Terusirnya Alin dan Melati dari rumah itu tidak membawa banyak perubahan. Suasana tetap sama karena hubungan Bunga dan Johan juga tetap dingin tak seperti hubungan anak dan ayah pada umumnya.
" Dimana dia ?" tanya Johan pada Mbok Min.
Selama ini Johan memang hampir tak pernah menyebut nama 'Bunga'. Johan selalu memanggil sang anak dengan sebutan 'dia' atau 'Anak itu'.
" Ada di samping Tuan, lagi sarapan," jawab Mbok Min sambil menuang air putih ke dalam gelas Johan.
Sejak kecil bahkan sejak dibawa pulang ke rumah itu Bunga memang dilarang Alin makan di meja utama. Biasanya Bunga memilih meja kecil dekat pintu samping untuk tempat dia makan setiap harinya. Dan sudah dilakukannya sejak kecil hingga dewasa selama bertahun-tahun.
" Panggil dia sekarang ...," kata Johan tiba-tiba.
" Baik Tuan...," jawab Mbok Min dengan hormat.
Mbok Min berjalan cepat ke pintu samping. Saat itu Bunga baru saja selesai sarapan dan akan membawa piring bekas makannya ke dapur.
" Mbak Bunga, dipanggil Tuan, sekarang...," kata Mbok Min sambil meraih piring di tangan Bunga.
" Hmmm..., akhirnya dia ingat juga kalo ada orang lain di rumah ini selain keluarga tercintanya itu ...," kata Bunga sinis.
Kemudian Bunga menghampiri ayahnya yang sedang menikmati makan paginya di ruang makan. Bukannya menyapa, Bunga justru diam menunggu dengan posisi berdiri mematung tak jauh dari meja makan. Johan yang mengetahui kehadiran Bunga juga diam menunggu Bunga mulai bicara. Namun sayang, setelah beberapa saat menunggu tak satu pun dari keduanya mau mengalah dan membuka pembicaraan.
Setelah hampir sepuluh menit tak ada yang mau bicara, akhirnya Johan mengalah.
" Mulai sekarang Kamu makan disini. Jangan lupa, Kamu juga bisa pindah ke salah satu kamar yang ada di rumah ini. Kamu bisa pilih kamar sendiri nanti. Minta pelayan membantumu ...," kata Johan tanpa menatap Bunga.
Setelah merapikan dasinya, Johan mulai beranjak meninggalkan meja makan tanpa memberi kesempatan Bunga untuk bicara. Mengetahui sang ayah menyudahi pembicaraan sepihak itu, Bunga pun hanya diam tak menjawab.
Beberapa langkah dari ruang makan Johan berhenti lalu berbalik karena tak mendengar suara Bunga yang menjawab titahnya tadi.
" Kamu dengar apa yang Saya bilang tadi ?" tanya Johan.
" Iya, tapi saya ga akan pindah. Saya akan tinggal di tempat biasanya," sahut Bunga datar.
" Sebenarnya apa maumu...?" kata Johan sambil menatap Bunga dengan tajam.
Lagi-lagi Bunga hanya membisu tanpa sekali pun menatap sang ayah.
" Aku ini Ayahmu, jadi Kau harus mengikuti perintahku...!" kata Johan dengan tegas.
" Apa Anda baru menyadarinya sekarang...?" tanya Bunga dengan suara bergetar dan masih tanpa menatap kearah Johan.
Johan terhenyak mendengar jawaban Bunga. Untuk sejenak pria itu mematung sambil menatap Bunga. Setelah menghela nafas panjang, Johan pun meninggalkan Bunga begitu saja.
Setelah Johan tak terlihat lagi, Bunga pun menyeret langkahnya menuju ke kamar yang selama belasan tahun ia tempati seorang diri. Kamar itu tak layak untuknya karena lebih mirip gudang daripada kamar. Bunga memandangi seisi kamar sambil tersenyum getir.
Bunga tak ingat kapan persisnya dia tinggal di sana. Kamar yang kecil dan lusuh, bahkan kamar pelayan lebih baik dari kamar Bunga. Ada kasur tipis beralas tikar yang biasa Bunga gunakan untuk tidur, lemari plastik satu pintu untuk menyimpan pakaiannya yang tak seberapa jumlahnya, juga satu set meja kursi yang sudah usang.
Bunga melangkah mendekati meja, dan menatap foto almarhumah ibunya yang terbingkai cantik. Bunga ingat bagaimana ia berusaha mendapatkannya dulu. Karena penasaran, Bunga pun bertanya pada sang ayah seperti apa wajah sang ibu. Saat itu ayahnya sempat terdiam beberapa saat, lalu berkata.
" Cari lah di gudang, Aku taruh di sana. Itu kan barang usang, wajar kalo Aku tak memerlukannya lagi ...," sahut Johan ketus.
Ucapan Johan membuat hati Bunga terluka. Dia sakit hati dan tak mengerti mengapa Johan sangat membenci ibunya.
Dan Bunga pun menangis saat berhasil menemukan foto itu di tumpukan barang tak layak pakai di gudang. Hatinya sakit bukan kepalang saat melihat foto pernikahan ibunya dengan Johan justru ada di bagian bawah seolah sengaja ditimbun dengan barang lain agar terlupakan. Terlihat jelas raut bahagia di wajah keduanya saat itu. Tapi Bunga tak peduli, ia hanya membawa foto ibunya yang sedang tersenyum manis sambil memegangi perutnya yang sedikit membuncit.
Kini Bunga memeluk foto itu lagi dengan erat. Air mata pun jatuh dipipinya yang pucat.
" Ibu ...," panggil Bunga lirih.
Tiba-tiba salah seorang asisten rumah tangga mengetuk pintu kamar.
" Mbak Bunga..., tadi Tuan menyuruh saya membantu Mbak Bunga membereskan kamar baru buat Mbak Bunga. Sekarang kamarnya udah siap Mbak ...," kata pelayan bernama Encum itu sambil mengetuk pintu kamar Bunga.
Bunga membuka pintu kamarnya. Tampak bi Encum yang sedang berdiri menunggu.
" Ga usah, biar saya sendiri yang bereskan. Bibi lanjutin aja kerjaan Bibi...," jawab Bunga.
" Tapi Mbak, nanti saya dimarahin Tuan...," kata Bi Encum.
" Saya yang tanggung jawab," kata Bunga.
Bi Encum pun mengangguk dan meninggalkan Bunga sendiri.
\=\=\=\=\=
Malam harinya Johan pulang ke rumah dengan perasaan galau. Hal pertama yang ia lakukan adalah berkeliling di lantai atas untuk mencari keberadaan Bunga. Saat tak menemukan Bunga, Johan pun memanggil Mbok Min yang sedang menyiapkan makan malam.
" Dimana dia ?!" tanya Johan marah.
" Ada di kamarnya Tuan," jawab Mbok Min dengan perasaan kawatir.
" Kenapa dia belum pindah juga ?!" tanya Johan.
" Saya ga tau Tuan. Mungkin ...," ucapan mbok Min terputus karena Johan memotong cepat.
"Ikut Saya ...!" kata Johan sambil melangkah ke kamar Bunga.
Mbok Min nampak mengekor di belakangnya dengan cemas. Tiba di depan kamar Bunga, Johan memberi isyarat agar Mbok Min mengetuk pintu kamar Bunga.
"Tok tok tok ...,"
" Mbak Bunga..., dicari Tuan !" panggil Mbok Min.
Pintu baru terbuka setengah, tapi Johan sudah mendorongnya dengan kasar hingga berhasil masuk ke dalam kamar Bunga.
" Kamu...," ucapan Johan terputus saat ia menyadari kondisi kamar Bunga.
Emosi yang hampir meledak tadi seketika sirna saat ia memperhatikan kamar Bunga dengan teliti.
Johan nampak melongo melihat kondisi kamar Bunga. Bagaimana Bunga sang pewaris harta itu tidur di kamar yang mirip dengan kandang hewan. Melihatnya membuat Johan shock, ia merasa telah lalai memperhatikan keperluan Bunga. Johan juga menyesal telah memanjakan Melati yang bukan putri kandungnya itu dengan limpahan materi dan kasih sayang yang berlebihan, padahal di bawah atap yang sama Anak kandungnya justru hidup seperti budak.
Johan pun menatap Bunga yang menunduk itu dengan tatapan lembut.
" Pindah dari sini sekarang juga ...," kata Johan lirih.
Setelah mengatakan kalimat itu Johan melangkah keluar kamar dengan gontai.
Bunga hanya membisu sambil menatap punggung sang ayah yang menjauh. Pelan namun pasti, Bunga menutup pintu kamar lalu menguncinya seolah tak ingin memberi kesempatan pada Johan untuk masuk lagi walau hanya sekedar berdiri di ambang pintu kamarnya.
Di ruang kerjanya Johan nampak berdiri di dekat jendela dengan tubuh gemetar seolah baru saja menyaksikan film terhorror di sepanjang hidupnya.
"Kenapa ?. Kenapa Aku ga tau apa-apa selama ini. Bahkan Aku membiarkan Anak kandungku diperlakukan buruk oleh si ja*ang dan Anak haramnya itu ...," gumam Johan dengan nada menyesal.
Namun penyesalan Johan nampaknya tak berarti lagi karena luka hati Bunga sudah terlanjur menebal dan berkarat. Dan Johan sadar akan sulit menyembuhkan luka itu nanti.
\=\=\=\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
neng ade
menyesal juga udh ga ada guna nya
2023-12-11
0
Kustri
bp'e selama ini pingsan
2023-11-04
0
uutarum
hmmmmmm...ga minta maaf gt
2022-11-09
2