Di rumah yang sangat besar Rival, Tiffany dan Roy sering sekali menghabiskan waktu mereka di ruang tamu apalagi ditambah mereka adalah keluarga yang bahagia, hanya saja Rival adalah anak yang lumayan susah untuk diatur.
"Val lo udah kasih kado belum sama nyokap?"
"Belum." Sahutnya yang terhenti memainkan ponsel miliknya. Ia sebenarnya ada niat untuk memberikan kado kepada sang ibu tapi ia takut kalau Rival yang dikenal anak yang cool dan cuek dibilang sok romantis dan perduli padahal didalam hatinya ia juga ingin membuat ibunya tersenyum dan bahagia walaupun kado yang terbilang sederhana dan tidak mahal. "Lo suka sama Franda ya?" Tanya Rival kepada Roy kakak tertuanya ia mengalihkan pembicaraan kearah lain.
"Kata siapa?" Roy dengan gugup menjawab pertanyaan dari Rival, padahal Rival hanya menanyakan dengan nada iseng tapi sudah membuatnya seperti gugup. Tiffany selaku saudara kembar Roy merasa ada hawa yang berbeda dari wajah Roy kali ini ia terlihat sekali sangat gugup.
"Kenapa lo liatin gue gitu?"
"Serius lo gak ada yang disembunyikan? Soalnya gue mencium hawa beda nih." Tiffany saudara kembar Roy yang merasakan apa yang saudara kembarnya rasakan.
"Apalah enggak kali udah ah gue di kepoin mulu mending gue baca buku trus gue chating sa----"
"Sama siapa? Cie jadi lo seriusan sama Cerry?" Ucap Rival tentunya.
"Jadi lo seriusan sama Lusi?"
"Apaan gue gak sama Lusi kali. Gue gak suka sama dia." Rival malah yang kena timpuk balik.
"Ye makanya jangan sok bikin gue kesal. Tuh Tiffany lagi chat sama tuh?" Tiffany sibuk dengan ponselnya dengan senyam-senyum dikedua bibirnya. Gerak matanya yang menyipit membuktikan kalau ia sedang bahagia.
"Cie cowok baru nih. Siapa lagi sih tiff? Cowok mana lagi yang lo modusin? Jangan bikin cowok baper karna gak bakalan enak."
"Cielah curhat lo kak?" Senggol Rival sambil tersenyum menggoda.
Makanan diatas meja sudah tersusun rapi, sang ibu yang setiap malam menyiapkan makan malam untuk suami dan anak-anaknya di meja makan.
"Ayo kita makan." Suruhnya.
"Siap ma." Mereka berbondong-bondong untuk menuju ke meja makan yang sudah tersedia beraneka ragam masakan yang dibuat.
"Waduh makannya banyak banget ya val? Lo kayak Bima aja? Ketularan?"
"Hahaha, yang gendut itu ya kak?"
"Iya hahaha."
"Udah jangan becanda mulu, makan ayo makan. Pah, sini biar mama yang ambilin nasinya." Ia mengambil centong untuk suaminya. Begitu romantis dan harmonis sekali walau sudah lama membiduk rumah tangga.
"Pah , mah semoga Roy bisa kayak kalian ya romantisnya?" Rival dan Tiffany menyenggol satu sama lain dengan ucapan kakak tertuanya itu sambil tertawa kecil.
"Kenapa kamu mau nikah?" Pertanyaan papahnya yang begitu polos.
"Iya lah pah sama Cerry kan kak?" Godanya. Yang mendapat tatapan tajam dari Roy.
"Enggak kok enggak, apaan sih val Cerry mulu? Gak lah gue udah punya."
"Ih serius? Siapa-siapa?"
"Siapa?"
"Mau tau?" Mereka mendekatkan telinga mereka dengan membuka lebar menunggu jawaban Roy.
"KEPO." Teriaknya hingga telinga mereka sedikit bising. Ayah dan ibu mereka hanya menggelengkan kepala teringat mereka masih muda.
Tertawa puas yang Roy rasakan dengan kekepoan kedua adiknya itu yang membuat Roy menjailinya.
Setelah makan malam selesai Roy pergi menuju kamar dengan hanya mengibaskan tangan mereka didepan wajahnya sendiri sambil tertawa bahagia.
Ia merebahkan kepalanya sambil menatap kearah langit-langit kamarnya. Dengan lampu yang menyala kerlap-kerlip. Ia membayangkan salah satu orang yang ada di sekolah siapa lagi kalau bukan soal wanita yang sudah mampu menarik perhatiannya.
Dia cantik, dia baik, pintar dan bisa diajak sharing apalagi kelakuan-kelakuan yang Roy dapatkan baru kali ini. Kepolosan yang tanpa disengaja membuat Roy terpikat dengan sosok itu. Jantung yang tiap kali berdebar kalau dekat dengan dia. Keingintahuan yang semakin menggebu saja setiap detiknya. Sangat jarang wanita yang ia ketahui memiliki sifat, sikap yang unik.
"Dia udah punya pacar belum ya?" Gumamnya dalam hati. Tiba-tiba saja pertanyaan itu muncul di benak Roy. Sering kali kebersamaan yang selama ini walaupun singkat seakan mampu menjadi daya magnet yang begitu besar.
Senyumnya.
Senyumnya yang sangat khas sekali untuk didapat. Spesial? Ya memang spesial wanita seperti Franda. Beberapa cewek yang mendekati Roy tidak ada sama sekali mirip atau sama dengan karakter langka Franda.
Roy memejamkan kedua matanya karna waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. Besok ia akan sekolah seperti biasa yang pasti akan bertemu lagi dengan wanita yang membuatnya berdebar.
Rumah yang sudah sepi, Rival duduk di ruang tamu sendiri. "Kira-kira kado apa ya?" Pikirnya yang sampai saat ini ia belum bisa memberikan hadiah kepada sang ibu yang telah melahirkannya.
...•••...
Dengan rambut yang tidak terlalu panjang dan dikuncir tinggi membuat Franda lebih terlihat cantik walaupun banyak perempuan cantik diluar sana. Disamping ia melihat Cerry yang selalu ada disamping Franda yang merupakan sahabat koribnya yang tidak pernah terpisah.
Franda melihat diseberang sana ada orang yang sedang memperhatikannya dengan lengkungan senyum yang tergambar. Dari kejauhan saja ia sangat terlihat ganteng.
Franda merasa risih dengan tatapan itu. Ia menarik Cerry untuk masuk kedalam kelas. "Cer, kita masuk aja yuk." Ia berdiri dari duduknya.
"Mau kemana?" Ia terlihat bingung padahal baru saja ia keluar dari kelas.
Franda meninggalkan Cerry duduk diluar sendirian.
Mata mereka seakan melihat Roy yang sedang menatap kearah sana. "Woy liatin siapa lo?" Kejutnya yang membuat Roy langsung saja terkejut sekali ditambah gerak-gerik Roy yang spontan berdiri. Mereka yang mengikuti sorotan mata Roy "Oh gue tau pasti Cerry? Lo suka sama Cerry?" Mendengar hal itu Roy mengkerutkan dahinya sedikit keatas atas ucapan kedua temannya itu.
"Apa sih gue lagi liatin dia noh dia." Tunjuk Roy secara asal keatas. Dengan pasangan yang berdiri di pembatas tangga.
"Lo pengen rebut dia? Dia udah punya cowok kali." Ah sialan Roy baru sadar kalau ia telah menunjuk orang yang sudah memiliki pasangan.
"Makanya jangan kelamaan jomblo gini kan hasilnya?"
"Hahaha."
"Kak Roy liatin gue tadi?" Gumam Cerry.
***
"Kenapa sih val? Kok murung gitu?" Lusi yang mendekat kearah Rival yang sedang memainkan ponselnya sendirian di depan kelas selepas pulang sekolah. Ia tahu Rival sedang melihat beraneka macam tas yang ada di google siapa lagi kalau bukan buat perempuan tidak mungkin Rival memberikan kepada cowok.
"Apa sih lo mau bikin malu gue lagi hah? Percuma gue gak bakalan mau deh." Kesal Rival yang menaruh ponselnya kedalam saku celana. Rival bergegas untuk berdiri.
"Gue tau pasti buat orang spesial ya?" Asal jawab Lusi membuat Rival terhenti langkahnya.
"Siapa? Sok tau aja lo." Sahutnya dengan memasukkan kedua tangan kedalam kantung celana.
"Nyokap kan?" Yang Lusi tau itu adalah kebiasaan ibu-ibu yang menyukai model-model tas. Rival memalingkan badannya lalu berbisik di telinga Lusi.
"Kok tau?" Lusi tersenyum miring lalu ia berdiri dan mendekat kearah Rival.
"Karna gue perempuan. Kalau lo mau gue bisa kok anterin lo beliin tas yang bikin nyokap lo senang." Ajaknya yang membuat Rival terdiam.
"Masa gue bawa model kayak gini sih? Lagian ada untungnya juga sih bawa dia kalau gue sendiri disangka gue bukan cowok normal lagi." Rival berdecak geli.
"Oh.. oh oke tapi cuma bentar ya." Dengan ragu Rival mengiyakan lalu ia masuk kedalam kelas. Lusi yang bahagia sekali melirik ketika Rival masuk. Ternyata tidak sesulit apa yang ia pikir selama ini untuk mendekati Rival.
"Bener kan gue bilang. Lo harus cool dan jangan gelendotan sama Rival dia suka sama cewek gak agresif lus." Dengan rencana Milka semua perlahan berjalan mulus. Lusi merangkul Milka dengan tanda bangga.
"Emng bisa diandalkan ya lo. Sahabat paling the best gue. Ya udah lo hari ini pengen gue traktir apaan? Lo bebas hari ini belanja ya." Ucap Lusi yang berterima kasih kepada Milka dengan rencana ini.
Rival duduk di bangku miliknya yang masih ragu membawa Lusi dengan ide yang tiba-tiba saja. Sedangkan Rudy yang merupakan cowok playboy malah mendekati Cerry perempuan tercantik yang ada di kelas. Bukan karna suka tapi karna Rudy orang yang jago gombal.
"Cer, hari ini lo cantik deh. Tuhan emang baik ya bisa menciptakan perempuan secantik lo di dunia ini beruntung banget cowok yang bisa jadi pasangan lo nantinya. Kalau boleh tau minta nomor hpnya dong. Biar bisa jagain bidadari gue." Rudy memberikan ponselnya kepada Cerry agar ia menaruh nomor hpnya itu tapi Cerry malah menolak pelan.
"Kan udah ada di grub? Lupa?"
"Eh iya ya? Gue gak inget." Ia menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal.
"Makanya kalau punya gebetan satu aja cukup. Lupa kan lo?" Sahut Bima yang tidak hentinya memakan cemilan ringan yang ia beli setiap hari.
"Berisik banget sih kalian. Oh iya gue pengen beli kado nih buat nyokap. Kira-kira hadiahnya apa ya guys?"
"Gue sih kalau ngasih nyokap tas atau jam tangan."
"Kalau gue bunga."
"Ah udah biasa."
"Kalau menurut lo bert?" Mereka menunggu-nunggu jawaban unik Albert.
"Buku masakan atau gak barang yang bermanfaat."
"Percuma kalau nanya Albert mah, ujung-ujung buku lagi buku lagi."
Pelajaran pertama pun siap dimulai. Mereka sudah mengeluarkan buku-buku pelajaran yang akan diajarkan oleh bu guru yang ada didepan.
"Lus, kalau diliat-liat Rival ganteng juga ya.."
"Jangan bilang lo juga suka sama Rival? Gak boleh lo sama Rudy aja tuh sahabat Rival. Kalian cocok kok." Suruh Lusi yang tidak terima dengan ucapan Milka sahabatnya sendiri bisa-bisa mereka berantem karna menyukai cowok yang sama.
Milka memanyunkan bibir "Iya, gue kan cuma bilang ganteng doang."
"Lusi, Milka apa yang kalian obrolkan."
"Em anu bu.. Milka nih bisikin saya kalau ibu cantik."
"Hhhhuuu alasan doang lo."
"Sudah-sudah jangan bicara lagi. Kita lanjutkan pelajaran kita." Milka dan Lusi pun melanjutkan pelajaran yang di terangkan oleh bu guru didepan.
...•••...
Mobil turun kearah kafe entah apa yang ada di pikiran Lusi tadi ketika didepan gerbang meminta Rival mengajaknya ke kafe sebentar sebelum ke toko tas.
"Bentar doang ya, gue gak bawa uang lebih."
"Hm." Lusi melangkah maju ke depan terlebih dahulu. Ini adalah kafe mahal yang Rival tau walaupun ia mempunyai banyak uang di kantungnya tapi Rival tidak ingin kalau uangnya hanya ia manfaatkan untuk makan satu hari doang dengan tarif yang mahal.
Lusi menarik kursi dan meminta pelayan untuk memberikan menu makanan. "Lus kan udah gue bilang jangan pilih itu, itu kemahalan."
"Ya Rival."
"Ya udah pesan aja. Mba dia aja satu ya jadinya." Ucap Rival. Ia mengecek dompetnya yang tinggal beberapa lembar lagi.
Seperti biasa Lusi instastory kafe yang ada disini dengan gaya khasnya yaitu gaya manyun. Ia malah mengajak Rival untuk berselfie bersama.
"Apaan sih jangan alay ya."
"Dasar cewek aneh." Kalau enggak minta pendapat dari Lusi, Rival gak bakalan mau jalan bareng sama Lusi apalagi ini kedua kalinya ia malu.
Tidak lama pesanan datang diatas meja. "Uuu lapar banget, gue suapin ga val."
"Aaaaaaaaaaa...." Lusi seakan memainkan sendok seperti anak kecil yang main pesawat-pesawatan.
"Apa sih lus. Kayak anak kecil udah lo makan aja. Cepetan gue pengen beli tas." Ucap Rival yang menunjuk kearah jam tangan miliknya. Lusi hanya memakan dengan santai.
"Iya sabar kenapa sih val."
"Buruan dikit lagi tuh." Rival tidak sabaran untuk tidak berduaan dengan Lusi disini karna ia merasa tidak nyaman.
"Ya udah gue tinggal aja. Nih uangnya." Rival sudah kehabisan akal ia langsung saja berdiri menuju ke mobil tapi perduli Lusi ikut atau tidak.
Karna tidak mau di tinggal Lusi menaruh uang diatas meja lalu mengejar Rival yang lebih dulu meninggalkannya.
"Tungguin." Dengan nada manja membuat Rival risih.
Mobil melaju menuju ke tujuan utama mereka yaitu toko yang menjual berbagai macam tas.
"Kayaknya masih ke buru sih. Lo tau dimana tempatnya deket sini aja lah."
"Iya tau kok habis ini belok kiri dan lurus dikit dah sampai deh." Petunjuk Lusi membuat Rival hanya mengikuti lalu melaju begitu saja dengan kecepatan sedang.
Lusi melihat Rival begitu ganteng dan rahang yang begitu sempurna. Rambut hitam pekat dan tebal membuat Rival memiliki aura laki apalagi kali ini ia sedang memberikan hadiah kepada ibunya. Kulit Rival yang putih menambah kesan sempurna.
"Lus kan udah gue bilang tadi jangan gelendotan sama gue? Lo bisa gak sih? Kalau enggak gue kirim lo ke alien?" Rival melepaskan tangan yang menempel di bahunya. Kali ini emang sulit untuk dipercaya tapi karna terpaksa membuat Rival harus sabar.
"Iya maaf, eh kayaknya yang ini bagus juga tapinya tapi mahal sih?"
"Lo liat harganya dong mahal banget jajan gue setahun ini. Enggak ah yang lain aja. Jangan mahal-mahal." Ucap Rival yang meninggalkan Lusi yang mencari tas yang pas.
"Potongannya sih matre. Gila gue beli harga segitu bangkrut gue." Cibir Rival.
"Mah kayaknya ini cocok juga buat tante Linda. Harganya gak terlalu mahal." Ucap orang yang ada disamping Rival. Ia melirik tas yang dipegang orang itu. Rival berdoa semoga aja mereka tidak membeli tas itu.
"Tapi sayang tante Linda kan gak suka warna biru? Dia suka tas yang warna pink disana aja yuk." Tarik mamanya yang membuat Rival mengelus dada. Ia baru teringat kalau mamanya menyukai warna biru kenapa baru aja ke inget?
"Ini aja kali ya?" Rival langsung saja mengajak Lusi ke kasir karna ingin rasanya mengantarkan Lusi balik ke rumahnya karna sudah tidak tahan dengan apa yang Lusi lakukan di pinggir jalan tadi.
"Lus, balik gue udah beli tas yang ini." Ia menunjukkan tas yang Rival pegang tapi Lusi malah mengkerutkan pilihan Rival.
"Eemm."
"Kenapa jelek?"
Lusi menggeleng sambil tersenyum.
"Ya udah bayar di kasir." Rival melengos begitu saja menuju kasir. Sedangkan Lusi membayangkan kalau Rival adalah pacarnya.
Khayalan on
"Sayang, kenapa kamu bawa tas itu semua?"
"Sayang, kamu kenapa sih. Kamu gak suka sama belanjaan aku? Kamu udah gak cinta gak sayang?" Mata Lusi melotot kearah Rival yang lagi marah-marah.
"Ya udah jangan ngambek dong entar cantiknya hilang lagi." Rival yang mencolek wajahnya dengan gemas agar perempuan itu tidak ngambek lagi.
Khayalan off
Rival datang dengan bingung kenapa Lusi malah bengong di tempatnya tadi dan senyum-senyum gak jelas. Rival memegang dahi Lusi apakah dia sakit atau tidak.
"Lus, lus? Lo sakit?" Lusi masih saja tersenyum.
"Woy, balik." Teriak Rival membuat Lusi terbangun dari lamunannya hingga saking kencangnya ia mengusap telinganya yang panas.
"Belanjaan kita mana sayang?" Dengan polosnya Lusi berbicara seperti itu membuat Rival malah bingung dan tertawa.
"Emang sakit nih orang. Sayang dari Hongkong? Hahaha ya udah gue beli ini aja. Gue anterin balik cepetan." Rival membawa kado itu dengan kedua tangannya. Lusi menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal, ternyata ia hanya bermimpi.
"Gue bisa gini ya?"
...•••...
Rival membawa kado yang sudah ia beli tadi bersama Lusi perempuan yang mengaguminya dari dulu. Rumah tampak sepi dan kosong hanya pembantu rumah tangga yang mengelap guci-guci dekat kolam renang.
"Bi mamah mana? Kok kayaknya sepi banget?" Ia menengur asisten rumah tangganya yang sedang asik.
"Oh nyonya lagi di.... dimana ya saya lupa?" Ucapnya yang menggaruk-garuk kepala.
"Dimana bi?" Tanya Rival dengan nada santai.
"Di rumah tante den kayaknya acara keluarga deh. Coba tanya langsung ibu soalnya gak nitip apa-apa." Ucapnya yang gugup.
Rival berpikir kalau ia memang di anak tirikan seengganya ada kabar. Ia langsung mengambil ponsel untuk memberikan kado yang ia beli tadi sepulang sekolah dengan uang jajannya yang sudah ia disisihkan. Ia memandangi kado yang sudah terbungkus rapi ternyata tidak ada harganya.
"Bi, nitip ini ya. Kalau ada mamah bilang dari aku. Ya udah aku ganti baju dulu." Ucapnya yang menaruh kado cantik itu yang sudah ia berikan kepada asisten rumah tangga.
Ia menaiki tangga untuk mengganti seragam sekolahnya. Rumah tampak sepi seperti tak berpenghuni.
Dibalik jendela Rival melihat mobil yang biasa terparkir biasanya sudah nangkring di depan teras. Padahal ia juga bagian dari keluarga Rival malah seperti dianak tirikan, kasih kabar kek biar ada basa-basinya.
Jam sudah menunjukkan pukul 17.00
"Ahhh, astaga gue ketiduran?" Matanya yang memerah membuat Rival baru saja terbangun dari lelapnya ditambah lagi suasana diluar sudah mulai gerimis dan mulai redup.
Rumah masih sepi dan belum ada tanda - tanda kedatangan keluarganya.
Cekrek..
Pintu kamar Rival terbuka ternyata itu mamanya.
"Dari mana aja mama?" Kesal Rival yang masih diposisinya.
Dengan santainya ia menjawab "Dari rumah tante kamu."
"Kok gak kasih kabar?"
"Udah tadi sama bibi."
"Oh. Seharusnya mama bilang dong."
"Iya maaf ya sayang. Oh iya kado itu kamu ya yang kasih ke mama? Makasih ya sayang kadonya mama suka."
"Hm." Karna gengsi Rival hanya berdecak singkat. Tapi ia tersenyum bahagia tidak sia-sia membelikan tadi berwarna biru itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments