAh, nak Ahmad bisa sajaโฆโ
โTapi, Buโฆ aku ingin tahu juga siapa nama putri Ibu?โ
โNama putriku sederhana, nakโฆ bahkan sering terdengarโฆโ
โUmmu Habibah.โ
Degh!
Seolah kedua nama yang telah disebutkan Aisyah tak ada lagi selain nama-nama yang untuk kedua kalinya membuat Ahmad terkejut. Namun kini benar-benar lemas lah sekujur tubuhnya, langsung menelan ludah lah dia. Dia tak mampu gambarkan kini suasana hatinya sendiri.
Sedangkan saat itu juga, Aisyah berpamitan sehingga semakin lengkaplah
kegalauannya.
Dia hanya mampu pandangi langkah menjauhnya Aisyah, seusai menjawab salam dari Aisyah. Terus saja dia pandangi hingga ke ujung mata memandang sampai tak lagi terlihat titik-titik jejaknya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
siska mentari
ku bava berulang2. sehingga paham sya . haduhhhh
2021-04-05
2
Hany ๐ฉ
like
2021-02-12
2