Gejolak Hati 2

Barang-barang sibuk tuk di kemas ke dalam tas besarnya. Persiapan dengan rasa sedikit

tergesa, itu yang selalu di rasakan setiap waktu-waktu akan pulang ke kampung halaman, sedikit tak dia sukai pula hal itu.

Dia raih ponselnya yang ada di kantong roknya. Dia sesegera mungkin untuk hubungi

kekasihnya, tuk ketahui bagaimana kepastiannya, apakah dia akan di antar Syauqi sampai

stasiun atau dia biarkan saja berangkat sendiri.

โ€œHallo, assalamuโ€™alaikumโ€ฆ sudah siap-siap?โ€

Habibah langsung bertanya, saat ada telpon dari Syauqi setelah dia kirim satu pesan padanya.

โ€œWaโ€™alaikumsalam, sudah kok sayangโ€ฆโ€

โ€œSudah mandi juga berarti?โ€ sedikit ragu Habibah menanyakannya, dia tahu Syauqi seperti bagaimana kebiasaannya.

โ€œHeโ€™emโ€ฆ dingin sayangโ€ฆโ€

โ€œPakai jaket, ya sudah aku tunggu yaโ€ฆโ€

โ€œIyaโ€ฆ oh iya sayang, gak keberatan kan kita jalan-jalan dulu?โ€

โ€œIya sayang, terserah! Selagi aku masih ada di siniโ€ฆโ€

โ€œMakasih sayangโ€ฆโ€

Setelah di tutup telpon keduanya, Habibah langsung berganti pakaian. Sekitar lima belas

menit dia menunggu kedatangan Syauqi, tak lama kemudian, datanglah dia.

โ€œBagaimana pakaianku?โ€ tanya Habibah, menunjukkan pakaian yang di pakainya. Gamis

berwarna hijau dan bermotif putih itu baru di pakainya. Sengaja dia pakai bila hendak

berpulang ke kampung halamannya.

Syauqi yang melihatnya sembari tersenyum-senyum kagum dengan perbedaan

penampilan Habibah saat itu yang terkesan berbeda.

โ€œTampak anggun, sayangโ€ฆโ€ ucap Syauqi.

Habibah pun tersenyum, terlihat jelas kabut dingin di pagi buta itu langsung terhangatkan

oleh senyuman yang memerah di pipinya.

โ€œYang benar?โ€

โ€œIyaโ€ฆ beneran!โ€

Lagi-lagi bila tersipu langsung melayang lah pukulan manja Habibah di lengan Syauqi.

Dan Syauqi pun hanya menyisakan senyuman.

โ€œYa sudah ayo berangkat!โ€ seru Habibah, lalu dia membonceng pada Syauqi.

Motor pun melaju kencang meninggalkan rumah yang Habibah tempati. Tak lupa dia kunci rumah itu. Namun satu hal terlupa. Awalnya Syauqi sebenarnya ingin menanyakan hal itu, namun dia lebih terbius oleh kegembiraan yang terpancar dari wajah manis kekasihnya, sehingga dibatalkan lah niatan itu. Dan Habibah sejak saat itu seolah menjadi orang pikun.

Sesampainya di depan stasiun, motor pun menghentikan lajunya. Syauqi mulai bingung.

Hendak dia bawa jalan-jalan kemanakah Sang kekasih tercintanya? Dia masih berhenti.

Habibah yang tak terlalu betah berada di atas motor yang tak berlaju pun, akhirnya bertanya

juga.

โ€œKenapa sayang?โ€

โ€œGak papaโ€ฆ hanya bingung sajaโ€ฆ mau kemana kita? Stasiun masih sepiโ€ฆ kalau ke rumah makan pun di pagi buta seperti ini belum ada yang bukaโ€ฆ bagaimana?โ€

Terlihatlah Habibah juga berpikir akan hal itu setelah mendengar penjelasan kekasihnya.

Dia mengangguk-angguk paham. Namun tak berapa lama kemudian, dia pun mengusulkan,

โ€œKita di ruang tunggu stasiun sajalahโ€ฆโ€ ucapnya.

โ€œHemโ€ฆโ€ Syauqi pun tampak berpikir, dia menatap ke kejauhan, sedikit memicingkan kedua tatapannya. Kemudian dia mengangguk,

โ€œIyalahโ€ฆ ayo!โ€ dia menyetujui akhirnya. Motor pun kemudian Syauqi parkir kan. Berdua

akhirnya memilih bukan jalan-jalan, namun duduk-duduk di kursi tunggu yang ada di dalam stasiun.

Lama berbincang-bincang berdua, namun tiba-tiba teringat lah Habibah pada hal yang

terlupakan.

โ€œAstaghfirulloh!โ€ pekik Habibah akhirnya saat mendengar ucapan Syauqi yang membuatnya teringat sesuatu.

โ€œKenapa sayang?โ€ Syauqi terheran.

โ€œAku lupa! Aku belum pamitan dengan Syahdu, ya Allahโ€ฆ astaghfirullohโ€ฆโ€ berkali๏ฟพkali dia sesali.

โ€œIya sayang, tadinya aku mau ingatkan hal itu, namun sepertinya tadi memang kamu terlalu senang, jadi aku mengurungkan niatku untuk bertanya,โ€

โ€œAduhโ€ฆ benarkah?โ€ Habibah tetaplah merasa bersalah. Dengan segera, dia raih ponselnya dan mengirimkan pesan singkat pada Syahdu.

๐™ฐ๐š๐šž๐š‘ ๐š‚๐šข๐šŠ๐š‘๐š๐šž ๐šš๐šž ๐šœ๐šŠ๐šข๐šŠ๐š—๐šโ€ฆ ๐š–๐šŠ๐šŠ๐š ๐š”๐šŠ๐š— ๐šŠ๐ššโ€ฆ ๐šŠ๐šš ๐š•๐šž๐š™๐šŠ ๐š๐šŠ๐š” ๐š™๐šŠ๐š–๐š’๐š ๐š™๐šŠ๐š๐šŠ๐š–๐šž ๐š๐š.

๐™ฐ๐šš ๐š‹๐šŽ๐š—๐šŽ๐š›2 ๐š•๐šž๐š™๐šŠโ€ฆ ๐šŠ๐šš ๐š–๐šŽ๐š—๐šข๐šŽ๐šœ๐šŠ๐š• ๐š๐šŽ๐š›๐š‹๐šž๐š›๐šž2. ๐šƒ๐š™ ๐šŠ๐šš ๐šž๐š๐š‘ ๐š ๐šœ๐š๐šŠ๐šœ๐š’๐šž๐š—.. ๐š–๐šŠ๐šŠ๐š

Dengan sangat menyesal, dia kirim satu pesan itu. Sedangkan Habibah masih tetap saja gelisah. Tak biasanya dia seperti itu. Syahdu selalu menjadi orang pertama yang dia pamiti di setiap dia hendak berjauhan dengan sahabatnya itu. Dia tetaplah bingung meski telah kirimkan sebuah pesan permintaan maaf. Tak berapa lama ada balasan dari Syahdu.

๐šƒ๐šŠ๐šž๐š”๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š‹๐šŠ๐š‘! ๐™ฟ๐š˜๐š”๐š˜๐š”๐š—๐šข๐šŠ๐šŠ ๐š‘๐šŠ๐š›๐šž๐šœ ๐š™๐šŠ๐š–๐š’๐š ๐š๐šž๐š•๐šž ๐š™๐šŠ๐š๐šŠ ๐šš!

Langsung cemas lah, sekujur tubuhnya pun langsung tak tenang. Habibah tunjukkan

pesannya pada Syauqi, berharap akan ada saran dari Syauqi bagaimana lebih baiknya balasan

Habibah pada pesan Syahdu yang seperti itu.

โ€œCoba kamu suruh saja Syahdu untuk datang ke sini sayangโ€ฆ dari pada kamu bingung begitu. Bila dia tak mau apa boleh buat.โ€

โ€œKamu tak mau antarkan ku sayang?โ€

Syauqi menggeleng. Habibah tak enak rasa untuk mengulang pertanyaannya. Dia tahu

kekasihnya telah rela mengantarkan hanya demi dirinya, meskipun dalam keadaan masih

lelah datang dari bekerja langsung mengantarnya. Tak dia pikir panjang-panjang kembali, dia langsung ikuti saja saran dari Syauqi.

๐š‚๐šข๐šŠ๐š‘๐š๐šž ๐š–๐šŠ๐šŠ๐š๐š”๐š— ๐šŠ๐ššโ€ฆ ๐š‹๐šŽ๐š๐š’๐š—๐š’ ๐šœ๐šŠ๐š“๐šŠ, ๐šŠ๐š”๐šž ๐š๐šŠ๐š” ๐šŽ๐š—๐šŠ๐š” ๐š‹๐š’๐š•๐šŠ ๐šŠ๐šš ๐š–๐š’๐š—๐š๐šŠ ๐š‚๐šข๐šŠ๐šž๐šš๐š’ ๐šž/ ๐š–๐š—๐š๐š—๐š๐šŠ๐š› ๐šš๐šž ๐š”๐š–๐š‹๐šŠ๐š•๐š’ ๐š•๐š & ๐š–๐š˜๐š—๐š๐šŠ๐š› ๐š–๐šŠ๐š—๐š๐š’๐š›โ€ฆ ๐š”๐š– ๐š๐šŠ๐š๐šŠ๐š—๐š ๐šข๐šŠ ๐š”๐šŽ๐šœ๐š’๐š—๐š’ ๐š‚๐šข๐šŠ๐š‘๐š๐šžโ€ฆ

๐šŠ๐šš ๐š–๐š˜๐š‘๐š˜๐š—โ€ฆ ๐šŠ๐šš ๐š’๐š—๐š๐š’๐š— ๐š‹๐šŽ๐š›๐š๐šŽ๐š–๐šž ๐š๐š๐š— ๐š–๐šž ๐šž/ ๐šข๐š ๐š๐šŽ๐š›๐šŠ๐š”๐š‘๐š’๐š› ๐š”๐šŠ๐š•๐š’ ๐šœ๐š‹๐š•๐šž๐š– ๐šž๐šœ๐šŠ๐š’๐š—๐šข๐šŠ ๐š•๐š’๐š‹๐šž๐š›๐šŠ๐š— ๐š’๐š—๐š’โ€ฆ

Meski cemas tetap mengerubung. Setidaknya hati telah sedikit tenang dengan saran dari

Syauqi. Namun, dia tetap berharap ada balasan meski kenyataan belum ada. Lama, dan

sedikit lama Habibah harapkan balasan dari Syahdu. Beberapa detik kemudian,

๐™ท๐šŠ๐š‹๐š’๐š‹๐šŠ๐š‘, ๐š“๐šŽ๐š–๐š™๐šž๐š ๐šŠ๐šš ๐š ๐š™๐š’๐š—๐š๐šž ๐š๐šŽ๐š›๐š‹๐šŠ๐š—๐šโ€ฆ ๐šŠ๐šš ๐š–๐šŠ๐š•๐šž ๐š–๐šŠ๐šœ๐šž๐š” ๐šœ๐š—๐š๐š’๐š›๐š’โ€ฆ

Terkejut lah bukan kepalang dia baca pesan dari Syahdu saat itu juga. Langsung terperanjatlah dia dari duduknya, hingga Syauqi pun langsung bertanya,

โ€œKenapa sayang?โ€

Dengan perasaan yang tak dapat lagi di ungkapkan seperti apa bahagianya dia dapati

pesan dari Syahdu, dia hanya mampu menjawab tergagap.

โ€œDiaโ€ฆ dia di depan sayangโ€ฆโ€

โ€œSyahdu?โ€

Habibah hanya mengangguk. Kegembiraan yang tak dapat terlukiskan, di raut wajahnya

menyampaikan hal itu.

โ€œYa sudah sih,โ€

โ€œTapi dia minta jemput,โ€

โ€œYa sudah jemputโ€ฆโ€ dengan santai Syauqi menjawab, karena dia tahu kekasihnya sangat bahagia. Dan Habibah pun tanpa basa-basi lagi dia langsung berjalan ke depan. Saat itu jugalah, perasaan berkecamuk, antara bahagia, haru, sayang, senang melihat kedatangan Syahdu. Hal itu semua tergambar dari sikap keduanya yang tiba-tiba saja terkesan dingin menghangatkan, bukan hangat mendinginkan!

โ€œSyahdu sayangโ€ฆ.โ€ Langsung di peluklah Syahdu olehnya, โ€œAku tak menyangka, sungguh-sungguh tak menyangka kamu benar-benar datangโ€ฆโ€

Sedangkan kegembiraan yang tergambar dari Syahdu berbeda, dia menghentak, โ€œSsst!

Sudah diamlah! Cium aku!โ€ ucapnya.

Habibah pun ciumi pipi kanan kiri Syahdu. Lalu Syahdu melanjutkan kata-katanya, โ€œAku

pergi ini demi kamu! Tanpa izin ibuku, aku berangkat nekat tauk! Aku sayang sama kamu!โ€

โ€œAku jauh lebih menyayangimu Syahduโ€ฆโ€ dan kembali dia peluk Syahdu. Kemudian berdua masuki ruang tunggu. Sambil berkata-kata lah Habibah tentang kekasihnya. Karena dia menyadari, baru saat itu jugalah Syahdu tahu wujud seorang kekasih Habibah, Syauqi.

โ€œDialah kekasihku, Syauqiโ€ฆโ€ bisik Habibah.

โ€œMana?โ€ bisik Syahdu pula. Berdua hanya berani berbisik-bisik.

โ€œYang berjamper merah.โ€

Dari kejauhan Syauqi sendiri telah ketahui pasti, bahwa akan dikucilkan lah dia. Namun dia memang yang menyarankan, dia pun dengan lapang dada membiarkan kekasihnya

berbincang dengan selainnya, toh dia hanyalah sahabat.

Setelah berada di tengah-tengah antara Syauqi dan Syahdu, dan setelah Syahdu membisikkan sesuatu pada Habibah, dia pun langsung berkata pada Syauqi.

โ€œSayang dia ingin berkenalanโ€ฆโ€

โ€œIya bolehโ€ฆ.โ€

โ€œSyahduโ€ฆโ€ ucap Syahdu, memperkenalkan diri. Dia tatap sejenak Syauqi sembari

menganggukkan kepala sedikit, tanda perkenalannya, lalu dia kembali pada posisi semula.

Syauqi membalas perkenalan itu sebagaimana yang Syahdu lakukan, sembari berucap,

โ€œSyauqiโ€ฆโ€

Percakapan antara Syahdu dan Habibah pun terjadi, Habibah menjadi tetaplah serba salah. Meski dia telah di persilahkan oleh Syauqi untuk berbincang saja dengan sahabatnya.

Karena Syauqi tahu, pasti mereka akan sangat rindu nantinya pada Habibah, seperti apa yang

akan dirasakannya pula nantinya.

...****************...

โ€œPeluk aku,โ€ ucap Syahdu.

โ€œKan tadi udah?โ€ jawab Habibah.

โ€œLagi! Untuk terakhir kali sebelum liburan berakhir.โ€

Habibah pun langsung memeluk sahabatnya. Seketika rasa sayang pun langsung menyelimuti, sekelebat bayang-bayang berkata, andai dia bisa memeluk Syauqi juga di depan semua orang.

Namun hal itu segera di buangnya. Dia hanya bisa cium tangan Syauqi dengan rasa tunduk padanya. Sembari berkata dalam hati, โ€œAku sangat menyayangimu sayangโ€ฆ.โ€ Dia tatap Syauqi, Syauqi pun begitu, dia tahu maksud tatapan Habibah. Dalam hati, Syauqi juga berkata, โ€œI love you sayangโ€ฆ I love you

Habibahโ€ฆโ€ dan di depan Syahdu, Syauqi memberanikan diri mencium tangan Habibah.

Seketika bercampur aduk lah perasaan yang di rasakan Habibah. Syahdu tersenyum cemburu melihatnya. Dia juga sangat menyayangi Habibah. Setelah Syauqi lakukan hal itu, tepat saat Habibah hendak melangkah, dia panggil Habibah. Dan langsung saja dia peluk kembali sahabatnya.

โ€œHati-hati wahai sahabatโ€ฆ kamu bukan hanya sahabat, tapi kamu saudarakuโ€ฆ bukan hanya itu, tapi kamu kakakkuโ€ฆโ€

๐˜›๐˜ถ๐˜ถ๐˜ถ๐˜ต๐˜ต!! ๐˜›๐˜ถ๐˜ถ๐˜ถ๐˜ต๐˜ต!!!

Suara terompet, layaknya hal itu kebanyakan orang menyebut, itulah suara teropong

kereta yang berbunyi membangunkan Habibah dari tidur sejenak nya, di mana hingga membuat ponselnya terjatuh di lantai kereta.

Bayang-bayang yang beberapa lama berlalu dan menjadi kenangan itulah, yang tak bisa di lupakan nya pulalah, yang telah membuat dirinya terlelap meski sejenak.

Malu yang ada saat terbangun dilihati oleh dua orang penumpang kereta yang duduk tepat berhadapan dengan bangku yang diduduki nya. Dia pun hanya bisa berkata-kata sendiri

beralasan untuk meyakinkan dua orang yang melihatnya bahwa dia sangat tak sadar.

โ€œHeheโ€ฆ ngantuk sekaliโ€ฆ sampai jatuh,โ€ dia sedikit sisakan tawa tersipu nya.

Namun hal itu tetaplah secuplik dari sekian kehidupan di dunia baginya. Dia tetap harus

selalu coba pahami, meski tak jarang dia alami keluputan. Tak lama kemudian, stasiun tujuannya pun telah sampai. Dia segera berkemas untuk turun dari kereta.

Seketika itu dimana sejuta kegugupan dan kekhawatiran yang awalnya dia rasakan pun

hilang begitu saja, menginjak tanah tempatnya di besarkan sangatlah menenangkan, meski dia tahu tempat itu tidaklah lebih baik dari tempat dia menuntut ilmu. Dia terus berjalan sempoyongan karena terlalu lama duduk, sembari melihat-lihat isi kabar di ponselnya.

Saat di lihatnya, ada satu pesan masuk sari Sang Ayah, dia pun memutuskan untuk langsung menelpon.

โ€œHallo, assalamuโ€™alaikum, ayah dimana?โ€ tanyanya, sambil tetap berjalan.

Dan setelah usai, sekaligus dia tahu dimana ayahnya menunggunya, dia pun langsung

menuju tempat itu. Dan setelah dia dapati Sang Ayah, perasaan pun langsung kembali

bercampur aduk. Dengan ribuan peraturan pribadi Sang Ayah, dia kembali mendengarnya,

bukan hanya setiap dia di datangi. Terkesan membosankan, namun baginya tetaplah

Ayahnya. Yang telah mampu membesarkannya dengan peraturan-peraturan yang jauh dari

kesejatian seorang Ayah di kota maupun desa.

โ€œAssalamuโ€™alaikum,โ€ dia ucapkan salam. Tak lupa dia ciumi tangan Sang Ayah, tanda tunduk patuhnya pada Sang Ayah.

โ€œWaโ€™alaikumsalamโ€ฆ tunggu di mobil, aku akan belikan mu minumโ€ฆโ€ ucap Sang Ayah.

Habibah tersenyum. Dalam hati dia memekik,

โ€œDialah Ayahkuโ€ฆโ€

Meski mengaturnya dengan ribuan larangan, seolah mengekang, dia tetap bangga pada

Sang Ayah. Terus dia tatap Ayahnya yang berjalan semakin menjauhi, tepatnya pergi ke

warung untuk membelikannya sebotol air mineral. Hanya itu. Bukanlah sesuatu yang

sekiranya akan membahayakan putrinya. Tak lama kemudian, mobil pun melaju dengan

kecepatan sedang. Sang Ayah sungguh mengerti.

Karena memang dialah Sang Ayah.

Habibah menelisik ke luar jendela, melihat sekeliling luar mobil, itulah desanya. Tempat

dia di besarkan. Sangat ramai namun tak berpolusi. Berbeda dengan kota tempatnya menuntut ilmu. Di sepanjang perjalanan menuju rumah, Sang Ayah tiada henti bercakap dengan

Sang Ibu, melalui telpon. Itulah keluarga Habibah, satu sama lain, sangat memperhatikan. Dia menyadari semua itu, termasuk kesalahan-kesalahannya selama ini pada perhatian keduanya.

Dalam lamunannya, Sang Ibu membuat lamunannya buyar, saat ada pesan dari Sang Ibu buatnya, saat di telpon dalam percakapan Sang Ayah dan Ibu.

โ€œNak, Ibumu berkata bahwa dia telah masak kan telor ceplok dan mie untukmuโ€ฆ Ibumu ingin kau cepat sampaiโ€ฆ kedatangan mu telah di tunggu..โ€ ucap Sang Ayah.

โ€œBenarkah?โ€ sedikit terkejut senang Habibah mendengarnya, lalu dia melanjutkan,

โ€œSampaikan pada Ibu bahwa aku akan segera sampai Ayahโ€ฆโ€ jawabnya. Ayahnya mengangguk, dan langsung di sampaikanlah salam darinya pada Sang Ibu.

Dan sesampainya di rumah, semua terjadi seperti biasa, dia cium tangan Sang Ibu.

Dengan perasaan yang sulit tergambarkan pula, dia peluk Ibunya. Sedangkan Sang Ibu untuk

menutupi hal itu, beliau langsung menyuruh Habibah untuk segera ke ruang makan. Senyum bahagianya maupun riang di hati, tak dapat dia sembunyikan.

Dan dari hal itu dia akhiri seperti biasanya, mengambil secarik kertas dan menodainya

dengan bubuhan tinta hitam di atasnya

๐šƒ๐šŽ๐š›๐š”๐šŠ๐š๐šŠ๐š—๐š ๐šŠ๐š”๐šž ๐š‹๐šŽ๐š›๐š™๐š’๐š”๐š’๐š›, ๐šŠ๐š”๐šž ๐š๐šŠ๐š” ๐š’๐š—๐š๐š’๐š— ๐š‹๐šŽ๐š›๐šŠ๐š๐šŠ ๐š๐š’ ๐š๐šž๐š—๐š’๐šŠ, ๐š๐šŠ๐š™๐š’ ๐š”๐šŽ๐š—๐šข๐šŠ๐š๐šŠ๐šŠ๐š—๐š—๐šข๐šŠ ๐š“๐šž๐š๐šŠ ๐šœ๐šŽ๐š•๐šŠ๐š•๐šž ๐š–๐šŽ๐š–๐š‹๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š‘๐š”๐šž ๐šž๐š—๐š๐šž๐š” ๐š‹๐šŽ๐š›๐šœ๐š’๐š”๐šŠ๐š™ ๐š“๐šŠ๐š•๐šŠ๐š—๐š’ ๐šœ๐šŠ๐š“๐šŠ ๐šŠ๐š™๐šŠ ๐šŠ๐š๐šŠ๐š—๐šข๐šŠโ€ฆ

๐™ณ๐šŽ๐š‹๐šŠ๐š›๐šŠ๐š— ๐šŠ๐š—๐š๐š’๐š— ๐š™๐šž๐š— ๐šœ๐šŽ๐š˜๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š–๐šŽ๐š—๐šข๐šŽ๐š–๐š‹๐šž๐š—๐šข๐š’๐š”๐šŠ๐š— ๐š”๐šŽ๐šŠ๐šœ๐š•๐š’๐šŠ๐š—๐š—๐šข๐šŠ. ๐™ท๐šŠ๐š• ๐š’๐š๐šž ๐š“๐šž๐š๐šŠ ๐šœ๐šŽ๐š˜๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š–๐šŽ๐š–๐š‹๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š‘ ๐š๐š’๐š›๐š’๐š”๐šž, ๐šŠ๐š๐šŠ๐š› ๐šŠ๐š”๐šž ๐š“๐šŠ๐š•๐šŠ๐š—๐š’ ๐šœ๐šŠ๐š“๐šŠโ€ฆ ๐š–๐šŠ๐šœ๐šข๐šŠ ๐™ฐ๐š•๐š•๐šŠ๐š‘.. ๐šœ๐šŽ๐š–๐šž๐šŠ ๐š๐šŽ๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š๐š’ ๐š๐šž๐š•๐š’๐šœ ๐š˜๐š•๐šŽ๐š‘ ๐š๐š˜๐š‹๐š‹โ€ฆ

๐™ฟ๐šŽ๐š—๐šŠ ๐š๐šŽ๐š๐šŠ๐š™ ๐š๐š’ ๐š๐šŽ๐š—๐š๐š๐šŠ๐š–๐šŠ๐š—, ๐š•๐šŽ๐š–๐šŠ๐šœ ๐š“๐šŽ๐š–๐šŠ๐š›๐š’๐š—๐šข๐šŠ ๐š๐šŠ๐š” ๐š•๐šŠ๐š๐š’ ๐šŠ๐š๐šŠ ๐š๐šž๐š•๐š’๐šœ๐šŠ๐š— ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š–๐šŽ๐š—๐š๐š๐š˜๐š›๐šŽ๐šœ ๐š๐š’ ๐š”๐šŽ๐š›๐š๐šŠ๐šœ,

๐š”๐šŽ๐š๐šž๐šŠ ๐š–๐šŠ๐š๐šŠ๐š—๐šข๐šŠ ๐š๐šŽ๐š›๐š™๐šŽ๐š“๐šŠ๐š– ๐šœ๐šŽ๐š–๐š™๐šž๐š›๐š—๐šŠ, ๐š๐š’๐šŠ ๐š๐šŽ๐š›๐š•๐šŽ๐š•๐šŠ๐š™ ๐š๐šŽ๐š›๐š‹๐šŠ๐š ๐šŠ ๐š•๐šŽ๐š•๐šŠ๐š‘. ๐™ณ๐šŠ๐š— ๐š๐š’๐š๐šž๐š›๐š—๐šข๐šŠ ๐š™๐šž๐š— ๐š–๐šŠ๐š•๐šŠ๐š– ๐š’๐š๐šž,

๐š๐š’๐šŠ ๐š๐šŽ๐š›๐š‹๐šž๐šŠ๐š’ ๐š๐šŠ๐š•๐šŠ๐š– ๐š–๐š’๐š–๐š™๐š’ ๐š™๐šŠ๐š—๐š“๐šŠ๐š—๐š.

...****************...

Tak ada kabut yang menutupi sedikitpun. Namun perjalanan yang di tempuhnya selalu terasa lambat. Di setiap sisinya padahal telah banyak yang membantunya, tapi hanya dia yang

harus terjang seorang diri badai kehidupan yang bergelombang begitu pasang. Selalu dia coba

berdoโ€™a, walau dia tahu betapa hina dirinya di hadapan Tuhan-Nya, dan walau dia juga tetap

berusaha percaya dan merayu pada Yang Kasih.

Menjalani kehidupan yang hanya membuatnya selalu iri terhadapnya tak lagi dapat di pungkiri, nasehat agar dia sabar tak hanya sekali dia dengar dari Sang pujaan hati. Berkali dia

coba adukan bahwa dia iri pada setiap insan yang di tangkap oleh penglihatannya selalu

menampakkan kelebihan dari pada dirinya, bahwa pula dia inginkan hal yang sama kembali

tak hanya sekali Sang pujaan hati menasehati untuk sabar, karena sesungguhnya hidup itu

Anugerah. Itu yang di dengarnya dari Sang pujaan hati.

Selama bersama Sang pujaan hati tak pernah dia ingat hal lain kecuali dia. Baginya dia separuh jiwanya. Setiap yang dilakukannya kini pun hanya demi Sang pujaan hati. Hingga

membuatnya sempat terheran pada suatu waktu, dimana untuk yang pertama kalinya

sesenggukan tangisan dia alami hanya karena mengingat dan membayangkan Sang kekasih.

Tak pernah di alami sebelumnya menangisi seorang wanita.

Apapun bila dia hendak melakukan sesuatu, tak pernah lepas untuk ketahui pula apa yang dilakukan Sang kekasih. Baginya hal kecil yang sering di tanyakan akan lebih mengena

di hati di banding hal besar hanya sekali untuk di ketahui. Dan dia tahu kata-katanya mampu

membius obat cinta pada Sang kekasih. Dan hal itu baginya bukan suatu rayuan, tak ingin dia

merayu seperti pertama dulu, karena kini yang ada hanya kesungguhan hati.

Dia tak pernah merasa menyesal dengan apapun yang dilakukannya bila telah karena

Sang pujaan hati. Rela segala kesusahan dia terjang. Senyuman tetap berusaha dia ciptakan,

meski yang dia inginkan senyuman itu ada hanya bila Sang kekasih berada di dekatnya.

Benar sudah apa yang mereka jalani penuh dengan liku-liku dan terhiasi suka. Tak ada

ketakutan lagi bagi keduanya untuk mengenal lebih dekat lagi dari sebelumnya. Kata-kata

mesra bukan lagi sekedar istilah, tapi suatu pelengkap hubungan yang mereka kini jalani.

Siang malam di hiasi kelelahan tak lagi dia peduli, bila setiap deru nafasnya hanya ada Sang kekasih.

๐“ค๐“ถ๐“ถ๐“พ ๐“—๐“ช๐“ซ๐“ฒ๐“ซ๐“ช๐“ฑ

๐“๐“ฑ๐“ถ๐“ช๐“ญ ๐“—๐“ช๐“ซ๐“ฒ๐“ซ๐“ฒ

Hingga tak jarang nama keduanya di tulis di setiap angan-angan sepinya, dalam lamunan

panjangnya.

Mungkin baginya terlalu indah Sang kekasih di bandingkan dengan seorang Ahamd, seperti dirinya. Dia selalu menyadari itu. Tak malu pula selalu dia sindir kan hal itu di setiap dia hubungi Sang kekasih lewat seluler miliknya. Terkadang dia bersyukur dengan kehidupannya kini, karena dengan adanya perubahan zaman itulah dia bisa mengenal Sang kekasih. Meski dia sadar, dia tak pernah bisa lepas dengan adanya perubahan itu. Yang menjadi temannya, kekasihnya, bila di lihat oleh pandangan mata sejatinya hanyalah sebuah ponsel genggam. Sedangkan dia tak inginkan hanya sekedar suara dan gambar yang dia lihat.

Dan bila dia selalu ingat, dia akan tersenyum dengannya, terlebih mengingat suara lembut Habibah dan kata-kata Habibah di setiap mendengarnya.

...****************...

๐™บ๐šŠ๐š”, ๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š’ ๐š”๐šŠ๐š”๐šŠ๐š” ๐š๐šŠ๐š‘๐šžโ€ฆ ๐šŠ๐š”๐šž ๐š๐šŠ๐š” ๐š™๐šŽ๐š›๐š—๐šŠ๐š‘ ๐š‹๐šŽ๐š›๐š—๐š’๐šŠ๐š ๐šœ๐šŽ๐š๐š’๐š”๐š’๐š๐š™๐šž๐š— ๐šž๐š—๐š๐šž๐š” ๐š“๐šŠ๐šž๐š‘๐š’ ๐š”๐šŠ๐š”๐šŠ๐š”, ๐šŠ๐š”๐šž ๐šœ๐šž๐š๐šŠ๐š‘ ๐š๐šŽ๐š›๐š•๐šŠ๐š—๐š“๐šž๐š› ๐šœ๐šŠ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š๐šŠ๐š— ๐šœ๐šŠ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š’๐š—๐š’ ๐š๐šŠ๐š” ๐š–๐šž๐š—๐š๐š”๐š’๐š— ๐š‹๐š’๐šœ๐šŠ ๐š‘๐š’๐š•๐šŠ๐š—๐š ๐š‹๐šŽ๐š๐š’๐š๐šž ๐šœ๐šŠ๐š“๐šŠ ๐š–๐šŽ๐šœ๐š”๐š’ ๐š—๐šŠ๐š—๐š๐š’ ๐š”๐šŠ๐š”๐šŠ๐š” ๐š๐šŽ๐š›๐š—๐šข๐šŠ๐š๐šŠ ๐š‹๐šž๐š”๐šŠ๐š— ๐š–๐š’๐š•๐š’๐š”๐š”๐šžโ€ฆ ๐šŠ๐š”๐šž ๐š๐šŠ๐š‘๐šž ๐š”๐šŠ๐š”๐šŠ๐š” ๐š๐šŠ๐š” ๐šœ๐šŽ๐š๐šŠ๐š–๐š™๐šŠ๐š— ๐š•๐šŽ๐š•๐šŠ๐š”๐š’ ๐šœ๐šŽ๐š™๐šŽ๐š›๐š๐š’ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š”๐šŽ๐š‹๐šŠ๐š—๐šข๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐š”๐šž

๐š”๐šŽ๐š—๐šŠ๐š•, ๐š”๐šŠ๐š”๐šŠ๐š” ๐š๐šŠ๐š” ๐šœ๐šŽ๐š”๐šŠ๐šข๐šŠ ๐š™๐šŽ๐š“๐šŠ๐š‹๐šŠ๐š ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐šŠ๐š๐šŠ, ๐š”๐šŠ๐š”๐šŠ๐š” ๐š๐šŠ๐š” ๐šœ๐šŽ๐š™๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š’ ๐š™๐šŠ๐š›๐šŠ ๐™ถ๐šž๐š›๐šž ๐š‹๐šŽ๐šœ๐šŠ๐š›, ๐š๐šŠ๐š™๐š’ ๐šŠ๐š”๐šž ๐š๐šŽ๐š›๐š•๐šŠ๐š—๐š“๐šž๐š› ๐šŒ๐š’๐š—๐š๐šŠ ๐š”๐šŠ๐š”๐šŠ๐š”, ๐š๐šŠ๐š— ๐šŒ๐š’๐š—๐š๐šŠ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐š™๐šŽ๐š›๐š‹๐šŠ๐š’๐š”๐š’ ๐šœ๐šŽ๐š๐šŠ๐š•๐šŠ๐š—๐šข๐šŠ ๐šœ๐šŠ๐šข๐šŠ๐š—๐šโ€ฆ

Dia pun sadar bahwa hal itu tak mungkin keluar dari suatu kepura-puraan. Dia yakin. Dia percaya. Sejak saat dulu, saat itu, sampai sekarang. Bahwa mungkin Habibah di takdirkan untuk hadir dalam kehidupannya.

โ€œHabibahโ€ฆ Habibahโ€ฆ tahajjud, nakโ€ฆโ€

Langsung terperanjat lah Habibah dari tidurnya. Dia langsung terduduk, terkejut bukan karena suara Sang Ibu yang membangunkannya untuk solat tahajjud. Namun, karena mimpi

dialah yang membuatnya terkejut.

Sang Ibu membuka pintu kamarnya, sembari bertanya, โ€œSudah bangun?โ€

โ€œSudah buโ€ฆโ€ jawabnya, masih dengan suara yang terdengar berat.

โ€œYa sudah, langsung wudhu dan jangan lupa solatโ€ฆโ€

Habibah mengangguk, Sang Ibu meninggalkannya tanpa menutup kembali pintu kamar Habibah. Sedangkan Habibah masih terngiang akan mimpinya, dia sejenak merenungi apa gerangan hal itu. Namun, kemudian dia segera menuruti nasehat Sang Ibu.

โ€œMungkin akan lebih baik bila aku berdoโ€™a padaNyaโ€ฆโ€ ucapnya.

Dia pun beranjak ke kamar mandi dan solat tahajjud pun dia laksanakan setelahnya. Usai

segalanya dilakukan, termasuk solat shubuh. Dia bingung hendak berbuat apa bila tak ada yang menyarankan.

โ€œIbu mau kemana?โ€ tanya dia.

โ€œSeperti biasa, nakโ€ฆโ€

โ€œAku ikut ya buโ€ฆ plisโ€ฆโ€ pinta Habibah.

Sang Ibu mengiyakan. Habibah pun memutuskan untuk mengisi hari-harinya dengan

membantu Sang Ibu. Dia tahu apa yang kini di rasakan nya.

๐šƒ๐šŠ๐š” ๐šŠ๐š๐šŠ ๐šœ๐šŽ๐š˜๐š›๐šŠ๐š—๐š ๐š™๐šž๐š— ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š๐šŠ๐š‘๐šž. ๐™ท๐šŠ๐š—๐šข๐šŠ ๐™ฐ๐š•๐š•๐šŠ๐š‘ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š๐šŠ๐š‘๐šž. ๐™ฐ๐š”๐šž ๐š๐šŽ๐š›๐šœ๐šŽ๐šœ๐šŠ๐š, ๐š–๐šŠ๐š—๐šŠ ๐š“๐šŠ๐š•๐šŠ๐š— ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š‘๐šŠ๐š›๐šž๐šœ ๐š”๐šž ๐š™๐š’๐š“๐šŠ๐š”? ๐™ณ๐šž๐š‘๐šŠ๐š’ ๐š’๐š•๐šŠ๐š‘๐š’ ๐š๐š˜๐š•๐š˜๐š—๐š๐š•๐šŠ๐š‘ ๐šŠ๐š”๐šžโ€ฆ

Setetes air mata jatuh membasahi kertas yang telah dia jadikan sebagai tempat satu๏ฟพsatunya yang mau menampung tulisannya.

...****************...

Jalanan di lewati, masih sepi di pagi buta. Dia sudah terbiasa dengan hal itu. Karena setiap pagi tujuan satu-satunya berjalan mengelilingi kampung sebenarnya hanya satu, hanya untuk melewati depan rumah seorang wanita yang telah berani-berani mempermainkan hati dan perasaannya. Hanya untuk melihat bagaimana keadaan wanita itu. Hanya untuk ketahui apa yang terjadi di sekeliling wanita itu. Hanya untuk, ingin membuktikan kata-kata wanita itu.

Bahwa dia hidup tak akan lama lagi, meski dia ataupun wanita itu tahu, hidup dan mati hanya

ada di tangan Allah. Bahwa bila benar-benar terjadi apa yang di ucapkan wanita itu, dia akan benar-benar melakukan yang di sarankan wanita itu atau malah acuh tak acuh.

โ€œEntahlah!โ€ pekik Ahmad. Saat dalam berjalannya hanya di penuhi dengan terkaan yang tak pasti.

Dan di setiap melewati depan rumah wanita itu, dia pasti tak tenang hati. Kini langkahnya tinggal tiga rumah lagi untuk sampai tepat di depan rumah wanita itu. Dan setelah sampai tepat di depan rumah wanita itu,

๐˜‹๐˜ฆ๐˜จ๐˜ฉ!

Langsung mengerut lah kedua alisnya. Dan segera menggerutu dalam hati,

โ€œKemana dia? Mengapa rumahnya tergembok rapat seperti itu? Mungkinkah dia pulang?

Kini Ahmad hanya mampu menerka-nerka dalam hati. Dia benar-benar tak tahu dengan

apa yang terjadi. Padahal dia melewati depan rumah wanita itu untuk yang terakhir kali,

sekalian untuk berpamitan sebelum usai liburan.

Karena saat itu juga, dia takutkan satu hal.

Bahwa penghuni rumah itu tak kembali.

Namun segera di buanglah firasat itu. Karena dia ingin, bila ucapan wanita itu memang benar-benar terjadi, minimal dia bisa pandang wajah wanita itu untuk yang kesekian kalinya,

meski dalam keadaan telah tak bernyawa.

Itulah yang dia inginkan. Meski dia terkesan beku di setiap berpapasan. Meski dia terkesan pikun dengan apa yang telah terjadi antara keduanya.

Namun sejatinya, dia hanyalah manusia biasa. Yang juga tak sebegitu mudah melupakan hal yang telah tertulis.

Dia pun mempercepat langkahnya untuk kembali ke pondok tempatnya menimba ilmu,

setelah tahu ternyata tujuannya tak tersampaikannya dengan memuaskan. Dan dia sesegera mungkin mengurusi untuk kepulangannya mengisi hari liburnya.

...****************...

Keseharian yang di isi dengan hal yang seperti biasanya dilakukan. Hal yang di dapatkan

tak seperti di dapatkan biasanya. Perasaan yang bergejolak di rasa tak seperti biasanya.

Tetaplah semua itu berusaha dilakukan masing-masing jiwa yang hidup tak menetap di satu tempat saja.

Seperti yang kini terjadi dengan Habibah. Dia tak pernah sekalipun mengurusi kehidupan

jiwa lain, namun kini dia lakukan. Untuk sementara menggantikan pekerjaan Sang Ibu.

Habibah setiap pagi tak lagi ke pasar menjadi benalu Sang Ibu.

Namun dia pergi ke ladang untuk mengurusi tanam-tanaman yang di tanam di sana.

Kacang, cabe, dan kecambah. Dia menanam dan menyirami tanaman itu setiap hari. Dia lakukan dengan senang hati, meski akan banyak hal yang bisa membuatnya berubah.

Terutama dari kesehatan kulitnya. Meski begitu, dia tetap di bantu Sang Ibu untuk mencegah hal itu terjadi. Sehingga setiap hari dia mengkonsumsi vitamin dan perawatan untuk kulitnya di setiap bangun tidur.

Sepulang dari menggantikan pekerjaan Sang Ibu untuk sementara, dia langsung mandi dan

kemudian melaksanakan solat dhuhur. Dan selebihnya dia pun kembali berdua dengan alat

tulisnya. Tak lepas pula ponsel di dekatnya.

Saat di lihatnya ponsel di genggaman, terdapat banyak pesan masuk. Dia langsung telpon pesan dari satu orang itu.

โ€œHallo, assalamuโ€™alaikumโ€ฆโ€

โ€œWaโ€™alaikumsalam sayangโ€ฆ dari mana saja?โ€

โ€œCapek, dari ladang sayangโ€ฆโ€

โ€œNgapain?โ€

โ€œBantu pekerjaan Ibu sajaโ€ฆโ€

โ€œBagaimana kabar sayang di rumah?โ€

โ€œPayah! Kangen berat!โ€ ucap Habibah, sembari dalam hati melanjutkan, namun rinduku bukan padamuโ€ฆ pada Ahmad.

โ€œBenarkah?โ€

โ€œIya sayangโ€ฆโ€

โ€œAku jugaโ€ฆโ€ ucap Syauqi.

Sedangkan Habibah mendengarnya, langsung menelan ludah lah dia. Dan terus berkata๏ฟพkata dalam hati, aku rindu Ahmad, sangat rindu diaโ€ฆ

โ€œHalloโ€ฆโ€

โ€œAh, iya!โ€ jawab Habibah.

โ€œKenapa diam?โ€ Syauqi bertanya-tanya. Dia pun hanya bisa menerka-nerka.

โ€œSayang,โ€

โ€œIya,โ€

โ€œKalau kita nanti putus gimana ya?โ€ tanya Habibah. Langsung terkejut lah Syauqi

mendengar ucapan kekasihnya,

โ€œkenapa tanya seperti itu sih?!โ€

โ€œYa tak apa, hanya saja seperti apa?โ€

โ€œAh gak tahu! Dan gak mau tahu!โ€ jawab Syauqi.

Habibah tahu, dia menyayangi Syauqi. Dan Syauqi jauh lebih menyayanginya. Namun,

dia selalu merasa seolah khianati hubungan keduanya yang sedang di jalani. Karena dia selalu mengingat Ahmad, bukan Syauqi. Selalu rindukan Ahmad, bukan Syauqi. Dan hanya mencintai Ahmad sebuah cinta pertamanya, bukan Syauqi yang hanya sekedar sayang

padanya.

โ€œHallo!โ€

โ€œAh, iya!โ€ kembali Habibah di kejutkan.

โ€œMengapa diam terus?โ€ Syauqi pun mulai terheran. Dia kembali hanya bisa menerka-nerka.

โ€œNggak kokโ€ฆ tak apaโ€ฆโ€

โ€œApa sayang sakit? Pertanyaannya pun dari tadi aneh.โ€

โ€œNggak sayangโ€ฆ mungkin aku kecapean sajaโ€ฆโ€

โ€œYa sudah istirahat ya sayangโ€ฆโ€

โ€œHeโ€™em.โ€

โ€œAssalamuโ€™alaikumโ€ฆโ€

โ€œWaโ€™alaikumsalamโ€ฆโ€

๐˜›๐˜ถ๐˜ต ๐˜ต๐˜ถ๐˜ต ๐˜ต๐˜ถ๐˜ต....

Habibah hanya mempu menghela nafas. Setiap mendengar kekhawatiran dari Sang kekasih, saat itu pula air matanya ingin sekali menetes. Namun air mata itu tampaknya lebih suka memenuhi pelupuk matanya saja.

Tiba-tiba pintu terbuka,

Habibah pun menoleh, ternyata Sang Ibu.

โ€œTak tidur?โ€

โ€œIya, mau kok bu..โ€

โ€œYa sudah, kamu pasti capekโ€ฆโ€

Habibah tersenyum, sembari perlahan Sang Ibu menutup pintu kamarnya kembali.

Habibah pun tak mampu lagi kini menampung air matanya, air mata itu kini membasahi kedua pipinya. Hatinya terasa seperti teriris gergaji. Begitu terasa terpotong-potong, sangat

menyakitkannya. Yang membuatnya sakit bukan karena Syauqi jauh darinya, bukan juga

karena Syauqi yang menjadi kekasihnya. Tapi, karena sampai saat ini dia tak kunjung busa

lupakan Ahmad Habibi. Seseorang yang telah terukir di atas batu kehidupannya.

...****************...

Jemari tak kunjung berhenti permainkan ponsel di genggamannya. Berkali menampilkan

pesan-pesannya waktu silam. Tak ada rasa bosan membaca tulisan di layar ponselnya dari

ketikan seseorang itu. Seseorang yang telah membuatnya sampai kini masih terheran-heran.

Setelah dia baca, sampai akhir pesan-pesanannya, dia ulang kembali membacanya dari pesan awal. Sampai telah dia hafal kalimat yang tertulis di sana. Tak kunjung lelah pula dia mengulanginya.

Bila ada satu pesan masuk, dia hanya membaca dan membalasnya bila perlu. Bila tidak, dia tak akan membalas. Lalu kembali dia baca pesan yang dari tadi telah di bacanya.

Bila ada sedikit rasa bosan, dia buka hal lain yang membuatnya bisa melihat seseorang itu. Setiap hal tentang dia tak bisa dilupakannya, karena satu hal. Dia telah membuatnya heran. Terheran untuk kedua kalinya.

โ€œApa yang kau lakukan?!โ€ pertanyaan yang mengejutkannya, lengkap dengan satu pukulan yang menunjukkan sapaan, tepat di pundaknya. Diapun langsung menoleh,

โ€œAh! Ku kira siapa kau!โ€ jawab Ahmad.

โ€œDiam terus, melamuni apa?โ€ tanya Syauqi.

โ€œAda dehโ€ฆ kepo lu!โ€

Syauqi pun duduk tepat di depan Ahmad. Dia pun sedikit mendekat dan sedikit berbisik pada Ahmad.

โ€œApa kamu mau pulang?โ€

Ahmad hanya mengangguk. Syauqi kembali bertanya, โ€œKenapa pulang? Tak ingin liburan di sini saja?!โ€

Ahmad menggeleng, โ€œGak ah! Pondok sepiโ€ฆโ€

โ€œPondok sepi apa hatimu yang sepi?โ€ goda Syauqi.

โ€œDari dulu selalu sepi kalau hati, apa kau pernah tahu aku punya pacar seperti dirimu?!

Gak kan?!โ€ sahut Ahmad antusias.

Syauqi menggeleng. Perlahan dia tersenyum,

โ€œMakanya cari donkโ€ฆ!โ€

โ€œPacarmu aja! Gimana?โ€

โ€œNgawur! Gak mau aku!โ€

โ€œAh bercanda-bercanda! Serius banget!โ€

โ€œYaiyalah! Lah kamu juga sepertinya serius!โ€

โ€œGak lah! Kenal aja sama pacarmu gak kok! Mana bisa aku dekat???โ€

โ€œSyukur deh!โ€

Kini Ahmad yang sedikit mendekatkan wajahnya, โ€œKenapa kamu seolah tak ingin

kehilangan dia?โ€

Mendengar pertanyaan Ahmad, Syauqi pun tersenyum sembari menjawab, โ€œDia berbedaโ€ฆ dia menenangkan kuโ€ฆ dia mengerti akuโ€ฆโ€

Mendengarnya pula, langsung mundur lah Ahmad, โ€œTak ada yang tahuโ€ฆ jangan terlalu

mencintaโ€ฆ dia belum menjadi istrimu, teman! Semuanya telah tertulisโ€ฆโ€ ucap Ahmad.

โ€œMaksudmu?โ€

โ€œNanti kau akan pahamโ€ฆโ€

โ€œAku paham, Ahmadโ€ฆ aku bertanya apa maksudmu bilang begitu?โ€

โ€œAku hanya mengingatkan.โ€

โ€œTapi kau bukan karena suka dengan pacarku kan?โ€

โ€œUdah di bilang kenal aja gak!โ€

Mendengarnya, Syauqi sedikit geram. Dia pun keluarkan ponselnya. Membuka kumpulan fotonya, lalu dia perlihatkan fotonya saat bersama Sang kekasih.

โ€œDia pacarku!โ€ tunjuk Syauqi. Dan saat itu juga, langsung lemas lah sekujur tubuh Ahmad. Seolah-olah tersiram air panas yang baru di angkat dari atas kompor. Terasa luntur lah segala-galanya.

โ€œMengapa aku bisa merasa seperti ini? Lemas sekali tubuhku? Huft! Huft! Tenang Ahmad, tenanglahโ€ฆโ€ pekik Ahmad dalam hati.

Sedangkan Syauqi saat itu pula, semakin menggebu untuk menceritakan sedetail๏ฟพdetailnya kepribadian Habibah.

โ€œDia sederhana, itu hal pertama yang ku suka. Dia tak ber-make up. Polesannya tak pernah menampakkan bahwa dia cantik. Dia cantik dan manis bagiku. Karena dia pacarku.

Namun aku yakin, kau juga akan menilainya begitu. Dari jauh, di lihat manis. Lebih dekat, baru tampaklah kecantikannya. Dia harumโ€ฆ

wangi tubuhnya tak berparfumโ€ฆ dia wangi alami dari tubuhnyaโ€ฆ

Dia menenangkan, dia lebih banyak diamโ€ฆ namun bila telah berbicara, ucapannya bak

sosok bidadari dari Surgaโ€ฆ

Dia juga sepertimu, pernah berkata apa yang kau katakan, jangan berlebihan mencintai,

bila tak ingin hal itu menjadi benciโ€ฆ

Dia juga tak hanya sekali menanyakan tentang hal yang tak di inginkanโ€ฆ

Aku sangat menyayanginya dan semua yang

melekat dari dirinyaโ€ฆ

Mungkin kamu akan merasakan apa yang aku rasakan bila mengenalnya, pasti hanya bisa

dari fisik saja. Hatinya tak tergantikanโ€ฆ

Ah! Begitu panjang bila tentang dia, dia bagiku

selalu baik, tak ada kekasih yang jahat

bila di dekatnyaโ€ฆโ€

Syauqi pun benar-benar membuat Ahmad terdiam. Lengkaplah sudah kegelisahan Ahmad hanya dengan mendengar deskripsi seseorang yang selama ini menjadi hantu bagi hati Ahmad.

โ€œHei, kau kenapa?โ€ senggol Syauqi, saat dia lihat Ahmad terdiam kaku.

Sedangkan setelah Syauqi sadarkan Ahmad dari lamunan panjangnya, dia pun langsung

berusaha tersenyum,

โ€œAku baik-baik saja.โ€

Syauqi pun pamit, sedangkan Ahmad menatap terus hingga hilanglah Syauqi dari

tatapannya. Lalu dia berjalan melanjutkan perjalanannya yang terhenti sejenak mendengar cerita tentang Habibah. Seolah tak ada daya dia berjalan menuju terminal bus. Dia hanya

mampu mengingat, selalu terngiang deskripsi Habibah tadinya. Syauqi telah mampu

membuatnya gila, meskipun bila ternyata itu hanya sejenakโ€ฆ

...****************...

Terpopuler

Comments

kemilau jingga

kemilau jingga

kayaknya berat bngt.. pusing

2021-03-31

1

Ade Yayuk

Ade Yayuk

Hadir..

2021-02-19

1

๐ŸŒปRuby Kejora

๐ŸŒปRuby Kejora

like mendarat

2021-02-11

1

lihat semua
Episodes
1 Gejolak Hati
2 Gejolak Hati 2
3 Sekuntum Harapan
4 Sekuntum Harapan 2
5 Rahasia Hati
6 Luluhnya Hati
7 Masih melekat
8 Penyamaran
9 Penyamaran 2
10 Rasa Ingin Tahu
11 Rasa Yang Telah Hilang
12 Hamba Allah
13 Persatuan Jiwa
14 Malik
15 Senyuman Terbaik
16 Kekhumulan Seseorang
17 Pesan Dari Syauqi
18 Sauqi
19 Ummu Habibah
20 Ali
21 Penyamaran
22 Teman Akrab
23 Kerinduan Hati
24 Kasih Sayang Habibah
25 Kata Hati Habibah
26 Tanpa Sadar
27 Pengakuan Cinta
28 Fii Lauhim Mahfudz
29 Rindu Habibah
30 Kasih Sayang Aby Mahbub
31 Siapakah Idris?
32 Dia Pacarku
33 Dia Tunanganku
34 Permainan Hati
35 Kejutan untuk Aisyah
36 Privat Number
37 Selalu Bersyukur
38 Kau Cantik
39 Bidadari Surga
40 Liburan Telah Usai
41 Bukanlah Pemalas
42 Syahdu dan Habibah
43 Habis Manis Sepah Di buang
44 Syakwasangka
45 Acuh Tak Acuh
46 Lupa Berkas
47 Di Bawah Rintik Hujan
48 Izin Ibu
49 Syifa
50 Janji Syauqi
51 Kerisauan
52 Agenda Habibah
53 Tatapan Ahmad
54 Hati Tentram
55 Sima' Hafalan
56 Agenda
57 Payung
58 Siapakah Polisi aneh itu?
59 Selang Infus
60 Kecelakaan
61 Ada Apa
62 Dialah Dalangnya
63 Masih Melekat
64 Di Bunuh 2 kali
65 Mencari Habibah
66 Ke Makam
67 Di Rumah Aziz
68 Sebuah Mahar
69 Istri Teladan
70 Tak Mau PHP
71 Kekhawatiran
72 Masa Lalu Kawan nya
73 Tidak Ada Yang Salah
74 Tak Usah Berterima Kasih
75 Ingin Menikah
76 Dimana Habibah
77 Lamaran Pertama
78 Mendekati
79 Kemarahan Habibah
80 Hanya Ingin Tahu
81 Karma
82 Epilog & Tentang Penulis
83 Siapa Yang Ingin?
Episodes

Updated 83 Episodes

1
Gejolak Hati
2
Gejolak Hati 2
3
Sekuntum Harapan
4
Sekuntum Harapan 2
5
Rahasia Hati
6
Luluhnya Hati
7
Masih melekat
8
Penyamaran
9
Penyamaran 2
10
Rasa Ingin Tahu
11
Rasa Yang Telah Hilang
12
Hamba Allah
13
Persatuan Jiwa
14
Malik
15
Senyuman Terbaik
16
Kekhumulan Seseorang
17
Pesan Dari Syauqi
18
Sauqi
19
Ummu Habibah
20
Ali
21
Penyamaran
22
Teman Akrab
23
Kerinduan Hati
24
Kasih Sayang Habibah
25
Kata Hati Habibah
26
Tanpa Sadar
27
Pengakuan Cinta
28
Fii Lauhim Mahfudz
29
Rindu Habibah
30
Kasih Sayang Aby Mahbub
31
Siapakah Idris?
32
Dia Pacarku
33
Dia Tunanganku
34
Permainan Hati
35
Kejutan untuk Aisyah
36
Privat Number
37
Selalu Bersyukur
38
Kau Cantik
39
Bidadari Surga
40
Liburan Telah Usai
41
Bukanlah Pemalas
42
Syahdu dan Habibah
43
Habis Manis Sepah Di buang
44
Syakwasangka
45
Acuh Tak Acuh
46
Lupa Berkas
47
Di Bawah Rintik Hujan
48
Izin Ibu
49
Syifa
50
Janji Syauqi
51
Kerisauan
52
Agenda Habibah
53
Tatapan Ahmad
54
Hati Tentram
55
Sima' Hafalan
56
Agenda
57
Payung
58
Siapakah Polisi aneh itu?
59
Selang Infus
60
Kecelakaan
61
Ada Apa
62
Dialah Dalangnya
63
Masih Melekat
64
Di Bunuh 2 kali
65
Mencari Habibah
66
Ke Makam
67
Di Rumah Aziz
68
Sebuah Mahar
69
Istri Teladan
70
Tak Mau PHP
71
Kekhawatiran
72
Masa Lalu Kawan nya
73
Tidak Ada Yang Salah
74
Tak Usah Berterima Kasih
75
Ingin Menikah
76
Dimana Habibah
77
Lamaran Pertama
78
Mendekati
79
Kemarahan Habibah
80
Hanya Ingin Tahu
81
Karma
82
Epilog & Tentang Penulis
83
Siapa Yang Ingin?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!