Sekuntum Harapan 2

Bersama berlari ke dapur menuju Sang Ibu berniat untuk mengganggu dengan rengekan

keduanya. Sang Ibu telah mengira sebelumnya dari sebelum kedua anaknya sampai didekatnya. Riuh terdengar keduanya merengek.

โ€œIbu, Ibu, Ibuโ€ฆ ayo makanโ€ฆโ€

โ€œIbu, aku buatkan nasi telur mata sapiโ€ฆโ€

โ€œAku juga Bu, tapi aku nasi gorengโ€ฆโ€

โ€œAku dibuatkan dulu Ibu,โ€

โ€œJangan Ibu, aku dulu ajaโ€ฆ aku kakaknya.โ€

Habibah menatap sinis pada Aby, โ€œHeh! Antri lah kak!โ€ dorongnya pada Aby.

Aby membalasnya, โ€œAku yang lebih tua!โ€ sambil mendorong Habibah.

Habibah kembali membalas, โ€œAku yang memesan makanan terlebih dahulu, Aby!โ€

โ€œTidak, aku juga,!โ€

Sedangkan Sang Ibu merasa sangat bising dengan kedua anaknya yang terus bertengkar.

Dia pun langsung menjewer telinga masing-masing.

โ€œIiihโ€ฆ kalian nakal!โ€ ucapnya, sembari tetap menjewer telinga keduanya, Sang Ibu

membawanya ke kamar Aby.

โ€œTunggu disini! Dan Ibu akan masak kan! Sekarang kalian bermaafan!โ€ ucap Aisyah,

setelah dia lepas jewerannya.

Bersamaan, keduanya malah saling acuh membuang muka. Melihatnya, jeweran Aisyah

pun kembali dilayangkan ke telinga Habibah dan Aby. Bersamaan akhirnya mereka merintih.

โ€œAduh, aduuuhโ€ฆโ€

Aisyah melepaskannya, โ€œBagaimana, masih tidak mau meminta maaf? Habibah?!

Aby?!โ€

โ€œIya iya! Minta maaf!!โ€ keduanya berbicara serempak.

โ€œEh! Eh! Bukan begitu, Habibah dulu yang minta maaf! Kamu sebagai adiknya,โ€ ucap Aisyah.

โ€œAku minta maaf!โ€ ketus Habibah berucap.

โ€œIya.โ€ Jawab Aby.

Aisyah menggeleng, โ€œHabibahโ€ฆ coba minta maaf yang tulus, nakโ€ฆ setiap manusia dianugerahi hatiโ€ฆ dan apa guna hati bila tidak saling memaafkan?โ€ ucapnya.

Habibah tatap Sang Ibu sejenak, dia membenarkan dalam hati. Perlahan, diapun raih tangan Aby, dia bersalaman sembari berkata.

โ€œMaafkan aku, kakโ€ฆโ€

Aby pun tersenyum, hingga terlihatlah lesung di pipinya, โ€œIya, dekโ€ฆ aku juga.โ€ Lalu tanpa pamit dulu, dia pun melayangkan ciuman ke pipi Habibah.

โ€œEmmuah!โ€ lalu berkata, โ€œAku sayang Habibah.โ€

Sedangkan Habibah diam tercengang

tak membalas, dia hanya membalas kata-kata Aby dalam hati. Sedangkan Aisyah langsung

mengelus kepala Aby dan Habibah.

โ€œItu baru anak yang baik.โ€ Lalu dia tinggalkan kedua anaknya untuk lanjut memasak.

...****************...

Bermain di kamar Aby berdua, meski tak jarang mereka bertengkar. Namun Aby tak pernah menyembunyikan rasa sayangnya pada saudara kembarnya. Berbeda dengan Habibah,

dia hanya mampu tersenyum bila Aby mengungkapkan perasaan sayangnya. Namun baru kali itu Aby mendengar Habibah membalasnya.

โ€œAku sayang adikโ€ฆโ€ ucap Aby, sembari memeluk Habibah dari belakang.

โ€œAku juga sayang kakakโ€ฆโ€

Tok Tok Tok!

Suara ketukan pintu disertai terdengar pula suara Sang Ibu.

โ€œBoleh Ibu masuk, nak?โ€

โ€œAh iyaโ€ฆ masuklah Ibuโ€ฆโ€

Aby mengusapi air matanya, bersamaan dengan itu Sang Ibu pun masuk. Terlihatlah olehnya gelengan kepala Sang Ibu, Aby berusaha tersenyum.

โ€œAh anakku, ada apa gerangan kah kau menangis, nak?โ€ tanya Aisyah. Sembari berjalan mendekat dengan membawakan makanan dari Habibah yang ada di meja kamar itu.

โ€œAku teringat sewaktu kecil dulu bersama Habibah,โ€ ucap Aby, saat setelah

mengucapkannya, tiba-tiba saja air matanya kembali mengalir begitu saja.

Aisyah langsung terdiam. Dia pun berusaha mengalihkan pikiran anaknya. โ€œYa sudah,

ayo makan duluโ€ฆโ€

โ€œAku boleh makan tanpa di suapi?โ€

Dengan sedikit terpana mendengarnya, Aisyah pun berikan makanan itu pada Aby,

โ€œSilahkan, nakโ€ฆโ€ ucapnya. Aby pun makan perlahan-lahan, sembari mengingat sosok

adiknya. Dan ingatan tadi, terputar kembali begitu saja.

โ€œBenarkah? Apa bukti bila kau juga sayang aku?!โ€ tantang Aby, dengan tetap masih memeluk Habibah dari belakang.

Mendengarnya, Habibah langsung melepaskan pelukan Aby, dimana hal itu sempat membuatnya terkejut. Namun dia tak tahu apa yang dilakukan Habibah.

โ€œEmmuah!โ€ Habibah kecup pipi Aby. Saat itulah semakin dibuat terkejut lah Aby oleh Habibah. Lalu Habibah berkata,

โ€œAku sayang kakak, itu buktinya.โ€

Mendengarnya, langsung dipeluk lah Habibah oleh Aby, begitu erat.

โ€œIya aku percaya bahwa kau juga sayangโ€ฆ semoga tak kau lupakan, dekโ€ฆโ€

โ€œAku takkan lupakan, kakโ€ฆโ€

...****************...

Di tengah lapangan terus berlari menuju tempat pembayaran administrasi kampus.

Namun sayangnya, setelah dia sampai di tempat, TU telah mengutus tentang pembayaran administrasi kampus pada masing-masing kosma di kelas.

Betapa payahnya dia, dia pun menelisik ke lapangan. Hanya melihat kanan kiri tuk menghibur kedua matanya, yang sejatinya sembari berharap akan ada kosma kelasnya, yang berjalan kesana kemari.

Namun nihil yang ada. Setelah dirasa kepayahannya sedikit mereda, dia pun

memutuskan untuk kembali ke kelas. Saat perjalanan melewati lapangan yang begitu luas

untuk kedua kalinya, seseorang tiba-tiba berjalan berdampingan tepat di samping kirinya.

โ€œKu lihat sepertinya kau tersesat.โ€ Ucapnya tiba-tiba.

Langsung menoleh lah dia, โ€œAhmad?โ€ betapa terkejut dia kini dengan siapa yang

dilihatnya.

Yang disebut namanya hanya menganggukkan kepala. Namun dia masih belum yakin,

kembali dia bertanya untuk kedua kalinya,

โ€œAhmad Habibi??โ€

Akhirnya Ahmad pun menjawab, โ€œIya Syauqi!โ€ sembari dia pukul lengan Syauqi, setelah

itu juga langsung berpelukan lah keduanya.

โ€œOh, Ahmadโ€ฆ sejak kapan kau menjadi seorang mahasiswa?!โ€ tanya Syauqi.

โ€œAku semester lima, qiโ€ฆโ€ jawab Ahmad. Kini mereka duduk berhadapan berteman

secangkir kopi di kantin kampus.

Syauqi menganggukkan kepala, โ€œOohโ€ฆโ€ sembari menjawabnya.

โ€œKalau kamu? Sepertinya kamu senior ku?โ€

โ€œSudah dari dulu!โ€ sahut Syauqi.

Ahmad pun terbahak, โ€œDasar wajah tua!โ€ ucapnya.

โ€œBiarlahโ€ฆ sudah pantas ke pelaminan iniโ€ฆโ€ candanya. Syauqi pun kembali meneguk

kopinya.

โ€œAh kau! Memangnya sudah ada calon?โ€

โ€œHemโ€ฆ pikirkan itu nanti.โ€

โ€œLalu kau nikah dengan siapa? Kebo?!โ€

Keduanya pun terbahak.

Lalu Ahmad mengalihkan pembicaraannya ke topik lain. โ€œSekarang kamu tinggal dimana?โ€

Sedangkan mendengar pertanyaan Ahmad, Syauqi langsung meletakkan cangkirnya dan

memekik,

โ€œAh itu yang mau aku tanyakan padamu, Ahmad.โ€

โ€œAku tetap di pondok, Syauqiโ€ฆโ€

โ€œPondok yang dulu?โ€

โ€œIya, gakโ€ฆ Pondok yang berada tepat di belakang kampus iniโ€ฆโ€

โ€œOoohโ€ฆโ€ sambil mengangguk.

โ€œLah kamu gimana? Jawab jugalah pertanyaan ku.โ€ Sela Ahmad.

โ€œOh iya, lupa! Sekarang aku tinggal bersama bibi kuโ€ฆ usai skripsi nanti aku check out!โ€

โ€œKenapa gak sekalian wisuda?โ€

โ€œAku rindu seseorang di sanaโ€ฆโ€

โ€œPacarmu yang dulu?โ€ Ahmad coba menebak. Syauqi menggeleng.

โ€œLantas?โ€

โ€œAku tak tahu dia di mana, tapi aku ingin kembali saja. Mungkin saja Allah mentakdirkan kita sama-sama kembali?โ€

Mendengarnya, Ahmad pun tersenyum sembari mengangguk.

โ€œLalu, bila saat kau kembali tapi ternyata dia malah datang ke sini, bagaimana?โ€

Langsung meringis lah Syauqi mendengar ucapan Ahmad,

โ€œWaduh! Kalau itu aku juga tak tahuโ€ฆโ€

โ€œKalau aku boleh saran, sebaiknya kamu jauhi saja pertanyaan ku dengan pengandaian mu seperti tadiโ€ฆ mungkin saja Allah mengabulkannya.โ€

Langsung terdiam lah Syauqi mendengarnya. Dia hanya mampu membenarkan dalam

hati. Namun perlahan memory masa lalunya terputar begitu saja tentang ucapan bijak dari

mantan kekasihnya yang tak mampu dilupakannya. Dia pun akhirnya menjawab.

โ€œBila hal itu memang benar terjadiโ€ฆ biarlah seperti itu, karena Allah mungkin memang telah menuliskan begituโ€ฆ semuanya telah tertulis.โ€

Kini Ahmad yang dibuatnya terdiam. Syauqi mengerti dengan kediaman Ahmad. Dia pun langsung menepuk lengan Ahmad, sembari berkata.

โ€œTenanglah! Aku takkan bisa berkata seperti itu bila bukan karena diaโ€ฆโ€

โ€œDia siapa?โ€ tanya Ahmad dengan penuh pertanyaan.

Syauqi terdiam sejenak. Karena telah lama dia tak menyebut-nyebut nama mantan kekasihnya itu. Ingin pula sebenarnya dia alihkan pembicaraan hingga takkan dia sebut nama mantan kekasihnya. Namun, sepertinya dia lebih berkenan untuk menyebutkannya.

โ€œUmmu Habibah.โ€ Jawab Syauqi. Karena bagi Syauqi, hanya cukup dengan menyebut nama Habibah, rasa rindunya pada Habibah sedikit terobati.

Keduanya pun terdiam. Syauqi merangkai kenangan dulu saat masih bersama-sama

Habibah, tepatnya saat pertemuan terakhirnya di stasiun untuk mengantar Habibah, Ahmad

tercengang saat terdengar kembali nama seorang Habibah. Ingatannya tak kunjung pupus.

Betapa dia ingin melihatnya, hanya cukup melihat Habibah saja. Lebih-lebih bila dia bisa

benar-benar menjadi sosok yang tak terlupakan dalam hidup seorang Ummu Habibah.

...****************...

Tok! Tok! Tok!

Tangan mengetuk pintu kamar Sang Ibu. Malam itu dia tak tahu dengan apa yang dirasakannya. Mimpi yang baru saja telah menghiasi tidurnya seperti menjadi bunga. Bunga yang sangat berduri. Membuat Habibah hanya menyisakan ketakutan belaka.

โ€œIbuโ€ฆ Ibuโ€ panggil Habibah akhirnya, memberanikan diri untuk memanggil Sang Ibu.

โ€œAda apa anakku? Masuklah, nakโ€ฆโ€ ucap Sang Ibu setelah terjaga dari tidurnya.

Habibah pun langsung masuk ke kamar Sang Ibu, dan setelah itu langsung dipeluk lah

Sang Ibu dengan sangat erat. Sembari bercerita,

โ€œAku bermimpi ada 3 ular mendatangiku, Bu. Dua dari tiga ular itu bertengkar di depanku. Satu ular pergi begitu saja, satunya lagi menggigitku, Buโ€ฆ sedang yang tidak bertengkar hanya datang di dekatku, sangat dekat. Ular yang pergi itu aku ikuti, dan aku menangis di sana, karena ternyata ular itu tak lagi bernyawaโ€ฆโ€ Habibah mengakhiri ceritanya. Lalu dia tatap Sang Ibu dengan penuh kekhawatiran.

โ€œAku takut, Ibuโ€ฆ apa maksud dari mimpiku?โ€

Habibah terdiam sejenak, seolah sedang mengingat sesuatu. Setelah dia rasa

mengingatnya, dia kembali berkata,

โ€œAda sebuah mawar putih di mimpiku juga, namun dia penuh dengan darah. Dia ada di

genggamanku. Tangisanku membuat darah itu mengalirโ€ฆโ€

Kini Habibah pun menangis, โ€œAku takutโ€ฆโ€ semakin erat lah pelukannya. Mendengar cerita dari mimpi Habibah yamg kedua, langsung terdiam lah Sang Ibu. Dan perlahan dibelai lah rambut Habibah dengan penuh kelembutan.

Dengan lembut pula, Aisyah pun berkata โ€œLahaula wala quwwata illa billahโ€ฆ tiada daya upaya dan kekuatan kecuali dengan Allahโ€ฆ berdoโ€™alah, nakโ€ฆ tak ada yang bisa tahu takdir dan tak ada yang bisa merubahnya setiap manusia, kecuali dengan doโ€™aโ€ฆ serahkan segalanya kepada Allahโ€ฆ Insya Allah! Semuanya tak akan buruk, Insya Allah! Semua akan baik-baik sajaโ€ฆโ€

Setelah Habibah tenang, dan Aisyah pun juga telah tenang, dia pun berkata, โ€œTidurlah di

samping Ibu, nakโ€ฆ besok Insya Allah Ibu bangunkanโ€ฆโ€

Habibah pun mengangguk. Lalu dia pun tidur dengan Sang Ibu di kamarnya Sang Ibu.

Malam pun berlalu. Di pagi harinya, Habibah bangun lebih awal dibanding Aisyah. Dia pun

bangunkan pula Sang Ibu.

Setelah Sang Ibu bangun, Aisyah langsung beranjak dari tempat tidurnya sambil

memekik โ€œAstagfirullah!โ€ lalu hendak berlalu dari hadapan Habibah. Namun Habibah pun

menahannya,

โ€œIbu mau kemana?โ€

Aisyah pun menoleh, โ€œBangunkan Abyโ€ฆโ€

Sedang saat ini juga, Habibah pun turun dari tempat tidur Sang Ibu, berjalan mendekat

hingga berada tepat di hadapan Sang Ibu, dia pun berkata lirih,

โ€œBiar aku saja yang bangunkan kakakโ€ฆโ€ ucap Habibah dengan tersenyum. Sedangkan

mendengarnya, tercengang lah Aisyah. Habibah melanjutkan,

โ€œIbu ambil air wudhu, aku yang akan bangunkan kakakโ€ฆ kita jamaah,โ€ ucapnya.

Terharu lah Aisyah mendengarnya. Dia pun mengangguk dengan penuh kepercayaan, dan

langsung beranjak ke kamar mandi. Dan Habibah saat itu juga berjalan menuju kamar Aby, tanpa terasa satu tetes air mata mengalir di pipinya. Dia segera mengusapnya. Terasa sesak di dadanya.

Dia menyadari dengan keputusannya. Dan dia tahu Sang Ibu pasti juga mengerti keadaannya.

Dia ketuk pintu kamar Aby dengan lembut tanpa mengeluarkan kata-kata apapun. Dia

masih belum berani kembali menyebut nama kakaknya, sedangkan entah berapa lama

kemudian, setelah dia berikan tiga kali ketukan, ada satu sahutan dari dalam,

โ€œIya Ibuโ€ฆ aku sudah bangun,โ€

Habibah pun membuka perlahan pintu kamar itu, dan setelah dia tangkap sosok Aby, dan Aby pun menatap dirinya, tak lama kemudian Habibah kembali menutup pintunya sesegera mungkin. Dan dia pun percepat langkahnya menjauhi kamar Aby.

Terkejut lah Aby dengan apa yang dilihatnya. Dia sangat-sangat tak percaya dengan hal

itu. Seorang adiknya berani untuk menatapnya untuk yang pertama kalinya setelah bertahun๏ฟพtahun tak pernah berkumpul lagi. Dia seolah menjadi sesak sejenak, melihat sosok

Habibah yang telah datang ke kamarnya untuk membangunkannya.

Saat Habibah memasuki kembali kamar Sang Ibu, Sang Ibu pun langsung memanggilnya, menyadarkan Habibah dari keterkejutannya.

โ€œAyo, nakโ€ฆ kau jadi imamโ€ฆโ€

Habibah pun tersenyum. Dia ingin mengelak, namun keterkejutannya menghalanginya,

buat dia tak mampu menjawab apapun selain dengan berikan senyuman. Dan dengan Sang Ibu, Habibah kembali mendapatkan ketenangan dari Allah. Dan dengan Sang Ibu, untuk yang

kedua kalinya Habibah merasa tak lagi di sesakkan oleh keadaan.

...****************...

Hari telah berlalu begitu cepat. Kini datanglah senja yang menghiasi hari, memenuhi gagasan langit di angkasa. Habibah datang dari melakukan pekerjaannya yang mulia, membantu Ibu. Dengan keringat yang masih terlihat sisa-sisanya, dia duduk sejenak di luar rumah, berharap akan ada hembusan angin senja yang mampu mengejutkan tubuh dan pikirannya.

Sang Ibu datang kepadanya dengan membawa segelas susu putih kesukaannya. Dia pun

tersenyum. โ€œMakasih, Ibuโ€ฆโ€ ucapnya, sembari meneguk susu buatan Sang Ibu.

โ€œBagaimana perkembangannya, nak?โ€ tanya Sang Ibu. Setelah duduk tepat di samping

Habibah.

Habibah kembali tersenyum, โ€œAlhamdulillahโ€ฆ kacang mulai tumbuhโ€ฆ cabai mulai menghijau, Insya Allah seminggu lagi panen kedua tumbuhan ituโ€ฆโ€

Aisyah tersenyum, senang mendengarnya. Sedikit lama keduanya terdiam dalam kesunyian, Habibah tetap sambil menghabiskan susu putih buatan Sang Ibu. Lalu perlahan Sang Ibu memecahkan segala kesunyian itu, dimana sebelumnya dia tarik nafas panjang dan menghembuskan nya.

โ€œKita hidup, bagaikan tumbuhan-tumbuhan yang kini kau tanamโ€ฆ dia hidup dengan bantuan tangan-tanganmuโ€ฆ Allah menghidupkannyaโ€ฆ dia tumbuh sempurna, berkembang indah dan pesat, karena ketelatenan dan kesabaran yang ada dari dirimuโ€ฆ kita pun begitu, kita akan indah pada saatnya, bila kita ditumbuhkan dengan kasih sayang dan kesabaran dari orang yang telah dititipi kita oleh Allahโ€ฆโ€ ucap Sang Ibu.

Saat habislah susu putih di gelasnya, saat setelah dia dengar kata-kata Sang Ibu, saat itulah dia dibuat tercengang, melayangkan pikirannya pada apa yang dijelaskan Sang Ibu lewat kata-katanya itu, dengan tanpa sedikitpun berkedip.

Dia pahami kata-kata Sang Ibu, dengan lamunannya dia bertanya-tanya apa maksud Sang Ibu mengucapkan hal itu. Karena selama ini, dia dengar segala nasehat Sang Ibu dan masing๏ฟพmasing terdapat maksud tersendiri.

Habibah pun bertanya,

โ€œBolehkah aku tahu apa maksud dari semua itu, Bu?โ€ ucapnya dengan hati-hati, dia tak

ingin menyinggung perasaan Sang Ibu.

Sedangkan setelah mendengar pertanyaan Habibah, langsung tersenyumlah Aisyah. Dan

perlahan, dia pun menjawab.

โ€œKau benar anakku, setiap kata diucapkan pasti akan ada maksud di dalamnyaโ€ฆโ€ Aisyah

diam sejenak, lalu melanjutkannya, โ€œKetahuilah, nakโ€ฆ bahwa aku memiliki dirimu bukan

dengan jalan yang mudah, aku memilikimu karena aku memiliki harapan di dalamnya, aku

memilikimu dengan merawat mu penuh kasih sayang serta seluruh jiwa raga kesabaran aku

persembahkan, aku memilikimu semata tak lain hanya ingin yang terbaik untukmu, karena

aku memilikimu semata hanya mengharapkan Ridlo Allah dari sejak kelahiran mu hingga

nanti kembali mu kepadaNyaโ€ฆโ€

Dengan tatapan sayu Habibah ingin sekali memeluk Sang Ibu. Aisyah ketahuilah akan

hal itu, dia menahan dengan isyarat tangannya, Habibah pun tersipu, dia mengangguk dan

langsung beranjak masuk rumah, lalu membersihkan dirinya.

Setelah malam tiba, Habibah hanya terdiam di kamarnya. Dia telah siapkan struktur

kegiatan malamnya saat itu. Menulis. Segala tentang yang ada di hati dan pikirannya.

๐š‚๐šŽ๐š๐šŽ๐š๐šž๐š” ๐šŠ๐š—๐š๐š๐šž๐š› ๐šœ๐šž๐š๐šž๐š‘๐šŠ๐š— ๐™ณ๐šŽ๐š ๐šŠ ๐šœ๐šŽ๐š˜๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š‹๐šŽ๐š๐š’๐š๐šž ๐š‘๐šŠ๐š–๐š‹๐šŠ๐š› ๐š‹๐š’๐š•๐šŠ ๐š๐š’ ๐š‹๐šŠ๐š—๐š๐š’๐š—๐š ๐š๐šŽ๐š—๐š๐šŠ๐š— ๐šœ๐šŽ๐šŒ๐šŠ๐š—๐š๐š”๐š’๐š› ๐š๐šŽ๐š‘ ๐š‹๐šž๐šŠ๐š๐šŠ๐š— ๐™ธ๐š‹๐šž ๐šž๐š—๐š๐šž๐š”๐š”๐šž ๐š๐š’๐š–๐šŠ๐š—๐šŠ ๐š•๐šŽ๐š‹๐š’๐š‘ ๐š–๐šŽ๐š—๐šŠ๐š—๐š๐š’๐š—๐š๐š’ ๐š”๐šŽ๐š—๐š’๐š”๐š–๐šŠ๐š๐šŠ๐š— ๐šŠ๐š—๐š๐š๐šž๐š› ๐š๐š’ ๐š•๐š’๐š๐šŠ๐š‘๐š”๐šž.

๐š‚๐šŽ๐š“๐šž๐š๐šŠ ๐š‘๐šŠ๐š›๐šŠ๐š™๐šŠ๐š— ๐š๐šŽ๐š›๐š๐šŠ๐š“๐šŠ๐š– ๐š๐šŠ๐š•๐šŠ๐š– ๐š๐šŠ๐š๐šŠ. ๐™ท๐šŠ๐š• ๐š’๐š๐šž ๐šœ๐šž๐šŠ๐š๐šž ๐šŠ๐š•๐šŠ๐šœ๐šŠ๐š— ๐šž๐š—๐š๐šž๐š”๐š”๐šž ๐š‹๐šŽ๐š›๐šŠ๐š๐šŠ ๐š๐š’ ๐š๐šž๐š—๐š’๐šŠ.

๐™ผ๐šŽ๐š—๐šŽ๐š›๐š’๐š–๐šŠ ๐š๐šŠ๐š–๐š™๐šž๐š—๐š๐šŠ๐š— ๐š๐šŠ๐š›๐š’ ๐šƒ๐šž๐š‘๐šŠ๐š— ๐š๐šž๐š” ๐š–๐šŽ๐š—๐šŽ๐š–๐š™๐šŠ๐š๐š’๐š—๐šข๐šŠ. ๐™ฐ๐š”๐šž ๐š‘๐šŠ๐š—๐šข๐šŠ ๐š‹๐š’๐šœ๐šŠ ๐š“๐šŠ๐š•๐šŠ๐š—๐š’ ๐šœ๐šŽ๐š๐š’๐šŠ๐š™ ๐š•๐š’๐š”๐šž๏ฟพ๐š•๐š’๐š”๐šž๐™ฝ๐šข๐šŠ, ๐š๐šŽ๐š›๐š“๐šŠ๐š—๐š ๐šœ๐šŽ๐š๐š’๐šŠ๐š™ ๐š๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐™ฝ๐š—๐šข๐šŠ, ๐š๐šŠ๐š— ๐š๐šŽ๐š›๐šœ๐šŽ๐š—๐šข๐šž๐š– ๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐š”๐šŽ๐š‹๐šŽ๐šœ๐šŠ๐š›๐šŠ๐š—๐™ฝ๐šข๐šŠ.

๐š‚๐šŽ๐š˜๐š›๐šŠ๐š—๐š ๐šŠ๐š—๐šŠ๐š” ๐š๐š’๐šŒ๐š’๐š™๐š๐šŠ๐š”๐šŠ๐š—๐™ฝ๐šข๐šŠ, ๐šœ๐šŽ๐š˜๐š›๐šŠ๐š—๐š ๐™ธ๐š‹๐šž ๐š๐š’๐š‘๐šŠ๐š๐š’๐š›๐š”๐šŠ๐š—๐™ฝ๐šข๐šŠ. ๐™บ๐šŽ๐š‹๐šŽ๐šœ๐šŠ๐š›๐šŠ๐™ฝ๐š—๐šข๐šŠ ๐š๐šŽ๐š›๐š‘๐šŠ๐š–๐š™๐šŠ๐š›, ๐š—๐šŠ๐š–๐šž๐š— ๐š‘๐šŠ๐š—๐šข๐šŠ ๐š‹๐šŽ๐š‹๐šŽ๐š›๐šŠ๐š™๐šŠ ๐šœ๐šŠ๐š“๐šŠ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š–๐šŠ๐š–๐š™๐šž ๐š™๐šŠ๐š‘๐šŠ๐š–๐š’ ๐šœ๐šŽ๐š๐šŠ๐š•๐šŠ๐š—๐šข๐šŠ.

๐™บ๐šŽ๐š‘๐šŠ๐š–๐š™๐šŠ๐šŠ๐š—, ๐š”๐šŽ๐šœ๐šŠ๐š•๐šŠ๐š‘๐šŠ๐š—, ๐š๐šŠ๐š— ๐š”๐šŽ๐š”๐š‘๐š’๐š•๐šŠ๐š๐šŠ๐š—. ๐š‚๐šŽ๐š–๐šž๐šŠ๐š—๐šข๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š ๐šŠ๐š›๐š—๐šŠ๐š’ ๐š”๐šŽ๐šœ๐šž๐šŒ๐š’๐šŠ๐š— ๐š๐š’ ๐š๐šž๐š—๐š’๐šŠ๐™ฝ๐šข๐šŠ. ๐™ฐ๐š”๐šž ๐š–๐šŽ๐š—๐šข๐šŠ๐š๐šŠ๐š›๐š’ ๐š‘๐šŠ๐š—๐šข๐šŠ ๐šœ๐šŽ๐š๐š’๐šŠ๐š™ ๐š‹๐š’๐š•๐šŠ ๐šŠ๐š”๐šž ๐š–๐šŽ๐š–๐šŠ๐š‘๐šŠ๐š–๐š’. ๐™ฑ๐šŽ๐š๐šŠ๐š™๐šŠ ๐š‘๐š’๐š—๐šŠ ๐šœ๐šŽ๐š˜๐š›๐šŠ๐š—๐š ๐š‘๐š’๐š—๐šŠ ๐šœ๐šŽ๐š™๐šŽ๐š›๐š๐š’๐š”๐šž. ๐™ท๐š’๐š—๐š๐š๐šŠ ๐š‹๐šŽ๐š›๐š๐šŠ๐š–๐š‹๐šŠ๐š‘๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š›๐šŠ๐šœ๐šŠ๐š—๐šข๐šŠ ๐š”๐šŽ๐š‘๐š’๐š—๐šŠ๐šŠ๐š— ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐šŠ๐š๐šŠ ๐š๐šŠ๐š•๐šŠ๐š– ๐š๐š’๐š›๐š’๐š”๐šž.

๐™ผ๐šŠ๐šŠ๐š๐š”๐šŠ๐š—๐š•๐šŠ๐š‘, ๐šŠ๐š–๐š™๐šž๐š—๐š’๐š•๐šŠ๐š‘, ๐š๐šŠ๐š— ๐š๐šŽ๐š›๐š’๐š–๐šŠ๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š๐šŠ๐šž๐š‹๐šŠ๐š๐š”๐šžโ€ฆ ๐š–๐šž๐š—๐š๐š”๐š’๐š— ๐š–๐šŽ๐šœ๐š”๐š’ ๐š‘๐šŠ๐š—๐šข๐šŠ ๐š‘๐šŠ๐š›๐šŠ๐š™๐šŠ๐š—. ๐šƒ๐šŠ๐š™๐š’ ๐šŠ๐š”๐šž ๐š‹๐šŽ๐š›๐šž๐šœ๐šŠ๐š‘๐šŠ ๐šœ๐šŽ๐š•๐šŠ๐š•๐šž ๐š™๐šŽ๐š›๐šŒ๐šŠ๐šข๐šŠ๐š’ ๐šŠ๐š™๐šŠ๐š™๐šž๐š— ๐š”๐šŽ๐š‘๐šŽ๐š—๐š๐šŠ๐š”๐™ผ๐šž.

๐™บ๐šž ๐šŒ๐š’๐š™๐š๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š—-๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š—, ๐š—๐šŠ๐š–๐šž๐š— ๐šœ๐šŽ๐š“๐šŠ๐š๐š’๐š—๐šข๐šŠ ๐™ด๐š—๐š๐š”๐šŠ๐šž ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š–๐šŽ๐š—๐š๐š‘๐šŠ๐š๐š’๐š›๐š”๐šŠ๐š—๐š—๐šข๐šŠ. ๐™ฑ๐šŽ๐š›๐š’๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š”๐šŽ๐š›๐š’๐š๐š•๐š˜๐šŠ๐š—๐™ผ๐šž ๐š™๐šŠ๐š๐šŠ ๐šœ๐šŽ๐š๐š’๐šŠ๐š™ ๐šŒ๐šŠ๐š‘๐šŠ๐šข๐šŠ ๐š‘๐š’๐š๐šŠ๐šข๐šŠ๐š‘ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š‹๐šŽ๐š›๐šž๐šœ๐šŠ๐š‘๐šŠ ๐š”๐šž ๐š๐šŠ๐š™๐šŠ๐š’โ€ฆ ๐™ฐ๐š”๐šž ๐š’๐š—๐š๐š’๐š— ๐š‘๐šŠ๐š—๐šข๐šŠ ๐™ด๐š—๐š๐š”๐šŠ๐šž ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š๐šŠ๐š‘๐šž ๐šŠ๐š™๐šŠ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐šŠ๐š”๐šž ๐š›๐šŽ๐š—๐šŒ๐šŠ๐š—๐šŠ๐š”๐šŠ๐š—, ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐šŠ๐š”๐šž ๐šœ๐šŽ๐š—๐š๐š’๐š›๐š’ ๐š๐šŠ๐š” ๐š๐šŠ๐š‘๐šž ๐™บ๐šŠ๐šž ๐š๐šŠ๐š”๐š๐š’๐š›๐š”๐šŠ๐š— ๐š”๐šŠ๐š™๐šŠ๐š— ๐š๐šŠ๐š—

๐šœ๐šŽ๐š™๐šŽ๐š›๐š๐š’ ๐šŠ๐š™๐šŠโ€ฆ

๐™ธ๐š—๐šœ๐šข๐šŠ๐™ฐ๐š•๐š•๐šŠ๐š‘!

Kedua mata terpejam sempurna, pena masih di sela-sela mengapitnya jemari. Nafas

terhembus secara perlahan. Ketenangan pun mulai dirasakan tanpa ada yang merencanakan

lagi.

...****************...

Terpopuler

Comments

Ulul Princessnyaa Ummi

Ulul Princessnyaa Ummi

ceritanya kayak gimana gitu,aqnya kurang paham

2021-03-24

2

Evi Andriani

Evi Andriani

bahasanya masyaalah cantik.

2021-02-12

3

๐ŸŒปRuby Kejora

๐ŸŒปRuby Kejora

3 like mendarat

2021-02-11

2

lihat semua
Episodes
1 Gejolak Hati
2 Gejolak Hati 2
3 Sekuntum Harapan
4 Sekuntum Harapan 2
5 Rahasia Hati
6 Luluhnya Hati
7 Masih melekat
8 Penyamaran
9 Penyamaran 2
10 Rasa Ingin Tahu
11 Rasa Yang Telah Hilang
12 Hamba Allah
13 Persatuan Jiwa
14 Malik
15 Senyuman Terbaik
16 Kekhumulan Seseorang
17 Pesan Dari Syauqi
18 Sauqi
19 Ummu Habibah
20 Ali
21 Penyamaran
22 Teman Akrab
23 Kerinduan Hati
24 Kasih Sayang Habibah
25 Kata Hati Habibah
26 Tanpa Sadar
27 Pengakuan Cinta
28 Fii Lauhim Mahfudz
29 Rindu Habibah
30 Kasih Sayang Aby Mahbub
31 Siapakah Idris?
32 Dia Pacarku
33 Dia Tunanganku
34 Permainan Hati
35 Kejutan untuk Aisyah
36 Privat Number
37 Selalu Bersyukur
38 Kau Cantik
39 Bidadari Surga
40 Liburan Telah Usai
41 Bukanlah Pemalas
42 Syahdu dan Habibah
43 Habis Manis Sepah Di buang
44 Syakwasangka
45 Acuh Tak Acuh
46 Lupa Berkas
47 Di Bawah Rintik Hujan
48 Izin Ibu
49 Syifa
50 Janji Syauqi
51 Kerisauan
52 Agenda Habibah
53 Tatapan Ahmad
54 Hati Tentram
55 Sima' Hafalan
56 Agenda
57 Payung
58 Siapakah Polisi aneh itu?
59 Selang Infus
60 Kecelakaan
61 Ada Apa
62 Dialah Dalangnya
63 Masih Melekat
64 Di Bunuh 2 kali
65 Mencari Habibah
66 Ke Makam
67 Di Rumah Aziz
68 Sebuah Mahar
69 Istri Teladan
70 Tak Mau PHP
71 Kekhawatiran
72 Masa Lalu Kawan nya
73 Tidak Ada Yang Salah
74 Tak Usah Berterima Kasih
75 Ingin Menikah
76 Dimana Habibah
77 Lamaran Pertama
78 Mendekati
79 Kemarahan Habibah
80 Hanya Ingin Tahu
81 Karma
82 Epilog & Tentang Penulis
83 Siapa Yang Ingin?
Episodes

Updated 83 Episodes

1
Gejolak Hati
2
Gejolak Hati 2
3
Sekuntum Harapan
4
Sekuntum Harapan 2
5
Rahasia Hati
6
Luluhnya Hati
7
Masih melekat
8
Penyamaran
9
Penyamaran 2
10
Rasa Ingin Tahu
11
Rasa Yang Telah Hilang
12
Hamba Allah
13
Persatuan Jiwa
14
Malik
15
Senyuman Terbaik
16
Kekhumulan Seseorang
17
Pesan Dari Syauqi
18
Sauqi
19
Ummu Habibah
20
Ali
21
Penyamaran
22
Teman Akrab
23
Kerinduan Hati
24
Kasih Sayang Habibah
25
Kata Hati Habibah
26
Tanpa Sadar
27
Pengakuan Cinta
28
Fii Lauhim Mahfudz
29
Rindu Habibah
30
Kasih Sayang Aby Mahbub
31
Siapakah Idris?
32
Dia Pacarku
33
Dia Tunanganku
34
Permainan Hati
35
Kejutan untuk Aisyah
36
Privat Number
37
Selalu Bersyukur
38
Kau Cantik
39
Bidadari Surga
40
Liburan Telah Usai
41
Bukanlah Pemalas
42
Syahdu dan Habibah
43
Habis Manis Sepah Di buang
44
Syakwasangka
45
Acuh Tak Acuh
46
Lupa Berkas
47
Di Bawah Rintik Hujan
48
Izin Ibu
49
Syifa
50
Janji Syauqi
51
Kerisauan
52
Agenda Habibah
53
Tatapan Ahmad
54
Hati Tentram
55
Sima' Hafalan
56
Agenda
57
Payung
58
Siapakah Polisi aneh itu?
59
Selang Infus
60
Kecelakaan
61
Ada Apa
62
Dialah Dalangnya
63
Masih Melekat
64
Di Bunuh 2 kali
65
Mencari Habibah
66
Ke Makam
67
Di Rumah Aziz
68
Sebuah Mahar
69
Istri Teladan
70
Tak Mau PHP
71
Kekhawatiran
72
Masa Lalu Kawan nya
73
Tidak Ada Yang Salah
74
Tak Usah Berterima Kasih
75
Ingin Menikah
76
Dimana Habibah
77
Lamaran Pertama
78
Mendekati
79
Kemarahan Habibah
80
Hanya Ingin Tahu
81
Karma
82
Epilog & Tentang Penulis
83
Siapa Yang Ingin?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!