Dua orang pemuda tampan yang melangkah bersama menuju kantor itu, menjadi pemandangan indah tersendiri di pagi ini bagi para santri yang melihat, utamanya santri putri yang jadi berbisik-bisik dan senyum-senyum tersembunyi. Apalagi yang mereka bahas kalau bukan kerupawanan wajah dua orang putra kyai itu. Meski yang satu sudah beristri, namun masih ada juga yang menjadi penggemar rahasia.
Apalagi yang masih single seperti Ibrahim Adlan, pasti banyak yang memendam cinta dalam diam. Putra kyai memang selalu menjadi idola di kalangan para santri, apalagi bila berwajah rupawan seperti Ibrahim Adlan.
"Mas tadi ketemu ummi?" tanya Fathan. keduanya larut dalam pembicaraan mereka sendiri.
"Iya."
"Ada yang berubah, Mas."
Sudah tiga hari berlalu, sejak pengakuan Adlan yang menolak Aisha dan justru memilih Najwa Aulia.
"Aku tau, bibi pasti kecewa padaku," ujar Adlan yang dapat merasakan sikap Nyai Masturoh tadi, tak sehangat biasanya ketika menyambut kedatangannya.
"Ummi akan tetap menghargai keputusan Mas, dia hanya sedih tentang Aisha,"
"Aisha kenapa?"
"Sejak saat itu, Aisha jadi gak mau keluar kamar, dan bicara. Aku gak nyangka, dia begitu berharap pada Mas Adlan."
"Aku bersalah padanya." Adlan menghela nafas "Tapi aku sudah menganggapnya sebagai adikku sendiri Fathan."
"Iya aku tau, Mas.." Fathan menghentikan ucapannya begitu mereka telah menapaki teras kantor, dan terlihat seorang gadis ayu keluar dari pintu itu dan tersenyum ramah pada keduanya.
"Mbak Najwa sudah datang?" sapa Fathan.
"Sudah satu jam yang lalu," sahutnya.
"kok saya gak tau ya." Fathan senyum.
"Apa ummi sakit?" tanya Najwa.
"Ummi baik-baik saja Mbak, kenapa?"
Najwa terdiam. Namun lalu menggeleng dengan senyum. " Saya masuk kelas dulu," pamitnya.
Tapi baru dua langkah ia berbalik.
" Oya Ra, tadi ada yang telf jennengan!" ujarnya pada Adlan.
"Siapa?"
"Saya sudah catat nama dan alamatnya, saya taruh di atas mejanya jennengan."
"Terima kasih."
Najwa mengangguk dan meneruskan langkahnya.
Interaksi keduanya itu tak luput dari perhatian Fathan, tak ada yang istimewa, komunikasi mereka biasa saja, seperlunya saja, bahkan expresi datar terlihat dari kakak sepupunya.
Namun beberapa hari lalu, Ibrahim Adlan begitu mantap mengatakan akan memilih Najwa sebagai pendamping hidupnya. Fathan begitu penasaran, dan ia tak menyiakan kesempatan untuk bertanya begitu hanya tinggal mereka berdua saja di kantor saat jam pelajaran telah usai.
"Ada apa?" Adlan menatap Fathan yang duduk di depannya, memperhatikan apa yang di kerjakan oleh kakak sepupunya itu dengan diam.
Adlan tau pasti Fathan ada perlu dengannya. Namun, masih menunggu pemuda tampan tersebut menyelesaikan pekerjaannya.
"Mau tanya Mas."
"Tanya apa?"
"Tentang Mbak Najwa,"
"Dia kenapa?"
"Mas Adlan serius memilihnya?"
"Iya.Tentu saja."
"Kok cepat sekali kau menjatuhkan pilihan Mas, perasaan, Mas Adlan sangat selektif bila sudah urusan memilih pendamping hidup.Berapa banyak putra Kyai yang kau tolak dengan Alasan tak ada kesan.
Sekarang kok secepat itu menjatuhkan pilihan. Mas kan baru tau Mbak Najwa beberapa waktu lalu, waktu pertama kali datang kemari."
Fathan mengeluarkan segenap tanda tanya yang disimpannya dalam tiga hari ini.
"Siapa bilang aku baru kenal Najwa disini." Adlan menjawab santai.
"Lalu?"
"Kau pasti dengar cerita, di mana dulu Mas Irfan kenal pada Najwa,?"
"Di Al-Falah katanya," sahut Fathan.
"Dan Al-Falah itu rumahku, sampai sini kau faham?"
"Belum terlalu faham." Fathan menggelengkan kepalanya.
"Najwa itu adalah permata yang ku titipkan pada Mas Irfan, karna kini Mas Irfan sudah tiada, maka aku akan mengambilnya kembali,"
ujar Ibrahim Adlan dengan senyum.
"Maksudnya mas?" Fathan semakin tak faham.
*****************
*****************
Pesantren Al Falah Pamekasan.
4 Tahun yang lalu.
Najwa Aulia, adalah satu nama yang mewakili satu sosok pribadi yang cukup punya pesona.
Terbukti dengan cukup populernya nama itu dikalangan para pengajar Madrasah tsanawiyah dan Madrasah Aliyah yang terpisah antara putra dan putri.
Gadis ayu bermata teduh itu bukanlah alumni Al Falah, ia mengenyam pendidikan pesantren di daerah asal ayahnya, di pulau Jawa, tepatnya di kabupaten Jember, yang memang dikenal terdapat banyak pesantren di sana dari yang salaf maupun modern.
Najwa dikenal sebagai guru favorit Madrasah tsanawiyah putri Alfalah, karna sosoknya yang cakap,cerdas,dan anggun. Serta beberapa hal lain mengenai drinya yang di sebut dengan kalimat cukup indah.
Pada saat itu kepala Madrasah tsanawiyah.Bapak Irham Abidin MA. tengah menderita penyakit serius yang menyebabkannya hàrus dirawat intensif di rumah sakit Surabaya, dan mengambil cuti panjang atas tugas tugasnya di Al-Falah.
Maka lalu Kyai pengasuh Al Falah memberi keputusan untuk menyerahkan tugas p.Irham Abidin kepada putra sulungnya, Ibrahim Adlan Fanani yang baru datang ke Al Falah sebulan lalu seusai menuntaskan pendidikannya di pesantren, yang ada di Tuban.
Pemuda tampan yang di kalangan para santrinya di sebut sebagai putra mahkota Alfalah itu sempat menolak, dikarenakan usianya yang masih muda dan belum berpengalaman untuk menjadi seorang KM kendati di dalam instansinya sendri. Apalagi kepulangannya kali ini hanyalah sementara. Sebelum ia kembali melanjutkan studynya ke Univ- Ummul
Quroo Saudi Arabia.
Akan tetapi atas desakan majlis masyayikh dan abanya sendri yang menekankan bahwa itu hanya sementara, maka pemuda tampan itupun menyatakan kesediaannya.
"Bukankah sudah waktunya masuk."
Nafisah menatap ke arah tiga orang siswi tsanawiyah itu yg masih berdiri di bawah pohon samping kantor. Padahal bel masuk sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu.
"Iya, iya, Ustadza." ketiganya saling dorong kecil setelah
kaget saling pandang lalu bergegas masuk ke dalam kelas masing masing.
Nafisah bukan tidak tau apa yg tengah dilakukan tiga orang siswi itu. Itulah yang terjadi akhir akhir ini.
"Ada apa dengan mereka?".tau- tau kamilah sudah berdiri di sampingnya.
"Itu, biasa. Terpana dengan putra mahkota Al Falah."
Nafisah menunjuk halaman samping kediaman kyai yang memang sangat jelas dari arah samping kantor.
Dimana nampak seorang pemuda tampan tengah berbicara dengan dua orang santri sebelum bergegas masuk ke dhalem.
Kamilah tersenyum
"Jangankan mereka, aku kadang berdebar melihat Ra Adlan," ujarnya. Di Al falah.putra kyai itu disebut Lora yg sering di singkat dengan Ra saja dalam panggilan keseharian.
Nafisah menatapnya dengan pandangan menyelidik
"Serius??"
"Ungkapan jujur, beliau memang sangat mempesona," sahut Kamilah.
"Tapi kau tidak jatuh hati padanya kan?"
"Kalaupun iya ,aku terlanjur menyadari kalau hal tersebut sangat beresiko".
Nafisah paham maksud ucapan Kamilah itu.
Dikalangan santri Al Falah atau mungkin juga santri pesantren yang lain, telah terbentuk satu kepahaman bersama bahkan tak jarang menjadi sebentuk keyakinan juga, untuk tak menaruh hati, menyimpan rasa atau lebih gamblangnya lagi jatuh cinta pada putra ataupun putri Kyai hususnya Kyai pengasuh pesantren tempat mereka menimba ilmu.
Walaupun tidak ada larangan secara tertulis ataupun terucap tapi sepetinya mayoritas mereka memilih
untuk menghindarinya. Dengan berbagai alasan yang sebenarnya klise namun cukup kuat juga. Dari yang mulai karena tidak sepadan,berbeda garis nasab atau keturunan, berbeda status sosial, berbeda ini dan itu,
dan sebagainya.
Dan memang umumnya,walaupun tidak semuanya.Para putra ataupun putri kyai itu tlah dipersiapkan jodohnya oleh masing-masing keluarga, yang biasanya memang sepadan dan sesuai.
Dalam artian sama- Sama putra kyai .Sama- Sama pemilik pondok pesantren, terkadang juga yang masih kerabat sendiri dalam tanda kutip yang masuk garis halal menikah.
Jadi menyimpan rasa atau berharap pada mereka itu oleh sebagian santri dianggap sia- sia saja.
Meraka seakan lupa bahwa cinta itu bisa datang pada siapa saja, kapan saja, tak memandang dari kalangan apa dan bagaimana. Tapi secara sendirinya memang tlah timbul sekat tak kasat mata yang cukup tebal di kalangan para santri atas hal tersebut.
Kalaupun toch sudah ada yang terlanjur jatuh dalam pesona rasa itu,mereka memilih untuk menyimpan
rapat rapàt semuanya dan berusaha membuangnya Dan ada pula yang memilih jalan berdoa semoga inilah garis Taqdirnya.Karna tak sedikit pula lho santri yang menikah dengan putra Kyainya.Karna itu memang sudah garis taqdirnya.
Taqdir..yang mereka anggap alternatif terakhir untuk menyelamatkan perasaan mereka, membawanya pada kenyataan bersambut dan berbahagia.
Entah pemahaman ini sudah cukup tepat atau perlu diluruskan yaa?????.
Tentu saja masih perlu di luruskan,karna itu bukan cara pandang yang tepat dan benar...
Di dalam kediaman kyai Umar Fanani itu, Ibrahim Adlan menghampiri Umminya yang tengah duduk bersama seorang gadis berbincang bincang kecil.
"Sudah datang Nak?"
"Iya ummi,tadi saya bertemu Aba di jalan besar"..
"Abamu ke Sampang."
"Soal yang semalam ummi?"
"Iya, oya Adlan. Ini salah satu pengajar tsanawiyah putri...Najwa Aulia"..Nyai Mabruroh menunjuk gadis ayu yang duduk disampingnya itu. Ibrahim Adlan memang belum satu minggu memegang jabatan kepala madrasah tsanawiyah, jadi pasti dia belum tau semua pada seluruh pengajarnya apalagi guru putri
"Oo ini yang bernama Najwa Aulia," ujar pemuda tampan itu setelah sejenak menatap ke arah gadis ayu yang menundukkan pandangan tersebut. Dari ucapannya itu, sepertinya ia memang sudah pernah mendengar tentang nama itu berkali kàli, namun baru kali ini lah ia bertemu dengan sosok orangnya.
"Najwa perlu memberitahukan ada undangan workshop." Nyai Mabruroh memperlihatkan sebuah undangan resmi berlogo Dinas Pendidikan Agama ke arahnya.
Selanjutnya Ibrahim Adlan melihat undangan itu dengan seksama. Undangan yang ditujukan untk tenaga pengajar pendidikan formal di pesantren untuk tingkat pendidikan menengah.
Kyai Umar Fanani memang senantiasa menerima dengan antusias tiap kali ada undangan seminar, pelatihan, ataupun workshop pada santri ataupun guru-guru di Alfalah. Karna menurut beliau itu adalah bekal ilmu yang penting.
Akan tetapi beliau selalu berpesan untuk bisa menyaring dari apa yg didapat dari pelatihan tersebut yang sekiranya sesuai dengan sistem pendidikan pesantren. Karna meskipun kurikulumnya sama, namun ada metode belajarnya yang bisa dan yang tdak bisa di gunakan dalam sistem pendidikan pesantren.
"Saya akan pelajari dulu semua ini, dan secepatnya saya akan memberi keputusan," ujar Ibrahim Adlan kemudian ke arah Najwa Aulia.
Gadis ayu itu mengangguk dan lalu berpermisi pergi dengan bahasa yang sopan.
Ibrahim Adlan masih sejenak melihat kepergian gadis yang dalam penilaiannya berwajah ayu itu.
Berkali kali memang ia pernah mendengar nama itu disebut di kalangan para pengajar putra. Dengan gambaran beberapa pesona. Dan baru kali inilah ia bertemu langsung dengan pemilik nama Najwa Aulia itu.
Satu hal yang disukainya dari Najwa, gadis itu selalu menundukkan pandangannya. Kendati wajahnya tidak tertunduk tapi pandangannya tidak mengarah.
Dan menurutnya,wanita yang selalu menjaga pandangannya adalah salah satu ciri wanita muslimah yang Shalihah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
NA_SaRi
islami banget adab tokoh2nya, karakternya kuat
2022-06-03
0
Afseen
q gk stuju aturan sprti itu, sprti kya kaum bangsawan tdk boleh mnikah dngn rakyat biasa, jatuh cinta kn hak smua orang mslh jodoh gk brjodoh itu urusan YG MAHA KUASA
2021-06-24
1
Sokhibah El-Jannata
semangat
2021-06-08
0