5 ( Paket Misterius )

Di kampus tempat Bunga menuntut ilmu, Bunga tak memiliki banyak teman. Karena kampus elit, maka hampir semua orang memiliki standart sendiri dalam memilih teman.

Dengan penampilan Bunga yang apa adanya membuat Bunga dijauhi. Sebagian besar mahasiswa mengira Bunga berasal dari 'kalangan bawah' yang tak sepadan dengan mereka. Bahkan sebagian lain mengira Bunga bisa diterima di kampus itu dengan bantuan beasiswa.

Bunga memang memilih berpenampilan sederhana dan jauh dari kesan glamour. Ia tak mau menggunakan uang yang diberikan ayahnya untuk memenuhi kebutuhannya. Bukan karena takut, tapi Bunga sengaja menabung uang saku pemberian sang ayah untuk bekalnya nanti saat dia hengkang dari rumah yang ditempati bersama ayahnya itu.

Uang yang diberikan Johan pada Bunga jumlahnya sangat banyak. Johan sebgaja melakukannya untuk menebus rasa bersalahnya karena telah mengabaikan hak-hak Bunga selama ini. Johan tidak memberi Bunga uang cash, tapi ditransfer ke rekening Bank milik Bunga karena minimnya komunikasi diantara mereka.

Meski pun Bunga telah berhasil kuliah di universitas ternama atas bantuan ayahnya, tapi hubungan Bunga dan ayahnya tak juga membaik. Bunga bahkan tak menganggap kehadiran Johan di dalam hidupnya. Entah karena sudah terbiasa tak berkomunikasi, atau karena Bunga menganggap kebaikan Johan padanya kini adalah sesuatu yang terlambat. Bunga tampak acuh saja meski pun mereka terpaksa berpapasan di dalam rumah.

Di kampus Bunga termasuk siswa yang berprestasi. Dia mendapatkan nilai memuaskan di semester awal hingga semester empat. Tapi memasuki semester lima, Bunga mulai merasa terganggu dengan teror dari seorang penggemar rahasia alias secret admirer.

Bagaimana tidak. Setiap malam Minggu, Bunga akan mendapat kiriman paket berupa surat cinta tanpa nama. Hanya bergambar hati ( love ) yang terluka dan berdarah disertai nama singkat si pengirim yaitu Jack.

Semula Bunga tak menganggap terlalu serius, tapi belakangan hal itu makin mengganggunya karena dikirim tengah malam saat Bunga lelap dalam tidur dan dalam bentuk yang juga tak lazim.

Malam itu Bunga kembali terusik dengan suara ketukan di jendela kamarnya. Bunga memang telah pindah di kamar lain yang lebih besar mengingat kamar yang lama terlalu sempit. Sejak kuliah Bunga memang memerlukan kamar yang lebih luas agar bisa meletakkan lemari untuk tempat menyimpan buku.

" Tok tok tok ...!"

Bunga menoleh kearah jam dinding yang menunjukkan angka dua belas tepat. Bunga memang masih terjaga karena sedang mencicil tugas yang diberikan dosennya.

Bunga kembali menoleh ke jendela kamarnya saat suara ketukan kembali terdengar di sana.

Dengan nekad Bunga bangkit lalu berjalan menuju jendela dan membukanya. Bunga menghela nafas panjang karena tak melihat siapa pun di sana. Namun saat Bunga akan menutup daun jendela, tak sengaja netranya melihat sebuah kotak kecil berlumuran darah di bawah jendela.

Bunga pun berlari keluar kamar sambil memanggil Mbok Min.

" Mboookk ..., Mbok Min !. Ada paket aneh lagi di deket jendela Mbok. Ayo temenin Aku buat ngambil paket itu yaa ...!" kata Bunga lantang.

Mbok Min yang tanggap karena sudah diceritakan oleh Bunga tentang teror itu sebelumnya pun segera mengikuti Bunga. Matanya nampak mengawasi Bunga dengan cemas.

Setelah mengambil paket misterius itu, keduanya kembali ke kamar Bunga. Dengan hati-hati mereka membuka kotak misterius itu setelah mengamatinya beberapa saat.

Kotak itu ternyata berisi sebuah boneka berlumuran darah dan sepucuk surat bertuliskan kalimat bernada ancaman.

" SEPERTI INI LAH CARAKU MENCINTAIMU. MESKI PENUH LUKA DAN DARAH, TAPI AKU TETAP MENCOBA BERTAHAN "

Demikian lah bunyi surat kaleng yang ada di dalam kotak itu.

" Pengirimnya masih sama Mbok. Namanya Jack," kata Bunga sambil meremas surat itu.

" Yang sabar ya Mbak. Kira-kira perlu kasih tau Tuan ga ...?" tanya Mbok Min.

" Ga usah Mbok. Aku handle sendiri aja ...," sahut Bunga cepat.

"Baik lah. Tapi hati-hati ya Mbak. Kalo sekiranya udah mulai bahaya, cepet lapor Polisi aja," saran mbok Min.

"Iya Mbok. Makasih ya udah mau nemenin Aku melewati semuanya sampe sekarang," kata Bunga dengan tulus.

"Sama-sama Mbak. Udah malem nih, sebaiknya Mbak Bunga tidur ya. Mbok juga mau tidur, ngantuk ...," kata mbok Min sambil menguap.

Bunga pun mengangguk sambil tersenyum. Setelah mbok Min keluar dari kamar, Bunga pun naik ke atas tempat tidur untuk istirahat.

\=\=\=\=\=

Hari-hari berikutnya Bunga kembali menjalani aktifitasnya seperti biasa. Nampaknya terror paket misterius itu tak membebani Bunga sama sekali.

Dan seperti biasa Bunga berangkat ke kampus dengan out fit yang sangat sederhana. Johan yang mengamati cara berpakaian Bunga pun hanya bisa menghela nafas panjang karena penampilan Bunga berbeda dengan Melati dulu.

" Punya uang tapi malah kaya orang susah. Tapi terserah lah. Apa pun yang dia pake, toh dia tetap terlihat cantik. Sama seperti almarhumah Sonia ...," gumam Johan sambil tersenyum diam-diam.

Ternyata apa yang Johan lihat juga dilihat oleh pria lain yang jeli mengamati Bunga Meski pun Bunga selalu berusaha tampil biasa saja, Bunga tetap tak mampu menyembunyikan kecantikannya yang alami. Dan seorang senior di kampusnya bisa melihat itu. Namanya Edo. Pria dewasa berusia hampir dua puluh lima tahun itu memang kerap mengamati Bunga dari jauh sambil berusaha melindunginya.

Tiap kali mata mereka bersitatap, Bunga akan segera membuang pandangannya kearah lain. Nampaknya Bunga belum mau pusing dengan urusan percintaan. Tapi Bunga tahu jika Edo sering sekali melindunginya.

Suatu hari Edo kembali melindungi Bunga dari gangguan senior nakal.

" Hai Bunga cantik. Sendiri aja nih ...," sapa Anton.

"Maaf Kak, Gue lagi buru-buru ...," sahut Bunga dengan santun.

"Sombong banget sih Lo. Ga usah jual mahal gitu lah sama Kita ...!" kata Anton sambil berusaha menyentuh pipi Bunga.

" Jangan colek-colek dong Kak. Gue ga suka," sahut Bunga sambil berusaha menghindar.

" Belagu amat sih Lo, jangan sok kecakepan Lo !. Udah untung Gue mau ngobrol sama Lo, eh pake acara nolak segala Lo !" bentak Anton kasar sambil mendorong Bunga hingga hampir tersungkur.

Beruntung sebuah tangan berhasil menahan tubuh Bunga. Saat Bunga baru menegakkan tubuhnya, tiba-tiba terdengar jeritan Anton. Ternyata Edo lah penyebabnya. Dia memuntir tangan Anton yang digunakan untuk mendorong Bunga tadi ke belakang.

Anton pun menjerit kesakitan. Dua temannya nampak bermaksud membantu, tapi urung saat mengetahui Edo lah yang melakukannya. Keduanya justru lari tunggang langgang meninggalkan Taufan begitu saja.

" Jangan sok jagoan disini, sekali lagi Gue liat Lo gangguin ni cewek, abis Lo ...! ancam Edo lantang.

" Iya Gue kapok, aduhh lepasin dong ...," pinta Anton sambil meringis.

Perlahan Edo melepaskan Anton yang masih menatap Bunga. Edo pun menepuk punggung Anton dengan keras hingga membuat pria itu tersadar lalu pergi meninggalkan tempat itu.

" Lo gapapa...?" tanya Edo kemudian.

" Gapapa kok, makasih ya ...," sahut Bunga sambil tersenyum.

" Sama-sama. Oh iya, kenalin Gue Edo dari Fakultas Hukum tingkat akhir ...," kata Edo sambil mengulurkan tangannya.

" Mmm ..., Gue Bunga, Fakultas Ekonomi tingkat tiga," sahut Bunga tanpa menyambut uluran tangan Edo.

Edi pun tersenyum maklum lalu menurunkan telapak tangannya yang menggantung di udara itu dengan segera.

" Kenapa jalan sendirian. Kemana temen Lo yang biasa jalan sama Lo ?" tanya Edo.

" Kok Lo tau kalo Gue jarang sendirian ?, Lo ngawasin gue ya...?" tanya Bunga sambil menatap Edo dengan tatapan curiga.

" Gue demen nih yang kaya gini, ga ribet, ga berbelit-belit. Iya, Gue emang ngawasin Lo. Kenapa, ga boleh ?" tanya Edo sambil tersenyum penuh makna.

"Buat apa ?" tanya Bunga tak mengerti.

"Karena buat Gue, Lo itu spesial...," sahut Edo sambil tertawa lalu melangkah meninggalkan Bunga begitu saja.

Bunga hanya bisa memandangi Edo yang berjalan menjauh itu. Sesaat kemudian Bunga berbalik lalu melangkah menuju perpustakaan.

Di perpustakaan Bunga bertemu dengan Wini, teman baiknya selama ini.

" Baru dateng Lo. Gue udah mau karatan disini, Lo baru nongol...," gerutu Wini.

" Maaf, ada sedikit masalah tadi ," kata Bunga sambil meraih buku di rak buku.

" Masalah apaan...?" tanya Wini.

" Males ah ceritanya, ga penting juga," jawab Bunga cepat.

Wini cemberut mendengar jawaban Bunga. Berteman dengan Bunga hampir tiga tahun tetap tak membuat Wini tahu segalanya tentang Bunga. Padahal ia sudah berusaha terbuka, dengan menceritakan dirinya dan masalahnya pada Bunga. Meski pun sedikit tertutup, tapi Bunga adalah pribadi yang menyenangkan menurut Wini. Itu sebabnya Wini bertahan menjadi temannya hingga saat ini.

\=\=\=\=\=

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!