Bab 4 Melamar Mawar

Aku mematung, tak tahu harus bersikap bagaimana. Kami terlihat sama-sama canggung.

"Hai, Mawar. Apa kabar?" Tangan kokohnya terulur, hendak menyalamiku. Buru-buru aku menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada. Sebagai isyarat salam, tanpa harus berjabat tangan langsung dengannya.

Dia tersemyum kecut, lalu mengangguk kecil, sepertinya paham dengan isyarat salamku tadi.

"Tinggal di mana sekarang?" tanyanya, basa-basi.

"Masih di kota ini," sahutku pelan, hampir tercekat di tenggorokan. Karena debaran jantungku yang berirama tak teratur, membuat nafasku sesak. Ya, Robbi. Kenapa sikap salah tingkah dan grogi di hadapannya ini, belum juga hilang setelah sekian tahun lamanya. Aku mengutuk dalam hati. Berusaha sekuat tenaga untuk bersikap tenang.

Namun tatapan Mata Elang itu, seakan hendak menerkam. Mengoyak-ngoyak benteng pertahanan yang sejak dulu kubangun. Aku terus beristighfar. Memohon kekuatan dan perlindungan dari godaan syaithon yang terkutuk. Apalagi sempat terlihat, cara dia menatapku, sama seperti ketika Mas Han memandangku. Penuh cinta. Oh, tidak. Keringat dingin yang kurasa, membuat tubuhku panas dingin. Gemetar.

"Kenapa Mawar ... sakit ya? Kamu kelihatan pucat begitu." Tangan kokohnya kembali terulur. Hendak meraba keningku. 

Reflek aku mundur, menghindar, dan melotot tajam kearahnya, sebagai tanda tak suka dengan sikapnya.

"Eh, sorry. Maaf ya, hehehe." Dia tertawa menggodaku. Aku semakin jengah dibuatnya. Mau tersipu malu, tapi gengsi. Ah, lebih baik kutinggalkan saja lelaki hidung belang ini.

"Eeiits, mau kemana? Tunggu dulu, kita ngobrol sebentar." Cepat dia menahan dengan isyarat tangan. Ketika aku hendak beranjak dari hadapannya.

"Baiklah. Tapi jangan lama-lama, ya." Suaraku sedikit tegas.

"Sudah menikah?" Johan memulai percakapan.

"Sudah," jawabku pasti.

Kulihat dia menarik nafas berat. Mendung membayang di wajahnya, menyiratkan rasa kecewa di sana.

"Seharusnya, akulah lelaki pertama yang menyuntingmu, Mawar," katanya menyesali.

"Maksudmu?" Aku tak mengerti dengan kata-katanya.

"Dirimu bagaikan Edelweiss yang berada di ketinggian gunung, sulit diraih. Dingin dan angkuh, tapi aku suka," ujarnya lagi, tersenyum penuh arti.

"Tolong lebih jelas lagi, Jo. Waktuku tak banyak." Aku mulai bosan dengan kata-kata puitisnya. Jika saja gombalan ini diucapkan ketika aku masih gadis remaja, mungkin aku akan klepek-klepek dibuatnya. Tapi tidak untuk saat ini.

"Aku menyukaimu Mawar. Aku sudah berusaha untuk mengungkapkannya. Waktu itu aku mau mengajakmu untuk ketemuan di belakang sekolah, setelah jam pelajaran terakhir usai." Dia menarik nafas sejenak. "Ketika aku memanggil namamu, kamu malah lari ketakutan dan meninggalkan pena ini." Dia menyerahkan sebuah pena jadul warna merah hati. warna kesukaanku.Aku terbelalak tak percaya. Ya, benar. Ini memang penaku yang dulu sempat tertinggal di kelas.

Pikiranku kembali kemasa lalu. Waktu itu, setelah bel pertanda pulang berbunyi. Aku tidak segera beranjak dari duduk. Karena tak sabar ingin segera menyelesaikan PR Matematika yang baru saja diberikan oleh Pak Guru. Mumpung masih ingat dengan rumus-rumusnya, jadi aku ingin menuntaskannya saat itu juga. Maklum, jarang-jarang aku mengerti soalan Metematika. Karena memang aku tidak terlalu suka dengan pelajaran yang ada rumus dan hitung-hitungannya. Kecuali pelajaran Ekonomi dan Akutansi.

Saat sedang asyik menghitung rumus, tiba-tiba ada suara memanggil namaku. Aku mendongak, memandang berkeliling mencari asal suara tapi tidak menemukan siapapun. Begitu panggilan namaku terdengar ketiga kalinya, aku kembali mencari asal suara tapi tetap tidak melihat ada orang di sana.

Sekonyong-konyong bulu kuduk kuberdiri. Cerita-cerita horor meneror pikiranku. Konon katanya ada hantu penunggu pohon besar di belakang sekolah. Juga diyakini sebagai biang penyebab sering terjadinya "Kesurupan" pada beberapa orang siswa setiap selesai upacara bendera. 

Karena rasa ketakutan, akupun lari tunggang-langgang meninggalkan penaku. Kemudian esok paginya, tak pernah kutemukan kembali pena yang tertinggal di atas meja. Pikiran remajaku yang masih awam dengan hal-hal yang ghoib dan cerita mistik, membuatku yakin betul bahwa penaku hilang diambil hantu. Hadeeuh. 

Tapi rupanya pikiranku salah. Buktinya pena kesayanganku ini masih ada di sini. Segenap penuh suka cita kuterima penaku yang hilang itu. Pena Pilot favoritku, yang kini sudah mulai jarang dijual orang. Ada tulisan "Edelweiss" di tengahnya.

"Aku yang menuliskan nama Edelweiss di penamu." Johan menjawab keherananku. Karena seingatku, aku tak pernah menuliskan nama itu.

"Ambillah. Itu sebagai bukti bahwa aku bermaksud hendak mengungkapkan perasaanku kepadamu. Tapi nggak jadi, karena kamu keburu lari." Dia tertawa kecil.

Akupun senyum-senyum sendiri mengenang kejadian itu.

"Yang kedua. Aku juga sudah menyampaikan perasaanku padamu melalui Amel. Tapi katanya, kamu menolakku. Benarkah?"

Aku terhenyak. Seingatku sedari dulu hingga detik ini, Amel tidak pernah menyampaikan apapun kepadaku jika sebenarnya Johan menyukaiku. Apakah dia sengaja menelikungku? Mengapa Amel tidak menyampaikan perasaan suka Johan kepadaku, malah mengatakan bahwa aku menolak teman sekelas yang selalu membuatku salah tingjah itu. Apa maksudnya? Aku terus bertanya-tanya dalam hati.

"Kamu tahu, Mawar Semenjak engkau menolak cintaku. Aku stres, frustasi. Sebagai pelampiasan rasa kecewaku, aku memacari Amel, dan kami sempat jalan bareng selama tiga bulan. Lalu putus, aku melanjutkan petualang cintaku pada gadis-gadis lain. Aku marah. Tapi tetap saja tidak bisa melupakanmu hingga saat ini, Mawar." Dia lanjut menumpahkan uneg-unegnya.

Aku yang mendengarkan jadi bingung dan pusing sendiri dibuatnya. Tersebab tak pernah mengetahui jika Amel dan Johan sempat pacaran. Yang kudengar dulu Amel sudah punya pacar anak kuliahan, kakak kelas kami yang sudah tamat SMA lebih dulu. Tak kusangka Amel pandai bersandiwara di belakangku. Ah, tapi sudahlah. Toh, semua itu telah lama berlalu. Dalam hati aku bersyukur juga karena Amel tidak jadi menyampaikan perasaan cinta Johan kepadaku. Coba jika seandainya aku menerima cinta Johan waktu itu, mungkin sekarang aku sudah dimadu oleh lelaki Flamboyan ini. Hiiiy ... aku bergidik, tak sanggup membayangkannya. Aku pun tak ingin menjelaskan cerita yang sebenarnya kepada Johan saat ini. Bahwa aku tidak pernah menolak cintanya, tersebab Amel tidak pernah menyampaikannya padaku. Bagiku kini, terjawab sudah. Siapa Edelweiss yang dia maksud. Dan mengapa dia dulu memusuhiku. Sehingga 'perang dingin' itu berlanjut sampai kami tamat sekolah.

"Mawar ... Jujurlah. Apa benar kamu memang tidak mencintaiku?" Johan menatap sendu ke arahku.

Aku tergagap. Tidak siap dengan pertanyaan itu. Parahnya ... aku tidak tahu harus menjawab apa.

"Aku ...." Suaraku mendadak serak, seperti tersangkut di kerongkongan. Kucoba menelan ludah. Pahit.

"Tolong Mawar. Jawab dengan jujur. Jangan membuatku tambah gila," desaknya lagi.

"Sudahlah, Jo. Mungkin itu hanya obsesimu saja. Karena penasaran tidak bisa mendapatkanku." Akhirnya aku mencoba memberanikan diri untuk menegur sikapnya.

"Tidak Mawar. Aku tulus mencintaimu. Aku juga sudah berusaha untuk melupakanmu. Aku sengaja memilih istri-istri yang ada kemiripannya denganmu. Tapi tetap saja tidak bisa melepaskan kerinduanku padamu," tangkis Johan setengah emosi.

"Jadi benar. Kamu punya tiga orang istri?" tanyaku ingin memastikan kebenaran cerita Lela tadi.

"Hahaha, benar. Tapi mereka tidak ada apa-apanya dibanding kamu." Dia tertawa sumbang. Sedangkan wajahku serasa memanas mendengar ocehannya.

"Bagaimana kalau kita menikah saja," ucapnya tiba-tiba, memecah kesunyian yang tercipta.

Aku terbeliak!

Bersambung

Terpopuler

Comments

nobita

nobita

jgn mau Mawar. nti kamu akan jd istri ke4... tetap lah setia pd Handoko...

2023-06-20

0

Fitriana Nanaz

Fitriana Nanaz

aduh johan bini orang mau lo embat jg.apa msh kurang tuh 3 bini! dasar playboy cap kapak😈

2021-06-26

0

Diana Rosi

Diana Rosi

Playboy kelas kakap eh cap kampak 🤣

2021-06-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!