Engkaulah Taqdirku.
" Mas,. Mas Adlan, mohon doanya , Mas!!"
" Ada apa, Fathan?"
Ibrahim Adlan Fanani, baru membuka mata karna dering telfhon yang meraung-raung di pendengarannya. Baru satu jam ia terlelap, namun tidurnya sudah terganggu dengan panggilan di ponselnya. Besar keinginannya untuk mengabaikan, tapi nampaknya si penelfhon memaksa.
Tanpa melihat siapa yang telah mengganggu kenikmatan tidurnya di tengah malam begini, pemuda tampan itu segera menjawab panggilan telfhon itu dan mendapati suara adik sepupunya yang berkata dengan nada memburu.
" Mas Irfan Zidni, meninggal mas!" suara Fathan terdengar bergetar.
" A..apa?!" Bukan hanya kaget, Ibrahim Adlan segera duduk tegak di atas kasur empuknya. Hilang segera kantuk yang masih dirasakan, bahkan sepasang matanya yang masih setengah terpejam, kini terbuka dengan sempurna.
" Jangan bercanda, Fathan!"
" Ini benar, mas!" suara Fathan dengan terisak.
" Gak, gak mungkin." pemuda tampan itu menggeleng-gelengkan kepalanya bergumam, tak percaya dengan apa yang didengar.
" Kemarin, Mas Irfan kecelakaan, dia koma. Dan satu jam yang lalu, dokter menyatakan kalau dia sudah meninggal dunia." Fathan menjelaskan dengan suara serak, sesekali menahan isak.
" Inna lillaahi" Ibrahim Adlan mengusap wajahnya, dadanya terasa sesak kini.
" Doakan mas Irfan ya, mas, semoga Allah melancarkan jalannya," sejenak Fathan menghela nafas " saya cuma mau mengabarkan ini Mas!"
dan Fathan menutup telfhonnya begitu saja
kenapa kau pergi mas irfan? kau sudah janji padaku untuk menjaganya, untuk selalu membahagiakannya.
baru satu minggu mas, baru satu minggu kau mengucapkan janjimu, kenapa kau malah pergi?, kenapa kau meninggalkannya, kenapa mas??, bagaimana dia tanpamu mas?
Ibrahim Adlan menghela nafasnya kuat-kuat, mengerjapkan matanya berkali-kali, agar air yang mengambang di sepasang netra hitam pekatnya itu
tidak terjatuh.
Ini adalah kejutan kedua yang di berikan oleh Irfan Zidni pada Ibrahim Adlan, berupa berita kematiannya
setelah kejutan pertama, ketika kakak sepupunya itu
tiba-tiba menghampiri, saat dia baru selesai memberikan kuliah umum di sebuah perguruan tinggi ilmu Al-Qur'an di jakarta, sebagai tugas pertamanya setelah ia menamatkan pendidikannya
di Ummul-Quro, Makkah.
" Mas Irfan!?" tentu saja Ibrahim Adlan kaget, ketika tiba-tiba lelaki berwajah tampan berpostur tinggi tegap itu duduk begitu saja di depannya yang sedang menikmati makan siang.
" Ini beneran Mas Irfan Zidni?"
" Ckk, tentu saja. Memang kau punya kakak tampan yang lain selain aku dek?"
Irfan Zidni menjawab bercanda, seperti kebiasaannya selama ini bila keduanya bertemu.
Tapi apa yang di katakannya itu memang benar, Ibrahim Adlan itu memang hanya punya kakak sepupu laki-laki Irfan saja. karna Adlan itu adlah putra sulung dari pasangan Kyai Haji Umar Fanani dan Nyai Mabruroh.
Dan Irfan Zidni adalah putra dari Nyai Masturoh, kakak, Nyai Mabruroh. Ayah Irfan meninggal saat usianya baru 3 tahun. Nyai masturoh lalu menikah lagi tiga tahun kemudian dengan Kyai Faqih Zayyad dan memiliki putra Fathan Abdillah.
Sedangkan saudara sepupu Ibrahim Adlan yang dari jalur Aba-nya, semua berstatus adik padanya, karna memang Kyai Umar Fanani adalah sulung dari tiga bersaudara. Jadi Irfan Zidni memang kakak sepupu satu-satunya bagi Ibrahim Adlan.
Dan soal tampan, itupun benar. Irfan Zidni juga berwajah tampan. Sebelas-Dua belas dengan Ibrahim Adlan yang sangat tampan.
" Iya.benar." Adlan terkekeh "Jadi ada apa, tiba-tiba kakak tampanku ini ada disini, apa ada urusan bisnis?"
" Tidak, aku kesini memang untuk menemuimu," sahutnya dengan senyum.
Ibrahim Adlan mengernyitkan dahinya .
menemuiku, jauh-jauh begini, batinnya
"Tapi dari mana kau tau aku disini, Mas?"
"Kau lupa ya, kalau kakakmu ini seorang pebisnis sukses yang punya koneksi dimana-mana?"
Irfan sedikit menyombongkan diri. Tapi itu benar, dia memang seorang pengusaha muda yang sukses, mengikuti jejak almarhum ayahnya.
" Iya aku tau, tapi ini duniaku, Mas, bukan lingkaran dunia bisnismu" sahut Adlan dia masih heran dengan sepupunya itu yang tau-tau menemukan keberadaannya, bahwa saat ini ia tidak sedang berada di Arab Saudi tempatnya menimba ilmu selama ini.
" Aku tau dari bibi, kalau selama tiga hari kau ada tugas di Jakarta. Aku lalu menyusulmu kesini, cukup sulit juga untuk menemuimu, mereka tak percaya kalau aku ini saudaramu, mungkin karna aku tidak ada tampang putra kyai sepertimu ya?" Irfan tergelak. Keduanya memang punya latar belakang kehidupan yang berbeda, namun sangat akrab sebagai saudara.
Kini Ibrahim Adlan mengangguk faham. ia memang memberitaukan umminya, kalau ada tugas di jakarta. Namun, ia tak dapat mampir kerumahnya di pamekasan karna waktu yang sangat singkat, dan banyaknya tugas-tugas lain yang sudah menunggu dalam waktu dekat.
"Jadi, setelah ini kau akan terbang lagi ke Arab?"
"Iya, Mas"
"Kapan akan pulang ke Madura, betah sekali kau di negri orang, sudah hampir tiga tahun tak pulang-pulang, seperti bang toyib."
Irfan terkekeh sendiri dengan ucapannya yang seperti kalimat salah satu lagu dangdut.
"Aku disana belajar, Mas. Bukan jadi TKI" Adlan menjawab sedikit kesal dengan ledekan kakaknya itu.
" Tapi kau sudah lulus 'kan?"
" Iya, tapi aku masih ada tugas pengabdian selama kurang lebih dua tahun."
"Selama itu?"
"Hitung-hitung mengamalkan ilmu, Mas!"
"Kau punya ribuan santri, amalkan ilmu-mu pada mereka saja!"
Adlan senyum sambil mengangguk "Akan ada waktunya juga, Mas " sahutnya.
"Mas bersama istri?" tanya Adlan kemudian.
"Aku sendirian."
" Pergi sejauh ini, tapi istri gak di ajak."
" Biar aku masih terlihat single, dek"
Irfan menjawab seenaknya. Adlan menatapnya tak suka. Irfan segera tertawa renyah.
"Istriku, adalah satu-satunya wanitaku, kehadirannya tak bisa di gantikan oleh siapapun," ujarnya dalam.
Ibrahim Adlan tersenyum dan menunduk. Dalam hati, ia sangat senang dengan ucapan kakaknya itu tentang perasaannya pada istrinya.
" Aku tak mengajaknya kali ini karna aku ada hal pribadi denganmu dek!"
Irfan Zidni lalu merubah posisi duduknya yang semula santai menjadi lebih tegak. Dari gelagatnya ini, Ibrahim Adlan dapat merasa kalau apa yang akan di sampaikannya adalah hal yang sangat serius.
" Aku akan menjaga permata yang kau titipkan padaku dengan segenap kemampuanku. Seperti waktu lebih dari dua tahun yang sudah terlewat ini,
Hanya dia pusat rotasiku, dan akan tetap selalu begitu, selamanya." Irfan Zidni menatap sepupunya itu, dalam. ketulusan dan kesungguhan terpancar jelas dalam sorot matanya.
"Apa maksud Mas Irfan?" Adlan merasa perasaannya berdesir dengan ucapan irfan itu.
" Berawal dari sebuah mimpi dik, mimpi yang sama yang sudah tiga kali datang berturut-turut dalam masa setahun ini!"
" Mimpi apa?"
" Dalam mimpiku, kau menghampiriku bersama istriku, kau menyerahkan tangannya padaku, sambil berkata: ini permataku Mas, permata yang sangat berharga, jaga dia, hormati dengan sebenar-benarnya!. Lalu kau pergi, menuju arah cahaya."
Ibrahim Adlan mengalihkan pandangan, menghindari tatapan mata Irfan Zidni yang terarah padanya. perasaanya bergetar mendengar penuturan Irfan tentang mimpinya.
Itu bukan mimpi, tapi itu adalah fakta. Lalu kenapa bisa begitu, tentu tuhan yang berperan di atas semuanya.
maha suci engkau ya rabb, kau tak mengabaikan perasaanku, kau mendengar doa-doaku, dan kau menyampaikannya dengan utuh pada mas irfan, maha suci engkau ya rabb..
Ibrahim Adlan menyenandungkan pujian dalam hatinya.
" Kenapa kau tak pernah mengatakannya padaku?"
" Tuhan sudah menakdirkannya untukmu, Mas." sahut Adlan.
"Tapi, aku tidak tau sekarang, aku harus minta maaf, atau ..."
"Tidak perlu minta maaf, Mas" putus Adlan dengan cepat. " Tak ada yang perlu di maafkan, Mas lakukan saja seperti apa yang aku minta dalam mimpimu!"
Ibrahim Adlan menatap Irfan dengan seksama, menunjukkan kesungguhan dalam ucapannya.
"Hanya itu?"
" Iya, hanya itu."
"Baiklah, aku berjanji padamu, akan menjaganya dan membahagiakan Najwa selamanya. Tapi,.." Irfan sejenak menjeda kalimatnya dan menatap adiknya itu dengan tatapan sendu. "jika tiba waktuku harus meninggalkannya lebih dulu, kau harus ambil kembali permatamu, dan menjaganya sendiri untukmu!"
" Apa maksudmu, Mas?" Adlan menatap penuh selidik.
"Jangan berpikir aku akan meninggalkannya, bahkan sekalipun kau yang datang untuk memintanya, aku tidak akan melepaskannya. Hanya maut yang akan memisahkan aku darinya" ujar Irfan mantap.
"Bagus, hanya itu yang ingin ku dengar." Ibrahim Adlan menepuk lembut pundak kakaknya dengan senyum.
Pertemuannya dengan Irfan Zidni seminggu yang lalu ketika dirinya masih ada di jakarta, terputar kembali dalam ingatannya.
Jadi saat itu kau hanya berpamitan padaku, Mas , dan sekarang kau benar-benar pergi meninggalkannya.
Ya Allahh.
Kembali Ibrahim Adlan mengusap wajahnya, dimana sudah terdapat titik bening di sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Yayuk Bunda Idza
maa syaaa Allah.....kisah cinta keren ini... penasaran
2022-11-21
0
NA_SaRi
bahasanya santri banget, apa authornya seorang santri? maaf sy baru berkunjung kakak😊
2022-06-02
1
vita viandra
baca k 4x kak najwa... kangen ra adlan🥰🥰🥰
2021-12-18
0