...Selamat Membaca!...
...*****...
...Dunia ada karena Tuhan. Kehidupan juga tercipta karena kehendak Tuhan....
...Begitu pula dengan kebetulan. Semua adalah campur tangan Tuhan....
...Disadari atau tidak. Diakui atau tidak, kebetulan hanyalah omong kosong belaka....
...Yakin, cuma kebetulan?...
...*****...
Satu bulan kemudian.
SMA Permata heboh. Selama satu bulan perbaikan itu, pembelajaran sekolah dilakukan melalui media daring atau via online. Walau sudah satu bulan berlalu namun, fenomena yang terjadi satu bulan yang lalu tetap menjadi berita hot, buah bibir banyak murid. Sekolah yang tadinya hancur bagai diterjang tornado maha dahsyat kini kembali berdiri kokoh.
Dengan warna baru, dengan model yang berbeda. Dengan fasilitas keluaran terbaru dan modern. Serba baru. Semua kembali ke keadaan awal seolah tidak terjadi suatu hal apapun. Semua akses informasi ditutup rapat dari dunia luar.
Para murid tidak ada yang berani membicarakan kejadian langka ini di luar Sekolah. Terlalu berisiko jikalau dunia luar tahu.
Pihak sekolah juga telah mengeluarkan ultimatum garis keras akan larangan menyebarkan berita ini dan mengancam seluruh muridnya agar mau bungkam. Walau kerap kali masih ada yang melanggar.
Telah terbukti bagi mereka yang melanggar perintah, beberapa hari sebelum mereka kembali ke rutinitas sekolah pada umumnya, telah terjadi tindakan yang melanggar sebagaimana yang dilarang oleh pihak sekolah.
Pihak sekolah entah bagaimana caranya, telah berhasil menemukan sekelompok anak muda yang terdiri dari delapan murid perempuan dan laki-laki tengah berkelakar heboh di sebuah tempat tongkrongan anak muda yang mana tak jauh dari sekolah.
Dan diantara kumpulan delapan murid tersebut sebagian dari mereka berasal dari luar SMA Permata. Yang otomatis menyebarkan berita yang tengah ditutup tutupi dengan keras. Namun, untungnya, berita ini tidaklah sampai pada media massa alias kembali berhasil dibungkam. Sehingga tidak menimbulkan kehebohan di sepenjuru negeri.
Dan sebagai hukumannya, mereka diberi sanksi dikeluarkan dari sekolah dan sulit untuk diterima di sekolah elit mana saja. Terlepas dari seberapa kuatnya kuasa mereka dan seberapa banyaknya uang yang mereka miliki. Bahkan, mereka di kucilkan dari dunia mereka.
Kini, tidak ada yang berani dan tidak ada yang boleh mendekat. Dan semenjak itu, haram bagi mereka untuk membicarakan ini di luar sekolah. Di dalam sekolah pun mereka membicarakan secara diam diam. Ya, mereka akui, mereka masih sayang dengan masa depan mereka.
Mereka bertekad, tidak akan pernah mau menggantikan masa depan cerahnya hanya untuk memuaskan nafsu nyinyir penuh dosa mereka diganti dengan kesuraman yang mengerikan. Mereka, tidak mau bernasib sama seperti yang sudah terjadi sebelumnya.
Dan bagi mereka, cukup dengan semua dosa yang ia lakukan. Tetapi, tidak dengan menghancurkan masa depan. Big no!
"Lo ngapain sih ngikutin gue mulu, Ric?!"
Odelia berteriak galak, mata coklatnya memicing. Gadis itu jengah. Kemana pun Odelia pergi, pasti tidak lebih dari jarak tiga meter di belakang Odelia, Osric, pemuda yang sepertinya kurang pekerjaan itu terus menerus membuntuti Odelia. Seakan dirinya tak merasa lelah dan bosan. Bahkan Odelia sampai lelah sendiri dibuatnya.
Osric nyengir, kali ini ia mensejajarkan dirinya dengan Odelia menjadi berjalan berdampingan. Menaiki tangga menuju perpustakaan sekolah.
"Kok lo galak mulu sih? luluh dong. Gue kan lagi merangkap sebagai penjaga tuan putri takutnya sang tuan putri diculik si buruk rupa."
Odelia melotot, ia berdiri berkacak pinggang, menatap Osric galak seolah ingin memangsanya secara brutal. "Gak lucu tahu gak. Mentang mentang satu bulan ini lo selalu main ke rumah gue, lo jadi makin seenak sendiri ya. Jauh jauh sana, ish."
Awalnya adalah dari Osric yang mengantarkan Odelia pulang sekolah di hari insiden lalu. Memang benar bahwa, selama satu bulan ini, Osric rutin tanpa absen, setiap hari selalu menyambangi kediaman Odelia dengan kehebohan dan seenaknya sendiri. Dimulai dari masuk yang suka menyelonong padahal kedatangannya tidak diterima, sampai ia yang nekat membawa sepuluh pasukan berjas hitam yang katanya adalah prajuritnya.
"Mereka itu prajurit gue, Del. Mereka akan jaga kita. Gue dan lo. Tenang aja. Mereka itu nurut. Kalau gak nurut, bunuh aja gak apa apa kok. Ikhlas gue, kan masih ada banyak prajurit yang lain." Katanya waktu itu dengan tawanya yang khas lalu menyelonong seenak jidatnya masuk ke dalam rumah lalu duduk bersila menyaksikan tayangan televisi. Padahal saat itu, pembelajaran daring telah berlangsung!
Dan apa apaan tadi, bunuh? heh, sembarangan!
Bahkan ia tak menghiraukan Odelia di luar rumah yang tengah mengomel bahkan sampai menjerit dan menyumpah serapahinya karena risau akan kedatangan yang katanya adalah prajurit.
Heh, prajurit! Halu!
Bahkan saat Odelia meneriakinya untuk enyah dari kediamannya saja yang ia katakan adalah, "gue kan udah bilang, gue akan selalu ada di sisi lo. Bersama gue lo pasti aman." Kemudian ia meringis, memandang Odelia seraya menggaruk kepalanya. "Hm. Ya, setidaknya lo gak akan mati. Tapi tenang aja, gue juga udah bilang bahwa gue akan pertaruhkan segalanya buat lo."
Odelia diam. Wajahnya semakin datar. Ingatannya satu bulan lalu kembali membayanginya. Kembali membuatnya mendidih karena kesal.
"Jangan bilang, lo juga bawa prajurit kehaluan lo itu, iya?" Katanya was was, melihat seringai Osric sekarang, memunculkan sebersit feeling buruk. Oh bukan, tapi buruk sekali!
"Iya kenapa? mereka ada di sekeliling lo sekarang."
Odelia mematung, kepalanya bergerak gelisah. Menatap sekelilingnya, loh? "Mana? gak ada tuh, cuma ada setan doang, tapi banyak sih."
Osric memandang Odelia dengan raut datar lalu menyeringai, tanpa bersuara.
Hening.
Odelia tiba tiba saja terbahak. Tertawa secara paksa. "Haha! gak biasanya kan ya ada setan di sekeliling gue sampai sepuluh." Tawanya terhenti, ia berjalan mendekati Osric. Wajahnya masam sekali. "Mereka?"
Osric mengedikan bahunya acuh. Seringai dalam wajahnya hilang, tapi ia tersenyum lebar. "Prajurit. Mereka prajurit gue. Sekarang percaya?"
"Gak, lo pasti pake bantuan dukun. Pasti itu!" Sengitnya galak seraya mencebik kesal.
Setelahnya, dengan kasar, ia letakkan di sembarang tempat sepatu yang ia kenakan dan masuk ke perpustakaan tanpa memperdulikan eksistensi Osric.
"Mari lihat, Delia. Lo, akan sejauh mana tidak mempercayai gue?"
Pemuda itu menghembuskan nafasnya panjang seraya melangkahkan kaki menuju perpustakaan. Berusaha menetralkan ekspresi wajah bulenya yang seperti tengah terusik. Namun, nada dering pada ponselnya membuatnya kemudian berbalik menjauh.
Sedangkan, Odelia, gadis itu kini memilih membaca novel di bangku paling pojok perpustakaan, di kedua telinganya ia jadikan tempat persinggahan bagi sepasang headset nya.
"Hahaha dasar bocah nakal."
Sontak saja, Odelia tersentak kaget, tangannya langsung mencabut kedua headset di telinganya. Suara itu kembali berdendang di telinganya. Kali ini, intonasi suaranya meninggi. Telinganya bahkan sampai berdengung, gadis itu lantas memekik kesakitan. Telinganya yang super sensitif tidak mampu menerima suara itu dengan baik.
"Kakak, mama yang nakal bukan aku, kakak."
Suara itu, lagi. Apa? Siapa?
Odelia terperangah, lima meter di depannya terdapat bocah cilik dengan gaun warna putih lusuh dengan noda darah, rambut gadis cilik itu semrawut. Sangat jauh dari kata rapih. Ah, bukan! bukan manusia tapi yang biasanya disebut hantu. Gadis cilik itu, sudah mati.
Di tangannya terdapat boneka tedy bear berukuran kecil berwarna coklat gelap. Dan di beberapa bagian tubuhnya terdapat luka yang menganga lebar dengan darah yang merembes pada lantai perpustakaan. Membasahinya hingga terasa bau anyir yang sangat menyengat.
Odelia rasanya hendak muntah, namun, ia tahan. Ia tidak boleh segampang itu lemah. Tidak boleh!
"Kakak, mama nakal." Adunya lagi dengan wajah sendu. "Mama nakal, kakak. Mama nakal."
Odelia bangkit berdiri, ia hendak menjauh dari sosok itu, tetapi terhenti tatkala gadis kecil itu menangis meraung raung kembali, membuat indera pendengarannya kembali sakit luar biasa. Kepalanya pening, sedang hatinya mendadak merasa begitu pilu.
"Kakak, ini sakit. Sakit. Sakit, kakak." Ujarnya lagi disela tangisnya yang menderu kencang.
Sebagai seseorang yang memiliki darah indigo, ia mampu merasakan apa yang anak itu rasakan. Energi sosok bocah itu berhasil sampai padanya. Membuat Odelia tiba tiba saja dicekik rasa pedih yang dalam.
Namun, kemampuan indigonya tak dapat memberitahunya apa yang sudah ia alami di masa kehidupannya sebelum ia tewas.
Odelia lalu berjongkok, menutupi sepasang telinganya, matanya terpejam. Bulir bulir keringat tumpah ruah membasahi paras eloknya. Dengan gemetar tanpa menghadap dan tanpa mengangkat wajahnya, bibir ranumnya itu melontarkan sebuah pertanyaan bernada gamang.
Sungguh, ia tak kuasa menyaksikan darah segar yang terus mengalir tiada henti, apalagi ketika sosok bocah itu berbicara. Ia merasa gejolak mual yang luar biasa. "Lo siapa?"
Jeda.
Osric mendekat dengan tergesa, ia terkejut tatkala manik kelamnya menyorot Odelia yang tengah jongkok dengan tubuh bergetar.
Perlahan, Osric menyentuh bahu Odelia dengan lembut. Namun, tiba tiba saja, Odelia berteriak kaget seraya berdiri menjauhi Osric.
"Osric lo? ah, gue kira itu. Oh ya, dia kemana?"
Sontak saja, Osric merasa kebingungan. Namun kendati demikian, rasa cemasnya melampaui kebingungannya. Gadisnya itu, wajahnya basah. Ada bulir air mata yang belum mengering.
Osric mendekat, memperhatikan wajah Odelia seksama. Membuat Odelia dengan tergesa menyeka wajahnya. Namun, dengan cepat Osric menangkap pergerakan tangannya. Tapi, Odelia kemudian memalingkan wajahnya, membuat Osric harus menyentuh sisi wajahnya lainnya agar bisa membuat Odelia menatapnya.
"Jangan nutupin apapun dari gue. Jujur, lo nangis? ada apa tadi? lo gak apa apa? Dia yang lo cari siapa? cerita, Del." Tanyanya runtut dan cemas. Sorot matanya menajam. Nafas Odelia memburu, ia hanya diam. Gemetar pada tubuhnya berangsur angsur hilang.
"Delia." Osric geram, sangat. Ia menghembuskan nafasnya kasar. Menatap Odelia dengan api amarah dan cemas pada matanya. "Oke, kalau lo gak mau cerita. Gue bisa cari tahu sendiri nanti."
Osric mendekat, ia mendekap Odelia erat dan hangat. "Ingat baik baik, apapun yang terjadi, gue akan selalu ada. Lo gak sendirian buat melewati segalanya."
Odelia diam, ia tengah memikirkan segalanya. Benarkah yang ia lihat? Fana, atau nyata? tapi rasanya tidak mungkin fana, ia tahu ia memang dianugerahi kemampuan khusus seperti itu. Tapi kenapa? atau—
Odelia menghela nafas. "Ric, lo percaya kebetulan?"
"Gak, Del. Disadari atau tidak. Diakui atau tidak, kebetulan hanyalah omong kosong belaka."
Jeda. Osric mengusap surai hitam Odelia perlahan. Manik hitamnya terpejam. Ia tahu sekarang. Segalanya. Ia tahu.
"Lo tahu, roh, setan atau hantu, ah! apapun itu sebutannya bagi manusia, mereka tidak akan mendatangi lo tanpa tujuan. Apalagi kebetulan. Yakin, cuma kebetulan?" lanjutnya yang membuat Odelia gamang dan melepas dekapan Osric.
Gadis itu lantas menatap Osric curiga. Matanya menyipit, ia bersandar pada rak buku dibelakangnya, lalu bersidekap dada. Alisnya menukik. "Lo tahu, kalau gue menemui itu? gue belum cerita apapun loh."
Osric menyeringai, ia turut bersidekap dada. Ia kembali mencondongkan wajahnya lebih dekat. Hingga embusan nafasnya membelai wajah Odelia. "Gue tahu, gue tahu segalanya yang gue mau."
"Lo bener manusia kan Ric, bukan manusia jadi jadian?"
Seketika, Osric merasa jengkel yang luar biasa. Ia pun mendengus kasar. "Bahasanya, yang elit dikit ada gak?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Twitria
like ka ..
semangat ✨
2021-02-14
1
Kurisu:Alfa'
Greget jg
2021-02-02
2
APRILDA
suka thor sama karya hebatmu. aku mampir membawa vote thor. semangat berkarya thor. 😍👍
2020-12-23
1