Adakah yang paling menyakitkan dalam hidup ini melebihi sakit karena ditinggalkan oleh orang tercinta. Adakah manusia yang dapat menyelami pilunya hati seorang ibu karena harus kehilangan anaknya. Rasanya ini cukup, cukup membuatku jatuh sampai aku tak tau bagaimana caranya untuk bangkit.
3 hari setelah kejadian itu, aku memutuskan untuk kembali menemui puteriku, sambil mencari celah untuk bisa membawanya kembali. Sesampainya disana kulihat rumah tengah dalam keadaan kosong. Aku coba bertanya pada tetangga sekitar ternyata mereka pergi untuk berlibur.
Alhasil aku kembali pulang dan akan menemuinya saat mereka kembali.
4 hari kemudian kudengar mereka telah selesai berlibur. Aku coba untuk menemuinya lagi. Diluar rumah Fahri sedang berkumpul dengan beberapa saudaranya, sambil menggendong Shella yang nampak ceria memainkan kecilnya.
Aku mendekati mereka dan memberanikan diri untuk menginjakan kakiku dirumahnya berharap mereka tak akan mengusirku lagi seperti waktu itu.
"Assalamualaikum," ku ucapkan salam.
"Waalaikumsalam," jawab Fahri yang tengah menggendong Shella didepan rumahnya.
"Eh ada mama Lisna, mau ketemu anak ya?" kata saudara Fahri yang sedang duduk.
"Iya, memangnya saya masih gak boleh ketemu anak saya sendiri!" jawabku ketus.
"Oh silahkan, sensitif banget jadi orang!" dia memalingkan muka.
Aku menghiraukannya dan mendekati Fahri.
"A, boleh ku gendong Shella sebentar saja" pintaku dengan lembut.
Dia hanya mengangguk dan memberikan Shella kepangkuanku. Seketika itu ku gendong, kuciumi dia ku peluk erat seerat mungkin, aku tak kuasa menahan kesedihanku.
"Kamu gak usah sesedih itu, saya janji akan merawat dia dengan baik sebagai gantinya kamu bisa melihat dia kapanpun kamu mau, saya tidak ingin menyakiti kamu lebih dari ini asal kamu merelakan Shella untuk kami" ujar Fahri.
Aku hanya terdiam dan menatapnya, tak ingin rasanya membalas apa yang dia katakan. "dasar egois" gumam ku dalam hati.
"Kenapa kamu lakukan semua ini padaku?" ucapku dengan nada sinis.
"Semua ini demi kebaikan Shella juga Lis" jawabnya singkat.
"Kebaikan macam apa yang kamu tawarkan? memisahkan antara ibu dengan anaknya? itu yang kamu sebut kebaikan? " aku menatapnya tajam.
Fahri tidak menjawab pertanyaanku, dia hanya terdiam. Sementara mereka yang sedang duduk tersenyum kecil sangat membuatku tak nyaman memerhatikan pembicaraan kami.
"Boleh ku ajak shella main sekitar sini?" tanyaku datar.
"Iya, silahkan" jawab Fahri.
"Awas nanti dibawa kabur," bisik saudara Fahri.
Aku menghela nafas. "Maaf aku tak selicik kalian," ucapku pada mereka.
Sempat tersirat dibenakku memanfaatkan kesempatan ini untuk membawa Shella kabur, tapi kuurungkan.
Aku mengerti dia akan bersikeras melakukan segala cara untuk bisa mendapatkan apa yang dia inginkan karena aku memahami betul sifat dari mantan suamiku. Aku tak ingin hal buruk terjadi jika memaksakan kehendak untuk membawa Shella. Aku terus berfikir bagaimana cara agar Shella bisa bersamaku lagi. Aku mengalah dan memberikan Shella pada Fahri lagi.
Setelah seharian kami bersama aku pamit untuk pulang. Lagi-lagi Shella meronta ingin ikut tapi buru-buru dibawah masuk oleh ayahnya. Sempat aku meminta untuk kembali rujuk, mengenyampingkan rasa malu dan sakit hatiku demi Shella namun, dia menolak dengan alasan telah menemukan calon ibu baru untuk Shella.
Bisa secepat itu bagi laki-laki menemukan pengganti untuk mengisi kekosongan hatinya, jika aku boleh jujur, aku masih menaruh harapan padanya demi Shella tapi apa daya, dia, telah memilih yang lain.
Jika ada pertanyaan mengapa tidak menempuh jalur hukum saja untuk mendapatkan hak asuh anak? bukankah jika orang tua bercerai hak asuh anak jatuh pada ibunya jika usia anak masih dibawah 12 tahun?.
Ya, memang untuk masa sekarang sangat mudah untuk bisa menempuh jalur hukum tapi waktu itu hal-hal semacam itu belum terlalu banyak orang tau termasuk aku dan prosedur untuk melakukan itu cukup sulit tidak seperti saat ini dan juga keluarga fahri banyak yang mengenal orang-orang penting di desa jadi untuk bisa berontak sulit rasanya, kekuatan mereka terlalu besar untuk bisa dilawan oleh keluargaku.
Pada dasarnya mantan suamiku itu orangnya baik, hanya saja perangainya yang agak keras dan keukeuh. Selama kami menikah dia belum bisa bersikap dewasa, masih senang nongkrong bersama teman-temannya yang belum menikah.
Jika ku ingat lagi perlakuannya saat kami masih bersama, pernah waktu itu aku sakit keras saat usia Shella masih 3 bulan, aku mengalami sakit typus dan dokter menyarankan untuk tidak memberikan asi dulu pada Shella, itulah alasan mengapa anakku minum susu formula sampai saat ini.
Dalam keadaan lemah dan tak berdaya masih harus mengurus bayi sementara suami malah asyik main bersama teman temannya. Hal yang paling sedih waktu itu ketika aku ingin pergi ketoilet namun dirumah kami belum ada. untuk mencuci dan buang air kami harus menggunakan wc umum yang jaraknya melewati pesawahan dan selokan. Aku meminta fahri untuk mengantarkan ku namun dia menolak karena ingin tidur.
Akhirnya aku pergi sendiri, dengan penglihatan yang buram karena kondisi yang sangat lemah kususuri jalan setapak menuju wc umum namun ditengah perjalanan kepalaku terasa pusing, sementara jalan yang kulewati tepat berada di pinggir sawah berlumpur. Ku pegang sebuah pohon pisang yang hampir rubuh namun karena tubuhku terlalu besar dari pohon itu akhirnya aku terjatuh kesawah yang penuh lumpur dan pingsan. untung ada salah seorang tetanggaku yang menolong dan membawaku pulang.
Walau banyak hal menyakitkan yang kuterima selama berumah tangga tapi aku tetap bertahan demi Shella.
Andai saja bisa ku putar balik waktu, tak akan ku biarkan pengaruh buruk dari luar menghancurkan keluarga kami, jika hanya karena perangai suamiku yang kasar aku akan bertahan dan Shella bisa ku asuh sepanjang waktu tanpa harus ada batasan seperti saat ini.
Meski aku diberikan kelonggaran untuk bertemu dengan Shella kapanpun aku mau, tapi terkadang Shella tidak ada dirumah setiap kali aku datang yang aku inginkan tetaplah satu yaitu mengurus anakku sendiri, bisa melihatnya, menyentuhnya kapanpun aku mau tapi keadaan tak berpihak padaku.
Semakin lama berpisah hidupku semakin terasa sepi. Ku fikir lagi, perasaan ini wajar kurasakan karena ibu mana yang mau berpisah dengan anaknya sendiri.
Ku buka album foto sisa kenangan dulu, kupandangi satu persatu foto pernikahan kami dan foto shella sewaktu awal-awal lahir.
"Aku pernah bahagia, pernah dicintai dan mencitai, aku pernah menikah, pernah melahirkan, pernah punya anak dan semua itu hilang dalam waktu sekejap, rencana tuhan itu selalu penuh dengan rahasia dan kejutan."
Seperti kesendirianku saat ini yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Waktu terus berlalu dan rasa sakit itu masih saja membekas. Setiap kali aku membayangkan Shella disampingku namun kenyataannya dia ada bersama ayahnya membuatku sangat sedih, aku ingin memeluk anakku setiap waktu namun tak mampu.
Air mata ini terus mengalir jika ku resapi kenyataan hidup yang tak sejalan, kenyataan hidup yang pahit. Rindu aku akan selalu merindukan anakku.
Bersambung...
Terimakasih kepada para reader yang telah bersedia membaca tulisan ini jangan lupa sertakan like, komen, rate serta vote untuk mendukung author ya.. 💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Anisnikmah
mampir
2022-02-21
0
Jujuk
semangat kak. aku suka
2021-05-02
0
S R
Like
2021-03-05
0