Singapura, 2019
Gerimis halus masih turun dari langit saat seekor anjing betina berhenti menyalak. Suara lantangnya perlahan mencicit dan benar-benar hilang sedetik kemudian. Binatang itu mati. Malam hanya menyisakan hujan, seonggok bangkai, dan sesosok lelaki tinggi ber-hoodie hitam dengan pisau berlumuran darah di tangannya.
Pemandangan menggerikan itu terjadi di tepi jalan sebuah komplek perumahan sepi—yang terdiri dari puluhan rumah dengan ukuran dan bentuk identik. Terdapat dua baris rumah yang dipisahkan sebuah jalan beraspal sepanjang kurang dari seratus meter. Beberapa rumah tampak suram. Keberadaan orang-orang kaya pemilik rumah di sana juga tidak diketahui dengan jelas. Seolah-olah mereka sengaja menelantarkan properti untuk ditinggali makhluk-makhluk dimensi lain.
Namun kini, sebuah pertunjukan langka masih berlangsung di jalan komplek. Sesosok asing, tinggi, tegap, mengenakan pakaian serba hitam—sedang bersekongkol dengan hujan, sunyi, dan gelap untuk melenyapkan seekor anjing terlantar tak berdosa.
Detik ini, lelaki itu sedang mencacah dengan brutal.
Detik berikutnya, lelaki itu mendongak ke jendela di mana sepasang mata sedang menonton aktivitasnya.
Pada detik bersamaan, si pelaku dan saksi mata mengumpat lirih di tempat masing-masing.
"Motherfu****!!!"
Seorang gadis menutup gorden jendela kamarnya dengan gerakan cepat. Mulutnya refleks menganga selebar pintu gerbang. Sepasang kakinya gemetaran—ia seret paksa menjauhi jendela. Sekujur tubuhnya mendadak lemas tak berdaya. Di bawah sana, seorang pencacah daging terbaik dunia baru saja memergoki aksi pengintipannya.
Tubuh gadis itu limbung ke tepi ranjang. Napasnya tiba-tiba sesak seolah tak ada oksigen sama sekali di kamar bernuansa merah gelap tersebut. Ya, merah gelap. Sewarna darah kental yang melumuri aspal jalan. Dalam hati, gadis itu mengutuk alam semesta yang telah menjadikannya saksi tunggal sebuah perbuatan keji, tak waras, tak manusiawi, dan tak pantas dilakukan makhluk berwujud manusia.
Tunggu! Manusia?
Gadis itu menggeleng kencang, menolak ide bahwa sosok yang ia lihat di luar sana adalah sejenis manusia.
Mengatup mulut yang sedari tadi menganga lebar, gadis itu lantas mulai menggigiti kuku jemarinya. Sesak napas. Gelisah. Benaknya terus memutar rekaman pembantaian anjing yang dilakukan sosok asing itu. Kimia dalam tubuhnya bereaksi anarkis. Rasa-rasanya ia hendak muntah. Sekuat tenaga ia berusaha mengendalikan perasaan itu. Tetapi ...
"Huh. Tenang, Zeal! Come on!" sugesnya pada diri sendiri.
Tetapi, di tengah tekanan mental yang hebat, sebuah kecemasan baru muncul. Gadis itu cemas pada hasrat yang berusaha memonopoli kewarasannya. Sebuah hasrat terlarang yang ia senangi—yang selama ini membuatnya benar-benar merasa hidup. Hasrat itu baru saja memprovokasinya untuk turun dan bergabung dalam pesta di bawah sana. Masa bodoh untuk tujuan apa! Mungkin ia hanya ingin menantang maut dan berusaha menaklukkan rasa takut seperti biasa. Detik berganti menit, gadis itu mulai berperang dengan psikologisnya sendiri. Ia peluk erat-erat dadanya, mencoba untuk tidak menuruti ide gila yang menggoda.
"Dia bukan harimau! Aku tak bisa menaklukkannya. Tidak bisa!"
ZEAL adalah nama gadis setengah gila yang mengintip di balik gorden jendela. Bodohnya ia tepergok. Sekarang ia mondar-mandir dalam keremangan kamarnya. Sesekali menggigiti kuku. Sesekali mengacak-acak rambut. Ia ingin sekali mengintip lagi. Namun, bayangan anjing dalam kepalanya terus melawan hasrat iblis yang membakar rasa penasaran. Kali ini sang iblis tampaknya menang dari si anjing. Zeal kembali mendorong tubuhnya maju ke depan, kembali ke jendela.
"Tenang, Zeal! Tenaaang!" sejak tadi ia bermonolog pada diri sendiri. "Oh, baiklah, Anjing. Rest in peace. Pergilah dari pikiranku! Pergilah!"
Zeal mencecar kondisi mentalnya yang membingungkan. Rasa takutnya mulai menjadi candu. Kedua kakinya masih gemetar tatkala sampai di depan jendela. Tangannya kembali menggapai ujung gorden yang tadi ia tutup—bersiap menyibak layar pertunjukan untuk kedua kalinya.
"Anjing yang malang!" Zeal bergumam pada nuraninya. "Maaf aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk menolongmu."
Akhirnya ia membuka gorden jendela lebar-lebar, namun tempat kejadian perkara sudah kosong. Acara pembantaian sudah selesai. Tampak pintu sebuah rumah baru saja ditutup. Tiga rumah ke kanan dari rumah yang tepat berhadapan dengan miliknya. Rumah itu gelap, tersudut di ujung. Ia bahkan baru tahu kalau rumah itu dihuni seseorang.
"Tetanggaku?" Zeal merasa nyawanya tercabut dari badan. "Tukang jagal?"
”Mampus!”
Zeal meremas kepalanya kuat-kuat.
“Mampus akuuu!”
Zeal sangat yakin, siapapun yang baru masuk ke rumah itu adalah pelakunya. Ia tak bisa melupakan kilat pisau yang menggorok leher anjing itu, menyayatnya hingga putus, mencongkel biji matanya hingga lepas, mengoyak perut dan mengeluarkan isi-isinya, lantas membabi-buta mencacahnya. Terakhir, pelaku itu menabur-nabur potongan bangkainya di sepanjang jalan.
Jalan berserak potongan bangkai. Itulah pemandangan yang sedang ia saksikan.
Zeal kembali menutup gorden jendela, melenyapkan pemandangan horor di bawah sana. Ia mulai frustasi, tak bisa melupakan detail kejadian itu barang sedetik pun. Terutama saat matanya bertemu dengan mata si pelaku. Sebentuk nafsu iblis terpancar jelas dari maniknya. Zeal yakin ia takkan bisa tidur tenang lagi mulai malam ini dan seterusnya. Jaket parasut hitam yang dipakai sosok itu menyembunyikan hamparan kulit putih mengerikan. Kulit pucat pembunuh!
"Dia tetanggaku."
“Tamatlah riwayatku!”
"Dan dia memergokiku."
“Oh tidak!”
"Dia pasti akan membunuhku.”
”Pasti!”
Zeal menelan ludah pasrah usai menyeracaui nasib buruknya. Tak sengaja arah pandangannya singgah pada boneka Chucky yang sedang duduk manis bersandar di kepala ranjangnya. Boneka itu tersenyum jahat. Tangan Chucky memeluk sebuah kotak musik. Ia pun naik ke ranjang, menghampiri Chucky, dan membuka kotak musik tempat miniatur Tiffany menari berputar-putar. Für Elise dari Beethoven; lagu nina bobok favorit Zeal sepanjang masa. Sambil menenangkan diri dengan mendengarkan melodi Für Elise dari kotak musik, ia sisir rambut Chucky dengan jemari lentiknya.
"Apa dia bisa menghentikan tekanan hidupku, Chucky?" Zeal bertanya getir pada boneka kesayangan itu.
"Bisa," jawab Chucky dalam imaginasinya.
"Baiklah, Cinta. Mungkin sudah waktunya ... semua beban ini diakhiri," Zeal menepuk pelan kepala Chucky. Boneka itu adalah teman tidurnya sedari kecil. "Hm. Kalau begitu aku mandi dulu ya. Habis itu ... kita bobok ya ..."
Masih dijejali perasaan yang kacau, Zeal melucuti satu persatu pakaiannya hingga bebas. Kemudian ia bergerak keluar kamar, menuruni anak tangga, dan masuk ke kamar mandi. Seluruh lampu di rumahnya berwarna kuning temaram. Sangat menyatu dengan latar dinding marun yang memberi kesan gothic sempurna.
Zeal menyukai suasana itu, berharap ada hantu yang merangkak dari sudut-sudut gelap dan menakutinya. Sepanjang hidup ia belum pernah bertemu hantu. Rasa penasaran terkadang mengutuknya. Seakan justru hantu lah yang takut bertemu dengannya.
Zeal membuka shower tanpa menutup pintu. Tak ada pintu yang harus ia tutup selain akses keluar masuk rumah. Kini ia berjongkok di atas tray—mengguyur tubuhnya dengan air hangat. Pikirannya sesaat mengembara ke masa lalu. Tujuh tahun sudah ia hidup sebatang kara. Saat perceraian kedua orangtuanya dinyatakan sah, ia menolak hak asuh mamanya. Ia putuskan untuk tinggal sendirian. Rumah yang ia tinggali saat ini awalnya menjadi sengketa di pengadilan harta gono-gini kedua orangtuanya, namun pada akhirnya, rumah itu dialih namakan ke padanya. Ya, rumah itu sekarang sah menjadi miliknya.
Zeal bergegas bangkit dari posisi mandinya, menghampiri cermin di depan basin, lalu mengoceh pada pantulannya. "Malam ini aku menemukan sesuatu yang lebih menantang dari pada harimau dan hantu. Kau tahu apa?"
Zeal menatap lekat bayangannya dalam durasi yang panjang.
"A psycho."
Tak bisa menentukan apakah ia bisa menikmati rasa takut seperti biasa, namun yang pasti, Zeal tahu bahwa hidupnya takkan sama lagi seperti sebelumnya.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
aaaaa Alan nya aku 😍😍
2021-11-27
0
Noona Leshdewika
sukaa
2021-01-14
0
BELLE AME
Apa anastasia sama zeal sama?
2020-12-05
0